Dedaunan yang memiliki motif indah itu, di tangan Ira Fatma berubah menjadi motif batik yang unik dan tidak pasaran. Ia menyebutnya batik ecoprint.
Sustainable lifestyle atau gaya hidup yang ramah lingkungan semakin digemari dan merambah luas ke berbagai sektor industri, termasuk industri fashion. Para desainer terus berinovasi untuk merancang busana yang ramah lingkungan dan sesuai dengan konsep sustainability.
Ira Fatma warga LDII asal Sleman berhasil mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan alam untuk menciptakan beragam produk ecoprint. Di balik Omah Fatma, galeri ecoprint miliknya, Ira Fatma mengajak masyarakat untuk mengembangkan kreativitas dan mengkampanyekan gaya hidup ramah lingkungan.
Itulah yang mendasari Ira Fatma dan keluarganya menekuni dan mengembangkan ecoprint dalam menciptakan busana. Segalah pemikiran dan kreativitas mengenai ecoprint, ia tumpahkan di Omah Fatma. Hasilnya, luar biasa. Ada pakaian, tas, kipas, payung, bahkan tumblr. Semuanya menggunakan produk ecoprint.
Sesuai namanya, ecoprint berasal dari kata ‘eco’ atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati atau alam, dan ‘print’ yang artinya cetak. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa ecoprint adalah teknik mencetak, mewarnai dan membuat produk dengan menggunakan bahan-bahan alam.
Sekilas, produk ecoprint memang terlihat mirip dengan batik. Padahal tidak. Inilah yang membuat banyak orang keliru mengira ecoprint dengan batik sama saja. Keduanya memang sama-sama memiliki corak yang eksentrik. Bedanya, menurut Ira Fatma menegaskan, ecoprint merupakan teknik cetak yang menggunakan bahan ramah lingkungan, sedangkan batik masih menggunakan bahan kimiawi – meskipun saat ini mulai memanfaatkan pewarna alami.
“Batik itu punya ciri khas khusus yang prosesnya menggunakan canting dan malam. Tapi, kalau ecoprint adalah membuat motif diatas kain dengan menggunakan bahan-bahan alami yang berupa daun, batang, atau kulit pohon,” ungkapnya.
Motif yang dihasilkan oleh teknik ecoprint juga cenderung lebih kontemporer jika dibandingkan dengan batik tulis maupun batik cap. Warna dan motifnya mengikuti pola karya seni alam yang memiliki karakteristik unik. Dengan begitu, coraknya pasti berbeda dan tidak ada duanya. Semua bergantung dari bentuk dan peletakanan tanaman pada kain tersebut.
“Ecoprint lebih mudah daripada batik, kita cukup menata daun-daun di atas kain sesuai dengan imajinasi kita,” lanjutnya.
Hal unik lainnya dari produk ecoprint di Omah Fatma adalah penggunaan pewarna alami berbahan dasar jamu tradisional, yang sudah jelas lebih ramah lingkungan. “Kami di Omah Fatma punya produk andalan, pewarna yang dipakai adalah pewarna alami yang berasal dari jamu-jamuan khas dari Jawa,” ungkapnya.
Karya ecoprint dari Omah Fatma bahkan telah melanglangbuana hingga ke negeri Belanda. Kain ecoprint bercorakkan dedaunan tropika milik Omah Fatma digunakan sebagai souvenir yang diberikan Fakultas Kehutanan UGM kepada Wakil Direktur Hortus Botanicus Leiden (HBL), Peter Inklaar pada saat kedua institusi bekerja sama memetakkan dan melestarikan flora hutan tropika Indonesia.
Kolaborasi antara LDII dengan Omah Fatma terjalin sejak tahun 2021 lalu. Pada peringatan Hari Menanam Pohon Nasional (HPSN) 2021, LDII menggandeng Omah Fatma untuk membangun laboratorium tanaman ecoprint di Bumi Perkemahan Dewa Ruci, Pantai Selatan, Yogyakarta.
Kerja sama tersebut berlanjut saat Ira Fatma menularkan kepiawannya dalam memanfaatkan karya seni alam, untuk menciptakan beragam jenis produk ecoprint. Saat itu, ia menjadi narasumber dalam acara “Pelatihan Ecoprint Wanita LDII Kabupaten Ngawi”. Pelatihan tersebut merupakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Peduli Sampah Nasioal (HPSN) 2023, yang digelar oleh DPP LDII pada Februari lalu, di kawasan perkebunan teh Jamus, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Melalui pelatihan tersebut, Ira Fatma mengajak wanita LDII untuk mengembangkan kreativitasnya dengan mengembangkan beragam produk ecoprint. Menurutnya dengan menggunakan produk ecoprint, masyakarat dapat turut aktif menyuarakan kampanye cinta lingkungan lewat produk yang ramah lingkungan.
“Karena ibu-ibu LDII ini sudah mendapatkan pelatihan di sini, harapannya nanti bisa bikin sendiri, dipakai sendiri, secara tidak lagsung sudah mengkampanyekan ramah lingkungan,” ungkapnya.
Sementara itu, Dewi Aprilia, salah satu peserta pelatihan yang berasal dari Solo berharap para peserta dapat berinovasi dalam menciptakan produk ramah lingkungan, sehingga mereka dapat turut aktif menjaga kelestarian lingkungan hidup.
“Semoga dengan adanya pelatihan ini remaja-remaja LDII bisa semakin kreatif, inovatif dan bisa mengembangkan bakatnya terutama di bidang lingkungan,” ungkapnya.
The post Para Ibu pun Bisa Kampanye Lingkungan, Begini Caranya appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/para-ibu-pun-bisa-kampanye-lingkungan-begini-caranya/