Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Menarik dan selalu menggoda, selain memberikan penjernihan pemahaman di sisi lainnya. Menggoda untuk terus berselancar mencari perspektif-perspektif baru, pengalaman-pengalaman baru di kehidupan nyata. Berusaha menyingkap selapis demi selapis; sabar mendengar, tekun membaca, seksama melihat dan bahkan berani mengambil risiko mengalaminya sendiri. Kemudian mendekapnya dengan erat, sepenuh jiwa sebagai hikmah. Harapannya mampu untuk membangun kebesaran dan kesabaran jiwa. Setapak demi setapak melaju, dibantu menu ketabahan, alas kejumudan dan asa kebesaran jiwa untuk menerima pencerahan yang benar dan mendalam. Tentu dengan racikan teliti dan hati-hati. Allah berfirman;
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157) }
“Dan niscaya sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqoroh:155 – 157)
Mengambil salah satu titah dari naskah tiga ayat ini, maka sudah menjadi kodratnya, semua manusia dicoba dengan rasa takut. Ia diletakkan paling awal sebelum cobaan lainnya; kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan sebagainya. Itu artinya ketakutan menjadi hal yang pokok dan momok untuk menjadi perhatian bersama. Jika bisa mengelola cobaan pertama yang bernama ketakutan ini dengan baik, cobaan yang lainnya akan lebih mudah menghadapinya.
Lihat para pejabat yang takut kehilangan kedudukannya. Berbagai jalan dan usaha dilakukan agar tetap menjabat. Ada yang “terpaksa” korupsi untuknya. Ada yang ‘menjilat’ agar terus dipertahankan. Ada yang hobby lobby dengan kencang, pekerjaan tidak dihiraukan. Prinsip atasan harus senang, agar jabatan lancar. Bahkan tak segan ada yang mendatangi guru spiritual. Dan usaha-usaha lain yang pada intinya untuk menjawab ketakutannya dan tetap menjabat. Sampai-sampai ada lelucon kondang masalah jabatan ini. Katanya, kalau pejabat tinggi presentasi biasanya takut berdiri. Mau tahu kenapa? Karena takut, kursinya diambil orang.
Contoh lain para saudagar kaya. Mereka ternyata juga takut kehilangan hartanya, sehingga berusaha memagarinya dengan berbagai cara. Pesaing-pesaing bisnisnya dibredel sejak kecil. Jangan sampai tumbuh besar dan menjadi penantang. Itu membahayakan. Semua asset berlabel dengan aku, dengan tujuan agar tidak diambil orang. Ini punyaku, ini punyaku, itu punyaku. Sebab mereka takut jadi miskin lagi. Kalua perlu milik orang lain diambil dengan berbagai cara untuk menunjukkan dominasinya. Pemerintah ditempel agar mendukung mereka. Aparat-aparat dijamu agar melancarkan dan melindungi usaha-usahanya. Semua lini dijaga sedemikian rupa, agar aman dari kerawanan. Saking takutnya, sedekahpun tidak berani. Karena itu mengurangi harta. Dari sini, ada anekdot terbaik untuk mawas diri. Wajar kalau orang kaya takut miskin; tapi mengapa orang miskin takut miskin? Jawabnya karena tidak semua orang tahu hakikat harta. Ya begitulah dinamikanya. Maka Rasulullah SAW memberikan wejangan untuk selalu diingat dalam hal ini;
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“Bani Adam berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai Bani Adam, kamu tidak memiliki harta apapun kecuali apa yang kamu makan sehingga jadi kotoran, apa yang kamu pakai/kenakan sampai usang, dan apa yang kamu sedekahkan maka itu yang kamu teruskan.” (HR. Muslim)
Berikutnya para orang tua. Apa yang menghantuinya? Tak disangka, ternyata banyak orang tua yang takut terhadap masa depan anak-anaknya. Perhatikan bagaimana para orang tua membekali anak-anak mereka dengan yang terbaik, sehingga bisa lebih sukses dari mereka. Tak mau belajar dibentak-bentak supaya belajar. Nilai ulangannya jelek, pusing tujuh keliling mencari les terbaik. Anak tak makan sehari sibuk sekali takut kalau jatuh sakit. Prinsipnya; kalau bapaknya buta huruf, anak harus melek huruf. Kalau bapaknya cuma jadi penjaga sekolah, anaknya minimal jadi kepala sekolah atau guru. Kalau ortunya kopral, minimal anaknya nanti jadi jenderalnya kopral. Begitu seterusnya. Intinya menghindari hal-hal jelek yang menakutkan dan tidak diinginkan.
