Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

AD/ART

AD/ART LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

MOTTO

Artinya:
Katakanlah Muhammad, inilah jalanku [agamaku], aku mengajak manusia ke jalan Allah atas dasar pengertian [hujjah yang nyata], aku dan orangorang yang mengikutiku. Maha Suci Allah dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang musyrik. [Q.S. Yusuf, ayat: 108]

Artinya:
Ajaklah [Manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. [Q.S. AnNahl, ayat: 125]

Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan [umat] yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imron, ayat: 104]

Artinya:
Katakanlah Muhammad wahai kaumku beramallah di atas jalan dan keadaan yang ada pada kamu sekalian, sesungguhnya aku adalah orang yang beramal, maka kamu akan mengetahui orang yang baginya mendapat akibat baik di negeri akhirat [surga], sesungguhnya tidak beruntung orang-orang yang menganiaya. [QS Al An’am, ayat: 135]

Artinya:
Katakanlah Muhammad apakah kalian membantah kepadaku di dalamurusan Allah, sedangkan Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian, bagi kami amalan kami dan bagi kamu sekalian adalah amalan kalian dan kami kepada Allah adalah orang-orang yang mukhlis. [QS Al Baqoroh, ayat: 139]

MUKADIMAH

Sebagai kelanjutan perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, serta sebagai pelaksanaan dan pengamalan Pancasila dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan ini memandang partisipasi dan kemitraan dari segenap lapisan masyarakat Indonesia adalah suatu keniscayaan.
Sadar akan keniscayaan demikian, Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur, sebagai kelanjutan organisasi Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia berdasarkan Ketetapan Musyawarah Besar (MUBES) IV tanggal 19 November 1990 yang didirikan dengan Akta Protokoler Notariat Mudijomo, S.H., sebagaimana telah diubah dengan Akta Notaris Mudijomo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, Akta Perubahan Untung Darnosoewirjo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, dan terakhir kali diubah dengan Akta Notaris Gunawan Wibisono, S.H. tanggal 27 September 2007, dengan ini menegaskan bahwa tercapainya cita-cita bangsa Indonesia tersebut hanya dapat terwujud dan berkelanjutan manakala seluruh komponen bangsa dan seluruh potensi yang ada, termasuk umat Islam, sepenuhnya bersama-sama membangun dan mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial, baik material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa kelahiran dan peran serta Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dilandasi oleh semangat melaksanakan ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan AlHadits melalui pelaksanaan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh sebagai bukti kedudukan insani terhadap Al-Khaliq untuk beribadah semata-mata kepada-Nya, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi secara profesional berbasis religius, sinergitas dan komplementaritas, berperan aktif dalam mewujudkan kehidupan yang welas asih dan berkeadilan, serta membangun komunitas masyarakat madani (civil society) yang kompetitif (fastabiq al-khair), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas peradaban, kehidupan, harkat dan martabat manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dalam pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut tidak boleh lepas dari fungsi dan peran Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai suatu majelis dan atau badan (learning organization) yang mengolah khasanah keagamaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar kesadaran tersebut dan guna menghimpun segala potensi bangsa dalam meningkatkan kualitas hidup, sumberdaya manusia, dan peran serta masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa, Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:

ANGGARAN DASAR LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1

Dalam Anggaran Dasar ini yang dimaksud dengan:

  1. Organisasi adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat LDII sebagai kelanjutan organisasi sosial kemasyarakatan Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur.
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat AD/ART adalah aturan dasar tertinggi yang mengikat pengurus Organisasi serta anggota tetap maupun anggota tidak tetap dalam menjalankan hak dan kewajibannya dalam Organisasi.
  3. Peraturan Organisasi atau disingkat PO adalah aturan pelaksanaan Organisasi yang merinci lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang ada dan/atau belum diatur dalam AD/ART Organisasi.
  4. Anggota adalah pengurus Organisasi serta anggota tetap maupun tidak tetap yang menjalankan hak dan kewajiban Organisasi sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
  5. Pengurus adalah anggota tetap yang terpilih dalam musyawarah tertinggi pada tiap tingkat kepengurusan Organisasi untuk mencapai maksud dan tujuan Organisasi.
  6. Majelis adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk melaksanakan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh Organisasi serta dapat membuat keputusan.
  7. Badan adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk melaksanakan tugas pokok keorganisasian Organisasi serta dapat membuat keputusan.
  8. Kelompok Kerja atau disingkat Pokja adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk melaksanakan tugas khusus Organisasi.
  9. Kelompok Kepakaran adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan tugas khusus sesuai kepakarannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  10. Organisasi Otonom adalah organisasi yang dibentuk oleh Pengurus di tingkat Pusat dan dapat mengatur rumah tangga sendiri dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Organisasi.
  11. Pondok Pesantren adalah pondok pesantren yang mempunyai hubungan fungsional dengan Organisasi.
  12. Lembaga Lain adalah lembaga selain Pondok Pesantren yang mempunyai hubungan afiliasi dengan Organisasi yang dapat menjadi Peninjau dalam musyawarah dan/atau rapat-rapat Organisasi sesuai tingkat kepengurusannya masing-masing.
  13. Organisasi Sejenis adalah organisasi atau badan hukum yang mempunyai kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1985, yang sesuai dengan tujuan, upaya, dan prinsip dakwah Organisasi, yang berhak diberikan kepadanya seluruh atau sebahagian kekayaan Organisasi jika Organisasi ini dinyatakan bubar demi hukum.

