Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Al Hafidz Ibnu ‘Asakir dalam “Tarikh Dimasqi” menceritakan dialog penuh hikmah yang sangat pantas untuk menjadi refleksi ibadah puasa, yaitu terkait masalah kejujuran.
Seperti biasa, malam itu Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ra berkeliling mengontrol keadaan rakyatnya. Sebuah pekerjaan rutin dalam kapasitasnya sebagai kepala negara. Tiba-tiba beliau menangkap percakapan menarik dari rumah seorang wanita penjual susu.
“Ayo, bangunlah! Campurkan susu itu dengan air!”, perintah sang ibu.
“Apakah ibu belum mendengar larangan dari Amirul Mukminin?” sergah sang anak gadis. “Apa larangannya?”
“Beliau melarang menjual susu yang dicampur air.”
“Ah, ayo bangunlah. Cepat campur susu itu dengan air. Jangan takut pada Umar, sungguh ia tidak melihatnya!”
“Memang Umar tidak melihat, namun Tuhannya Umar melihat kita,” timpal sang gadis.
Umar tertegun. Dialog ibu dan anak ini begitu menyentuhnya. Sang Khalifah tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Pagi harinya beliau memerintahkan salah seorang putranya, Ashim, untuk meminang gadis miskin yang jujur itu. “Pergilah kau ke sebuah tempat, terletak di daerah itu. Di sana ada seorang gadis penjual susu. Kalau ia masih sendiri, pinanglah dia. Mudah-mudahan Allah mengaruniakanmu seorang anak yang shalih yang penuh berkah.” (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasqi, 70/252)
Bahwasanya, jika seorang mau sedikit bersabar, maka sesuatu yang luput darinya lantaran sikap jujur pasti akan diberi ganti dengan sesuatu yang jauh lebih mulia. Hal ini sebagaimana janji dari Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah Ta’ala akan memberikan engkau dengan sesuatu yang lebih baik darinya.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi).
Ya, ternyata segayung air yang ditinggalkan anak gadis itu karena takut pada Allah, digantikan dengan seorang pemuda shalih, putra seorang khalifah besar. Segayung air yang ditinggalkan, Allah gantikan dengan keturunan yang sanggup mencatat sejarah besar dengan tinta emas. Bahkan, lantaran segayung air yang ia tinggalkan, Allah Ta’ala abadikan namanya dalam lembaran sejarah umat manusia.
Firasat Umar ternyata benar. Ashim menikahi gadis mulia itu, dan dikaruniai putri bernama Ummu Ashim. Wanita ini lalu dinikahi oleh Khalifah Abdul Aziz bin Marwan, dan darinya lahir seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi khalifah kesohor sepanjang masa, Umar bin Abdul Aziz.
Kejujuran selalu mempunyai jalannya, karena kedudukannya yang mulia. Di mana pun ia berada, pastilah luhur pada akhirnya. Bersama pembawanya.
The post Catatan Ramadhan (4): Jalan Kejujuran appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/catatan-ramadhan-4-jalan-kejujuran/