Itu baru urusan dunia, belum urusan yang lebih penting yaitu urusan akhiratnya. Banyak yang lupa atau saking takutnya, banyak orang tua melupakannya. Yaitu masalah bagaimana mendidik anak harus alim dan faqih serta mempunyai akhlak yang baik, budi pekerti yang luhur atau akhlakul karimah. Ketakutan akan masa depan anak-anaknya akan menjadi amat berbahaya, jika dua hal ini tidak ada.
عن ابن عباس عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أَكْرِمُوْا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوْا آدَابَهُمْ
Dari sahabat Abdullah bin Abbas ra, dari Rasulullah SAW bersabda, ‘Muliakanlah anak-anakmu, perbaikilah adab mereka,’ (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya kita perlu mengenal jejaring ketakutan. Selain menjadi momok, ternyata ada siklus ketakutan yang mengikuti hukum-hukum kehidupan. Dengan tahu hal ini setidaknya bisa menghilangkan kecemasan yang berlebih. Bahkan nyaman menghadapinya. Mahasiswa takut dengan dosen, selanjutnya dosen takut dengan dekan, dekan takut dengan rektor, tapi rektor ternyata takut dengan menteri dan menteri takut dengan presiden. Kalau ada yang berfikir sampai di sini berhenti, salah. Sebab yang ditakuti presiden ternyata mahasiswa. Ya, kembali ke awal. Itulah hukum kehidupan, sebagai jejaring yang berlaku dan berputar – menggelinding, sampai manusia dijemput ajal. Allah berfirman;
وَقَطَّعْنَاهُمْ فِي الْأَرْضِ أُمَمًا ۖ مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَٰلِكَ ۖ وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS Al-A’raf:168)
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS Al-Anbiya:35)
Rasa takut memang perlu dan diperlukan bagi manusia dan kehidupan ini. Tanpa rasa takut, tidak ada dinamika. Bagi mereka yang berpikir positif dan berjiwa petualang lagi suka tantangan, rasa takut adalah salah satu modal memperoleh keberhasilan. Karena rasa takut, sebagian manusia berusaha dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil terbaik. Ketakutan menginspirasi kemajuan diri. Lihatlah pasangan suami-istri yang takut akan kehilangan satu dan lainnya. Hasilnya, saling sayang, menjaga dan penuh perhatian. Namun sebaliknya, banyak juga manusia yang terbelenggu dengan rasa takut ini. Atau meresponnya dengan cara yang salah. Dengan contoh yang sama, pasangan suami-istri yang takut berlebih akan kehilangan satu dan lainnya atau menyepelekan karena tidak takutnya, hasilnya, tak ada saling sayang, saling menjaga dan saling perhatian. Yang terlalu takut menimbulkan penindasan, sampai lahir bayi yang namanya ISDI (Ikatan Suami Diremehin Istri) atau KDRT (Kekerasan Dalam Rumah tangga). Yang meremehkan hubungan, akhirnya jadi renggang timbullah PIL (Pria Idaman Lain) dan WIL (Wanita Idaman Lain) dalam biduk rumah tangga. Umumnya berujung perceraian.
Di atas ketakutan-ketakutan tersebut, ada satu ketakutan yang paling penting dan harus terus dijaga. Yaitu rasa takut kita kepada Sang Pencipta, yang akan setia membimbing menjadi hamba yang bertaqwa. Sebab di ujung rasa takut di sini, ada cinta yang tiada duanya. Ketakutan berubah menjadi cinta. Itulah takwa. Seperti kisah Indah Nabi Zakaria dalam ayat ini.
فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan takut/cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS Al-Anbiya:90)
The post Takut appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/takut/