Bagian Kedua
Nama, Status, Waktu, dan Kedudukan
Pasal 2

  1. Organisasi ini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat LDII.
  2. Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan Organisasi sosial kemasyarakatan Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur, sesuai amanat ketetapan Musyawarah Besar IV Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia yang telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 19 November 1990.
  3. Lembaga Dakwah Islam Indonesia berbentuk badan hukum sebagaimana diputuskan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia serta terdaftar di Kementerian Dalam Negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

Lembaga Dakwah Islam Indonesia didirikan sejak tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 4

Lembaga Dakwah Islam Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Ketiga
Asas, Maksud, dan Tujuan
Pasal 5

Lembaga Dakwah Islam Indonesia berasaskan Pancasila.

Pasal 6

Lembaga Dakwah Islam Indonesia didirikan dengan maksud untuk menghimpun seluruh potensi bangsa yang memiliki persamaan cita-cita, wawasan, dan tujuan, sehingga memiliki satu visi dan persepsi dalam menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 7

Lembaga Dakwah Islam Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas peradaban, hidup, harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bagian Keempat
Sifat, Fungsi, dan Tugas
Pasal 8

Lembaga Dakwah Islam indonesia merupakan wahana bagi pendidikan dakwah keagamaan dan lembaga pendidikan kemasyarakatan dalam arti luas dan terpadu, bersifat independen, mandiri, terbuka, moderat, majemuk, dan setara (egaliter), guna mewujudkan kebahagiaan hidup berdasarkan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan dunia dan akhirat.

Pasal 9

Lembaga Dakwah Islam Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpun bagi kaum muslimin, muslimat, mubaligh, mubalighot, da’i dan da’iat dalam beramal sholih, melaksanakan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh (ibadah sosial) dalam rangka mengabdikan segenap kemampuan untuk kemaslahatan umat, kemajuan bangsa Indonesia khususnya, dan alam semesta pada umumnya.

Pasal 10

Lembaga Dakwah Islam Indonesia bertugas melaksanakan dakwah Islam dengan berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan segenap aspek pengamalan dan penghayatan beragama sehingga dapat memberikan hikmah dan dorongan untuk mewujudkan tujuan Organisasi.

Bagian Kelima
Upaya dan Prinsip Dakwah
Pasal 11

Untuk mencapai tujuan dan fungsinya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia berupaya untuk:

  1. menguatkan dan mengembangkan fungsi internal dan eksternal Organisasi, termasuk membangun hubungan dan kerjasama dengan instansi/lembaga dalam negeri maupun luar negeri;
  2. meningkatkan sumberdaya manusia, baik berupa kualitas sumberdaya insani yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sumberdaya pembangunan yang beretos kerja produktif dan profesional, maupun kemampuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan dan berkemampuan manajemen;
  3. memberdayakan dan menggerakkan potensi sumberdaya insani yang memiliki kompetensi informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan untuk beramal sholih dengan aktif melakukan pengabdian masyarakat di bidang sosial budaya, hukum, ekonomi dan politik;
  4. menumbuhkembangkan kegiatan usaha dan kewirausahaan dalam rangka pengembangan ekonomi umat sesuai tuntutan kebutuhan di sektor formal maupun informal melalui usaha bersama, koperasi, maupun bentuk badan usaha lainnya;
  5. mendorong pembangunan masyarakat madani (civil society) yang kompetitif, dengan tetap mengembangkan dan meningkatkan sikap:
    • a) persaudaraan [ukhuwwah] sesama umat manusia, komunitas muslim, serta bangsa dan negara;
    • b) kepekaan dan kesetiakawanan sosial;
    • c) kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam rangka membangun dan memperkuat karakter bangsa; dan
    • d) berperan aktif sebagai katalisator dalam dinamika peradaban masyarakat dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah agama; serta
  • 6. meningkatkan advokasi, penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, Kewajiban Asasi manusia (KAM), Hak Asasi Manusia (HAM), dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM), serta penanggulangan terhadap ancaman kepentingan publik dan perusakan lingkungan.

Pasal 12

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dalam melaksanakan dakwahnya memiliki prinsip-prinsip dakwah untuk mencapai tujuan organisasi.
  2. Prinsip-prinsip Dakwah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam naskah tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar ini.

BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 13

Kedaulatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia berada di tangan Anggota dan dilaksanakan menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 14

  1. Setiap Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki hak dan kewajiban serta kedudukan yang sama.
  2. Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia bersifat sukarela dan tidak mengikat, serta terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia yang:

a). beragama Islam, beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan yang Maha Esa;
b). setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
c). menyatakan diri dengan sukarela menjadi Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
d). menerima, menyetujui dan sanggup taat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, seluruh keputusan musyawarah dan rapat-rapat, serta Peraturan Organisasi; dan
e). bersedia mengikuti segala kegiatan sesuai dengan program kerja Organisasi.

