Oleh Susanto, SE, ME Ketua DPW LDII Provinsi Kalbar
Menjalankan puasa Ramadan hukumnya wajib bagi setiap muslim dengan ketentuan telah baligh (dewasa), berakal sehat dan bermukim (tidak sedang dalam perjalanan/musafir). Wajibnya menunaikan puasa Ramadan menjadi cerminan kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang, yakni menjalan perintah sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 183, dan ibarat sebuah banguan, puasa ini akan membuat bangunan semakin kuat dan kokoh.
Sebuah hadits yang diceritakan oleh Umar bin Khatab, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Islam dibangun atas lima perkara yakni persaksian tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirkan salat, menunaikan zakat, haji di Baitullah, dan puasa Ramadan”. (HR Bukhari).
Dalam sebuah kisah, juga diceritakan tentang wajibnya menjalankan puasa Ramadan yakni ada seseorang bernama Madzmam Ibnu Sa’labah datang menemui Rasulullah dalam keadaan kusut dan bertanya “Ya Rasulullah kabarilah padaku, salat apa yang Allah wajibkan?” Rasulullah menjawab: “Salat lima waktu kecuali jika menambah engkau dengan salat sunah. Kemudian dia bertanya lagi, kabarilah kepadaku puasa apa yang Allah wajibkan, Rasulullah menjawab puasa Ramadan kecuali engkau menambah dengan puasa sunah” (HR Bukhari).
Sungguhpun berpuasa adalah kewajiban bagi setiap umat Islam, namun Allah Maha Adil dan Bijaksana, dengan memberikan kemurahan dengan diperbolehkan meninggalkan puasa bagi yang ada ‘udzur’ (halangan) seperti sakit, musafir, perempuan haid, wanita hamil, wanita menyusui, dengan catatan mengganti puasa pada bulan selain Ramadan. Adapun khusus bagi orang tua lanjut usia (lansia) yang tidak mampu sebagaimana dalam berpuasa mengganti dengan membayar fidiyah kepada fakir miskin, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari.
Sementara kita ketahui bersama, profesi umat muslim tidak seluruhnya bekerja sebagai karyawan atau pegawai yang berada di ruangan yang dingin atau ber-AC. Tidak sedikit juga yang bekerja sebagai petani, buruh bangunan, atau buruh bongkar muat di pelabuhan. Semua pekerjaan ini memerlukan tenaga ekstra dan berada di luar ruangan, serta identik dengan cuaca yang panas akibat terik sinar matahari. Kendati bekerja dalam kondisi seperti itu tidak boleh menjadi alasan untuk meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan. Maka pengelolaan kemampuan diri perlu dan penting untuk dicermati, agar tetap bisa menjalankan puasa.
Meninggalkan puasa Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan maka ancamannya cukup berat. Sebuah hadits diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang meninggalkan (tidak berpuasa) satu hari di bulan Ramadan, karena selain kemurahan yang diberikan Allah (yang dibenarkan) maka tidak cukup baginya mengganti puasa selama satu tahun” (HR Abu Daud). Padahal diketahui, tidak ada tuntutan melakukan puasa satu tahun penuh, maka dapat diartikan akan sangat sulit untuk menggantinya.
Selain sulitnya untuk mengganti atau membayar puasa yang ditinggalkan tanpa alasan yang dibenarkan, dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Khuzaimah juga diterangkan, ancaman berupa siksaan api neraka dengan kondisi bergantungan pada urat besar di atas tumit, mulut robek dan dari robekan itu mengalir darah. Naudzubillahi mindzalik.
The post Rugi Besar Meninggalkan Puasa Ramadan Tanpa Alasan yang Dibenarkan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/rugi-besar-meninggalkan-puasa-ramadan-tanpa-alasan-yang-dibenarkan/