3.  Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.

BAB III
KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Tingkat Kepengurusan
Pasal 15

Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki tingkat kepengurusan sebagai berikut:

a. Kepengurusan di tingkat Nasional, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Pusat atau disingkat DPP;
b. Kepengurusan di tingkat Provinsi, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Wilayah atau disingkat DPW;
c. Kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah atau disingkat DPD;
d. Kepengurusan di tingkat Kecamatan, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang atau disingkat PC; dan
e. Kepengurusan di tingkat Desa/Kelurahan, selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang atau disingkat PAC.

Pasal 16

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk perwakilan di luar negeri.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai perwakilan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.

Bagian Kedua
Wewenang dan Kewajiban Pengurus
Paragraf 1
Dewan Pimpinan Pusat
Pasal 17

Dewan Pimpinan Pusat adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Nasional.

Pasal 18

Dewan Pimpinan Pusat berwenang:

  1. menentukan kebijakan Organisasi di tingkat Nasional sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa, keputusan Rapat Pimpinan Nasional dan Peraturan Organisasi;
  2. mengesahkan komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah;
  3. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah;
  4. memberikan penghargaan dan/atau sanksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga; dan
  5. membentuk organisasi otonom sesuai kebutuhan.

Pasal 19

Dewan Pimpinan Pusat berkewajiban:

  1.  melaksanakan seluruh kebijakan Organisasi sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat di tingkat Nasional, dan Peraturan Organisasi; dan
  2. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa.

Paragraf 2
Dewan Pimpinan Wilayah
Pasal 20

Dewan Pimpinan Wilayah adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Provinsi.

Pasal 21

Dewan Pimpinan Wilayah berwenang:

  1. menentukan kebijakan Organisasi di tingkat Provinsi sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi, dan Peraturan Organisasi;
  2. mengusulkan hasil ketetapan Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah untuk mendapatkan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat;
  3. mengesahkan komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah; dan
  4. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah;

Pasal 22

Dewan Pimpinan Wilayah berkewajiban:

  1. melaksanakan seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Provinsi sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat tingkat Nasional maupun tingkat Wilayah, dan Peraturan Organisasi;
  2. mengesahkan hasil ketetapan Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah sesuai persetujuan Dewan Pimpinan Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
  3. melaksanakan tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Pusat; dan
  4. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa.

Paragraf 3
Dewan Pimpinan Daerah
Pasal 23

Dewan Pimpinan Daerah adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Kabupaten/Kota.

Pasal 24

Dewan Pimpinan Daerah berwenang:

  1. menentukan kebijakan Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat Nasional, Wilayah maupun Daerah, dan Peraturan Organisasi;
  2. mengusulkan hasil ketetapan Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah untuk mendapatkan persetujuan Dewan Pimpinan Wilayah;
  3. mengesahkan komposisi dan personalia Pimpinan Cabang; dan
  4. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang;

Pasal 25

Dewan Pimpinan Daerah berkewajiban:

  1. melaksanakan seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat tingkat Nasional, Wilayah maupun Daerah dan Peraturan Organisasi;
  2. mengesahkan hasil ketetapan Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah sesuai persetujuan Dewan Pimpinan Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;
  3. melaksanakan tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Wilayah; dan
  4. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa.

Paragraf 4
Pimpinan Cabang
Pasal 26

Pimpinan Cabang adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Kecamatan.

Pasal 27

Pimpinan Cabang berwenang:

  1. menentukan kebijakan Organisasi di tingkat Kecamatan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat Pusat, Wilayah, Daerah maupun Kecamatan dan Peraturan Organisasi;
  2. mengusulkan hasil ketetapan Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Pimpinan Cabang untuk mendapatkan persetujuan Dewan Pimpinan Daerah;
  3. mengesahkan komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang; dan
  4. menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Anak Cabang;

Pasal 28

Pimpinan Cabang berkewajiban:

  1. melaksanakan seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Kecamatan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat tingkat Nasional, Wilayah, Daerah maupun Kecamatan dan Peraturan Organisasi;
  2. mengesahkan hasil ketetapan Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Pimpinan Cabang sesuai persetujuan Dewan Pimpinan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b;
  3. melaksanakan tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Daerah; dan
  4. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa.

Paragraf 5
Pimpinan Anak Cabang
Pasal 29

Pimpinan Anak Cabang adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Desa/Kelurahan.

Pasal 30

Pimpinan Anak Cabang berwenang:

  1. menentukan kebijakan Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat Pusat, Wilayah, Daerah, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan, dan Peraturan Organisasi; dan
  2. mengusulkan hasil ketetapan Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang untuk mendapatkan persetujuan Pimpinan Cabang.

Pasal 31

Pimpinan Cabang berkewajiban:

  1. melaksanakan seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat tingkat Nasional, Wilayah, Daerah, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan, dan Peraturan Organisasi;
  2. mengesahkan hasil ketetapan Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa tentang komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang sesuai persetujuan Pimpinan Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b;
  3. melaksanakan tugas-tugas lain yang ditetapkan Pimpinan Cabang; dan
  4. memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa.

Paragraf 6
Dewan Penasihat
Pasal 32

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki Dewan Penasihat yang dibentuk sesuai tingkatan masing-masing, kecuali untuk tingkat Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang dapat dibentuk sesuai kebutuhan;
  2. Dewan Penasihat berfungsi memberi saran, nasihat, dan pertimbangan atas kebijakan Organisasi yang bersifat strategis yang akan ditetapkan oleh Pengurus sesuai tingkatan masing-masing;
  3. Saran, nasihat, dan pertimbangan yang disampaikan Dewan Penasihat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperhatikan sungguhsungguh oleh oleh Pengurus sesuai tingkatan masing-masing;
  4. Ketua Dewan Penasihat ditetapkan oleh Formatur Musyawarah Nasional, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Anak Cabang sesuai tingkatan masing-masing;
  5. Ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) di mana Dewan Penasihat menjalankan fungsi sebagai Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Badan Hukum; dan
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Paragraf 7
Majelis, Badan, dan Kelompok Kerja
Pasal 33

  1. Pengurus sesuai tingkatannya dapat membentuk Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan/atau Kelompok Kepakaran untuk melaksanakan tugas-tugas Organisasi dalam bidang tertentu;
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan Kelompok Kepakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Paragraf 8
Organisasi Otonom
Pasal 34

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk Organisasi Otonom sebagai pelaksana kebijakan Organisasi yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan strategis dalam rangka memperkuat pelaksanaan program dan kegiatan Organisasi.
  2. Pembentukan Organisasi Otonom diusulkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan ditetapkan dalam Rapat Pimpinan Nasional.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Organisasi Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Paragraf 9
Kerjasama Hubungan Antar Lembaga
Pasal 35

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat menjalin kerjasama hubungan antar lembaga dengan instansi pemerintah dan/atau nonpemerintah maupun lembaga independen dan/atau swasta dalam rangka memperoleh manfaat bagi kedua belah pihak, sepanjang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Kerjasama hubungan antar lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam posisi sederajat dan mandiri, salah satu pihak tidak dapat mencampuri urusan internal organisasi pihak lainnya.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama hubungan antar lembaga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IV
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional
Pasal 36

(1) Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Nasional terdiri dari:

  • a. Musyawarah Nasional;
  • b. Musyawarah Nasional Luar Biasa;
  • c. Rapat Pimpinan Nasional;
  • d. Rapat Kerja Nasional;
  • e. Rapat Koordinasi Nasional; dan
  • f. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.

(2) Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:

  • a. menetapkan dan/atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
  • b. menetapkan Program Umum/Rencana Strategi Organisasi;
  • c. memilih dan menetapkan Ketua Umum;
  • d. menetapkan Formatur Musyawarah Nasional untuk menyusun Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Pusat;
  • e. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat; dan
  • f. menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Pusat atas atas permintaan dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Wilayah, karena alasan-alasan sebagai berikut:

  • a. Dewan Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
  • b. Dewan Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Nasional; dan/atau
  • c. Organisasi dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa lainnya.

(4) Dalam hal Dewan Pimpinan Pusat tidak mampu menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Musyawarah nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh suatu Presidium yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Wilayah.
(5) Musyawarah Nasional Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional.
(6) Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.
(7) Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat sesuai kebutuhan.
(8) Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(9) Rapat Koordinasi Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program Organisasi, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.

Bagian Kedua
Musyawarah dan Rapat Tingkat Wilayah
Pasal 37

(1) Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Wilayah terdiri dari:

  • a. Musyawarah Wilayah;
  • b. Musyawarah Wilayah Luar Biasa;
  • c. Rapat Pimpinan Wilayah;
  • d. Rapat Kerja Wilayah;
  • e. Rapat Koordinasi Wilayah; dan
  • f. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.

(2) Musyawarah Wilayah adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat Provinsi yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:

  • a. menetapkan Program Kerja Wilayah;
  • b. memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah;
  • c. menetapkan Formatur Musyawarah Wilayah dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Wilayah;
  • d. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Wilayah; dan
  • e. menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Musyawarah Wilayah Luar Biasa adalah Musyawarah Wilayah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Pusat atas atas permintaan dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Daerah, karena alasan-alasan sebagai berikut:

  • a. Dewan Pimpinan Wilayah melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
  • b. Dewan Pimpinan Wilayah tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Wilayah; dan/atau
  • c. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Wilayah dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa lainnya.

(4) Musyawarah Wilayah Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Wilayah.
(5) Dewan Pimpinan Wilayah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Wilayah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Wilayah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.

Bagian Ketiga
Musyawarah dan Rapat Tingkat Daerah
Pasal 38

(1) Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Daerah terdiri dari:

  • a. Musyawarah Daerah;
  • b. Musyawarah Daerah Luar Biasa;
  • c. Rapat Pimpinan Daerah;
  • d. Rapat Kerja Daerah;
  • e. Rapat Koordinasi Daerah; dan
  • f. Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.

(2) Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:

  • a. menetapkan Program Kerja Daerah;
  • b. memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah;
  • c. menetapkan Formatur Musyawarah Daerah dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Daerah;
  • d. menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah; dan
  • e. menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Musyawarah Daerah Luar Biasa adalah Musyawarah Daerah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Wilayah atas permintaan dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Cabang dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, karena
alasan-alasan sebagai berikut:

  • a. Dewan Pimpinan Daerah melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
  • b. Dewan Pimpinan Daerah tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah; dan/atau
  • c. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa lainnya.

(4) Musyawarah Daerah Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah.
(5) Dewan Pimpinan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.

Bagian Keempat
Musyawarah dan Rapat Tingkat Cabang
Pasal 39

(1) Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Cabang terdiri dari:

  • a. Musyawarah Cabang; dan
  • b. Rapat Pimpinan Cabang.

(2) Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat Kecamatan yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:

  • a. menetapkan Program Kerja Cabang;
  • b. memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;
  • c. menetapkan Formatur Musyawarah Cabang dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Cabang; d. menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang; dan
  • e. menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Rapat Pimpinan Cabang adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Cabang dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang sesuai kebutuhan.
(4) Rapat Pimpinan Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.

Bagian Kelima
Musyawarah dan Rapat Tingkat Anak Cabang
Pasal 40

(1) Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Anak Cabang terdiri dari:

  • a. Musyawarah Anak Cabang; dan
  • b. Rapat Pimpinan Anak Cabang;

(2) Musyawarah Anak Cabang adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:

  • a. menetapkan Program Kerja Anak Cabang;
  • b. memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Anak Cabang;
  • c. menetapkan Formatur Musyawarah Anak Cabang dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Anak Cabang;
  • d. menilai pertanggungjawaban Pimpinan Anak Cabang; dan
  • e. menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Rapat Pimpinan Anak Cabang adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Anak Cabang dan diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang sesuai kebutuhan.
(4) Rapat Pimpinan Anak Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Anak Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.

Bagian Keenam
Kuorum dan Pengambilan Keputusan
Pasal 41

Musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud pada Bab IV adalah sah apabila dihadiri oleh 1/2 (setengah) dari jumlah peserta, kecuali:

  1. dalam hal musyawarah mengambil keputusan tentang perubahan Anggaran Dasar, maka Musyawarah harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta yang diundang, dan keputusan harus diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta yang hadir; dan
  2. Dalam hal musyawarah mengambil keputusan tentang pemilihan Pengurus, sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah peserta yang hadir.

Pasal 42

Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, dan apabila ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Musyawarah dan Rapat-rapat sebagaimana dimaksud pada Bab ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
KEKAYAAN DAN KEUANGAN
Pasal 44

Kekayaan dan keuangan Organisasi dapat diperoleh dari:

  1. modal pertama pada waktu Organisasi didirikan;
  2. sumbangan yang sifatnya tetap atau tidak tetap dan tidak mengikat;
  3. sodaqoh, wasiat, hibah dan athiyah dari orang per orang, masyarakat, lembaga baik instansi pemerintah maupun swasta; dan
  4. dana-dana yang diperoleh dari usaha lain yang sah.

BAB VI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 45

  1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat dibubarkan jika tidak mempunyai kekuatan hidup lagi atau tidak adanya kemampuan untuk melanjutkan kegiatannya.
  2. Keputusan untuk membubarkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sah bilamana mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah suara peserta dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang diadakan untuk itu.
  3. Jika Lembaga Dakwah Islam Indonesia dibubarkan, maka dengan mengindahkan ketentuan perundangan yang berlaku, Dewan Pimpinan Pusat beserta tim likuidasi yang dibentuk berkewajiban menyelesaikan (membereskan) hutang-piutang Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan mengawasi serta menyalurkan sisa kekayaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsi dalam Anggaran Dasar ini.
  4. Tim likuidasi sebagaimana dimaksud ayat (3) ditunjuk oleh Dewan Pimpinan Pusat bersama Dewan Penasihat.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46

Peraturan dan kelengkapan Organisasi yang ada tetap berlaku sepanjang belum diadakan perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47

  1. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi.
  2. Anggaran Dasar ini berlaku pada tanggal ditetapkannya.

___________________________________________________________________________________________________________

ANGGARAN RUMAH TANGGA

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

BAB I
KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Jenis Keanggotaan
Pasal 1

(1) Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdiri dari:

  • a. Anggota Tetap, selanjutnya disebut Anggota; dan
  • b. Anggota Tidak Tetap, selanjutnya disebut Warga.

(2) Anggota adalah Pengurus dan/atau Pengurus yang sudah purnatugas dari kepengurusan Organisasi yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Anggaran Dasar.
(3) Warga adalah anggota yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang bersedia mengikuti kegiatan dakwah keagamaan dan pendidikan kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Organisasi.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 2

Setiap Anggota berkewajiban untuk:

  1. menghayati dan melaksanakan prinsip-prinsip Dakwah Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  2. memiliki keterikatan baik secara formal maupun moral, menjunjung tinggi nama baik, kehormatan, dan tujuan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  3. mematuhi dan melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, keputusan Musyawarah Nasional, serta hal-hal lainnya yang ditetapkan oleh Pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
  4. mengikuti secara aktif pelaksanaan program dan kegiatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia; dan
  5. secara sukarela memberikan shodaqoh, sumbangan dan bantuan untuk keperluan Organisasi.

Pasal 3

Setiap Anggota berhak:

  1. memperoleh perlakuan yang sama dari Organisasi;
  2. memperoleh pelayanan, pendidikan dan pelatihan, perlindungan serta bimbingan dari Organisasi;
  3. memperoleh penghargaan dari Organisasi sesuai prestasinya;
  4. melakukan pembelaan diri terhadap keputusan yang dikeluarkan Organisasi terhadap dirinya.
  5. menghadiri rapat anggota, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan saran yang bersifat membangun; dan
  6. memilih dan dipilih menjadi Pengurus atau memegang jabatan lain yang dipercayakan Organisasi kepadanya.

Pasal 4

Setiap Warga berhak:

  1. memperoleh perlakuan yang sama dari Organisasi;
  2. Memperoleh pelayanan, pendidikan dan pelatihan, perlindungan serta bimbingan dari Organisasi;
  3. memperoleh penghargaan dari Organisasi sesuai prestasinya; dan
  4. dapat dipilih menjadi Anggota setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Organisasi.

Bagian Ketiga
Pemberhentian Keanggotaan
Pasal 5

(1) Anggota berhenti karena:

  1. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
  2. diberhentikan; atau
  3. meninggal dunia;

(2) Anggota dapat diberhentikan karena:

  1. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota;
  2. melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional dan atau Rapat Pimpinan Nasional;
  3. melaksanakan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan keputusan dan atau kebijaksanaan Pengurus Organisasi; dan/atau
  4. melakukan perbuatan tercela dan/atau tindak pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap.

(3) Pemberhentian Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi dan melalui proses administrasi pemberian sanksi disiplin secara bertahap, berupa:

  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. sangsi administratif;
  4. berhenti sementara sebagai Anggota; dan
  5. berhenti sebagai Anggota.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku jika Anggota diberhentikan secara langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat setelah memperhatikan pertimbangan Majelis Kehormatan dan Dewan Penasihat.

Bagian Keempat
Prosedur Tetap Keanggotaan
Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur tetap atau tata cara menjadi anggota, perlindungan hak, pelaksanaan kewajiban, dan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB II
KEPENGURUSAN DAN PEMBIDANGAN
Bagian Kesatu
Kepengurusan
Pasal 7

  1. Dewan Pimpinan Pusat adalah pimpinan kolektif di tingkat Nasional yang menerima mandat Musyawarah Nasional, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab tertinggi, baik ke dalam maupun ke luar Organisasi.
  2. Susunan Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari:
    • a. Ketua Umum;
    • b. Ketua-ketua;
    • c. Sekretaris Umum;
    • d. Wakil-wakil Sekretaris Umum;
    • e. Bendahara Umum;
    • f. Wakil-wakil Bendahara Umum;
    • g. Ketua-ketua Departemen; dan
    • h. Anggota Departemen.

Pasal 8

  1. Dewan Pimpinan Wilayah adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Wilayah, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun ke luar Organisasi di tingkat Provinsi.
  2. Dalam hal Dewan Pimpinan Wilayah oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Wilayah atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Dewan Pimpinan Wilayah ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Pimpinan Pusat;
  3. Susunan Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari:
    • a. Ketua;
    • b. Wakil-wakil Ketua;
    • c. Sekretaris;
    • d. Wakil-wakil sekretaris;
    • e. Bendahara;
    • f. Wakil-wakil bendahara;
    • g. Ketua-ketua Biro; dan
    • h. Anggota Biro.

Pasal 9

  1. Dewan Pimpinan Daerah adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Daerah, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun ke luar Organisasi di tingkat Kabupaten/kota.
  2. Dalam hal Dewan Pimpinan Daerah oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Daerah atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Dewan Pimpinan Daerah ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Pimpinan Wilayah;
  3. Susunan Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari:
    • a. Ketua;
    • b. Wakil-wakil Ketua;
    • c. Sekretaris;
    • d. Wakil-wakil sekretaris;
    • e. Bendahara;
    • f. Wakil-wakil bendahara; g. Ketua-ketua Bagian; dan
    • h. Anggota Bagian.

Pasal 10

  1. Pimpinan Cabang adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Cabang, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun ke luar Organisasi di tingkat Kecamatan.
  2. Dalam hal Pimpinan Cabang oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Cabang atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Pimpinan Cabang ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Dewan Pimpinan Daerah;
  3. Susunan Pimpinan Cabang terdiri dari:
    • a. Ketua;
    • b. Wakil-wakil Ketua;
    • c. Sekretaris;
    • d. Wakil-wakil sekretaris;
    • e. Bendahara;
    • f. Wakil-wakil bendahara; dan
    • g. Seksi-seksi.

Pasal 11

  1. Pimpinan Anak Cabang adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Anak Cabang, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun ke luar Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan.
  2. Dalam hal Pimpinan Anak Cabang oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Pimpinan Anak Cabang ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Pimpinan Daerah;
  3. Susunan Pimpinan Anak Cabang terdiri dari:
    • a. Ketua;
    • b. wakil Ketua;
    • c. Sekretaris;
    • d. Wakil sekretaris;
    • e. Bendahara;
    • f. Wakil bendahara; dan
    • g. Sub-subseksi.

Bagian Kedua
Pembidangan
Pasal 12

Untuk menguatkan dan mengembangkan fungsi internal dan eksternal Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a Anggaran Dasar, struktur kepengurusan Lembaga Dakwah Indonesia dibagi dalam jenjang pembidangan hierarkis sebagai berikut:

  1. Departemen, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat;
  2. Biro, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah;
  3. Bagian, untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah;
  4. Seksi, untuk struktur kepengurusan Pimpinan Cabang; dan
  5. Subseksi, untuk struktur kepengurusan Pimpinan Anak Cabang.

Pasal 13

Struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari 11 (sebelas) Departemen, yakni:

  1. Departemen Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi;
  2. Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah;
  3. Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  4. Departemen Pengabdian Masyarakat;
  5. Departemen Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
  6. Departemen Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  7. Departemen Komunikasi, Informasi dan Media;
  8. Departemen Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
  9. Departemen Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  10. Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia; dan
  11. Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.

Pasal 14

(1) Struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari 11 (sebelas) Biro, yakni:

  1. Biro Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi; b. Biro Pendidikan Agama dan Dakwah;
  2. Biro Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  3. Biro Pengabdian Masyarakat;
  4. Biro Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
  5. Biro Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  6. Biro Komunikasi, Informasi dan Media;
  7. Biro Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
  8. Biro Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  9. Biro Hukum dan Hak Azasi Manusia; dan
  10. Biro Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.

(2) Dalam hal pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat terpenuhi, Dewan Pimpinan Wilayah dapat menyesuaikan struktur biro sesuai kebutuhan tugas pokok dan fungsi Organisasi di Wilayahnya.

Pasal 15

(1) Struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari 11 (sebelas) Bagian, yakni:

  1. Bagian Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi;
  2. Bagian Pendidikan Agama dan Dakwah;
  3. Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan;
  4. Bagian Pengabdian Masyarakat;
  5. Bagian Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
  6. Bagian Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
  7. Bagian Komunikasi, Informasi dan Media;
  8. Bagian Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
  9. Bagian Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
  10. Bagian Hukum dan Hak Azasi Manusia; dan
  11. Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.

(2) Dalam hal pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat terpenuhi, Dewan Pimpinan Daerah dapat menyesuaikan struktur biro sesuai kebutuhan tugas pokok dan fungsi Organisasi di Daerahnya.

Pasal 16

Pimpinan Cabang dapat membentuk Seksi-seksi sesuai kebutuhan di Cabangnya dengan mengacu pada pembidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal 17

Pimpinan Anak Cabang dapat membentuk Sub-subseksi sesuai kebutuhan di Anak Cabangnya dengan mengacu pada pembidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16.

Pasal 18

  1. Perwakilan Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Anggaran Dasar adalah Perwakilan Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau nama lain yang berada di luar negeri di negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Perwakilan Luar Negeri dibentuk dan struktur kepengurusan disusun sesuai kebutuhan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perwakilan Luar Negeri diatur oleh Dewan Pimpinan Pusat.

Bagian Ketiga
Syarat dan Ketentuan Pengurus
Pasal 19

Setiap Anggota dapat dipilih menjadi Pengurus dengan syarat sebagai berikut:

  1. bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berakhlaqul kalimah, berprestasi, berdedikasi tinggi, dan loyal pada Organisasi;
  2. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau tindak pidana yang diancam hukuman pidana minimal 5 (lima) tahun;
  3. bersedia aktif dan sanggup bekerjasama secara kolektif; dan
  4. terpilih melalui Musyawarah sesuai tingkatan kepengurusan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

Pasal 20

Setiap Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus pula telah memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. terbukti telah aktif berperan serta mengabdi bagi Organisasi sedikitnya selama 5 (lima) tahun berturut-turut untuk dapat menjadi Pengurus di tingkat Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Wilayah; atau
  2. terbukti telah aktif berperan serta mengabdi bagi di Organisasi sedikitnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut untuk dapat menjadi Pengurus di tingkat Dewan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Anak Cabang.

Pasal 21

Setiap Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dipilih menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:

  1. pernah menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan/atau sekurang-kurangnya pernah menjadi Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah selama 1 (satu) periode; dan
  2. memperoleh dukungan dalam Musyawarah Nasional berupa pencalonan oleh sedikitnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara Wilayah.

Pasal 22

(1) Setiap Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dipilih menjadi Ketua Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua Pimpinan Anak Cabang, dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:

  • telah aktif menjadi pengurus sekurang-kurangnya selama 1 (satu) periode pada tingkatan yang bersangkutan atau satu tingkat di bawahnya; dan
  • memperoleh dukungan dalam Musyawarah sesuai tingkatannya berupa pencalonan oleh sedikitnya 15 % (lima belas persen) dari jumlah suara Wilayah.

(2) Syarat Pencalonan sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang.

Bagian Keempat
Jabatan Antar Waktu
Pasal 23

(1) Kekosongan jabatan dalam suatu masa bakti kepengurusan dapat terjadi karena Pengurus yang bersangkutan:

  1. meninggal dunia;
  2. mengundurkan diri; atau
  3. diberhentikan.

(2) Apabila terjadi kekosongan jabatan maka jabatan tersebut diisi oleh pejabat sementara yang disebut sebagai Pejabat Antar Waktu, diusulkan oleh Pengurus lainnya kepada pimpinan Pengurus setingkat di atasnya dan ditetapkan dalam rapat pleno Pengurus setingkat di atasnya itu hingga diselenggarakan Musyawarah sesuai tingkatannya.
(3) Dalam hal penggantian jabatan antar waktu karena suatu sebab tertentu tidak dapat dilaksanakan, maka pimpinan Pengurus setingkat di atasnya dapat mengesahkan Pejabat Antar Waktu untuk melanjutkan masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Ketua Umum, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua Pimpinan Anak Cabang karena berhalangan tetap, maka ditunjuk Pelaksana Tugas untuk melaksanakan Musyawarah Luar Biasa sesuai tingkatannya.
(5) Masa jabatan Pejabat Antar Waktu adalah hingga berakhirnya masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengisian kekosongan Jabatan Antar Waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.

Bagian Kelima
Mutasi Pengurus
Pasal 24

(1) Dewan Pimpinan menurut tingkatannya dapat melakukan mutasi personil kepengurusan pada masa bakti kepengurusannya untuk mengoptimalkan kinerja Organisasi.
(2) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan diusulkan oleh Ketua dan unsur sekretaris sesuai tingkatandari kepengurusan yang ada.
(3) Mutasi personil kepengurusan dilakukan dengan terlebih dahulu:

  1. menilai optimalisasi kinerja personil dan/atau pertimbangan lain dalam rapat pleno pada masing-masing tingkat kepengurusan; dan
  2. dikecualikan dari maksud ayat (2) huruf a, mutasi dapat dilakukan secara langsung oleh Dewan Pimpinan sesuai tingkatannya setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh pertimbangan Majelis Kehormatan dan Dewan Penasihat.

(4) Rapat Pleno yang dilakukan khusus untuk mutasi personil kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dihadiri oleh sedikitnya 1/2 (satu per dua) dari jumlah kepengurusan dan Dewan Penasehat sesuai tingkat kepengurusan.
(5) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan ditetapkan sesuai dengan tingkat kewenangan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Anggaran Dasar.

BAB III
DEWAN PENASIHAT
Pasal 25

(1) Dewan Penasihat merupakan suatu badan yang bersifat kolektif, yang susunan dan personalianya ditetapkan oleh Formatur Musyawarah sesuai tingkatan masing-masing.
(2) Anggota Dewan Penasihat diangkat dari Pengurus yang telah purna dari struktur kepengurusan dan/atau tokoh-tokoh di lingkungan Organisasi yang dipandang mampu melaksanakan tugas dan jabatan sebagai Dewan Penasihat.
(3) Jumlah anggota Dewan Penasihat adalah sebagai berikut:

  1. Dewan Penasihat tingkat Pusat, sebanyak-banyaknya berjumlah 15 (lima belas) orang;
  2. Dewan Penasihat tingkat Wilayah, sebanyak-banyaknya berjumlah 13 (tigabelas) orang;
  3. Dewan Penasihat tingkat daerah, sebanyak-banyaknya berjumlah 11 (sebelas) orang; dan
  4. Dewan Penasihat pada tingkat Cabang dan Anak Cabang disesuaikan dengan kebutuhan Organisasi.

(4) Dewan Penasihat berhak:

  1. baik secara perorangan maupun secara kolektif memberikan pertimbangan, saran, dan nasihat kepada Pengurus sesuai tingkatannya masing-masing, baik diminta ataupun pun tidak; dan
  2. menghadiri rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan sesuai tingkatan masing-masing;

(5) Mekanisme dan tata kerja Dewan Penasihat ditetapkan oleh Dewan Penasihat.

BAB IV
MAJELIS, BADAN, KELOMPOK KERJA DAN KELOMPOK KEPAKARAN
Pasal 26

  1. Majelis dan/atau Badan dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan kebutuhan, dan berfungsi untuk melaksanakan sebagian tugas pokok Organisasi.
  2. Kelompok Kerja dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan kebutuhan, dan berfungsi sebagai sarana penunjang pelaksanaan program Organisasi.
  3. Kelompok Kepakaran dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  4. Komposisi kepengurusan Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan Kelompok Kepakaran ditetapkan oleh Dewan Pimpinan dengan jumlah dan personil sesuai kebutuhan Organisasi sesuai tingkatannya.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan Kelompok Kepakaran diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB V
OR

built with : https://erahajj.co.id