Bogor (7/8). Mengurus sampah rumah tangga kini tak lagi merepotkan, karena telah hadir bak pengompos sampah dengan nama SABDO, alias Sebelas Detik Aja Bio Degradasi Organik.
Dalam bak pengompos ini, terdiri dari satu kompartemen besar, di dalamnya sudah ada larva yang akan mendegradasi bahan organik. SABDO ditemukan oleh Prof. Arif Sabdo Yuwono, Guru Besar Teknik Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Untuk itu, DPP LDII menyerahkan bantuan bak komposter dan nebulizer kepada Pondok Pesantren Nurul Iman, Budi Agung, Bogor. Pesantren tersebut menjadi pilot project Eco Pesantren yang digagas DPP LDII, terutama dalam penanganan limbah organik.
Kegiatan ini adalah tindak lanjut Seminar Hari Lingkungan Hidup yang bertema Penanganan Sampah Domestik dalam Lingkup Rumah Tangga pada Masa Pandemi Covid-19, Demi Pemulihan Lingkungan dan Kelestarian Sumberdaya Alam.
Acara serah terima alat pengolah sampah itu dihadiri Ketua DPP LDII Prof. Rubiyo dan Prof. Sudarsono serta pengurus DPP LDII lainnya. “Kita mendapat sumbangan bak pengompos dari Prof. Arif Sabdo Yuwono, maka saya akan mendemonstrasikan cara penggunaannya,” ujar Prof. Sudarsono.
“Penggunaannya mudah. Kita hanya perlu waktu sebelas detik saja untuk memasukan sampah ke dalam bak pengompos. Ketika sudah diletakkan, maka proses degradasi akan dilakukan oleh larva Black Soldier Fly (BSF),” jelasnya.
Larva yang mendegradasi limbah organik bukanlah sembarang larva. Prof. Sudarsono menyebutnya larva BSF. Ada perbedaan besar antara larva lalat biasa dengan lalat BSF.
”Lalat biasa, ketika larvanya jadi lalat, ia akan cari makan apalagi makan yang jorok dan ini yang menyebarkan penyakit. Sementara lalat BSF ketika dewasa tidak mencari makan dan langsung kawin. Justru ketika masih menjadi larva, ia menyimpan energi dengan makan limbah organik,” ujarnya.
Umur lalat BSF hanya berkisar 15 hari. Dalam masa 15 hari itu, ia harus mencari pasangan untuk berkembang biak. Lalat ini pun memerlukan sinar ultra violet untuk berkembang biak. Makanya, lalat ini tidak mempunyai mulut untuk makan. Sehingga tidak menyebarkan penyakit.
Satu ekor lalat BSF bertelur hingga 200 butir. Ukuran larvanya empat kali lebih besar dari larva lalat biasa. Larva BSF harus terhindar dari sinar matahari langsung.
“Kalau terkena sinar matahari langsung, dia akan selalu menghindar. Jika diberi daun di permukaan tumpukan limbah, dia akan berada di atas permukaan memakan limbah yang baru dimasukan. Sampah habis dimakan dan ini yang mengurangi bau,” ujarnya.
Semua bahan organik yang dihasilkan rumah tangga bisa dimasukkan ke dalam bak pengompos. Seperti pecahan telur, irisan wortel, dan bahan organik bekas lain bisa menjadi sumber energi bagi larva BSF. Jika sudah terbiasa, maka limbah rumah tangga hanya akan tersisa 20 persen, seperti sampah plastik, kertas dan metal.
“Dari sistem ini, bak pengompos bekerja jika ada limbah organik dan larva. Jika larva BSF berkembang, akan menjadi lalat tentara, lalat menetaskan telur berputar seperti siklus. Sehingga kita tidak perlu melakukan inokulasi baru, yang terpenting kita memberikan bahan organiknya rutin setiap hari,” ujar Prof. Sudarsono.
Bagaimana dengan bau? Prof. Sudarsono menjamin bak pengompos SABDO tidak menimbulkan bau jika digunakan dengan benar. Menurutnya, bau akan muncul kalau terjadi suasana anaerobik alias tidak ada oksigen, apalagi kehujanan.
“Yang terpenting bak pengompos diletakkan di tempat terbuka, namun tidak kejatuhan air hujan. Bak pengompos sengaja diletakkan di tempat terbuka agar ada lalat yang terbang keluar. Sementara lalat BSF yang terbang dari luar bisa masuk untuk bertelur. Sekali sistem ini berjalan, kita tak perlu mengintervensi,” ujarnya.
Jika diseriusi, siklus bak pengompos ini bisa menghasilkan uang. Bagaimana caranya? Bak pengompos SABDO akan menghasilkan pupuk kompos dalam waktu enam bulan. Setelah penuh, harus didiamkan, tidak ditambah sampah baru dalam waktu dua bulan. Sehingga bisa menjadi kompos siap pakai. Selama proses pengomposan itu, perlu bak pengompos baru.
Prof. Sudarsono menjelaskan, lalat yang dihasilkan bisa menjadi amal saleh. Lalat bisa menyebar lima kilometer dari titik awal. Ia akan mencari bahan organik di tempat lain. “Larva ini semakin cepat gemuk akan semakin cepat berkembang menjadi lalat BSF, kemudian bisa mendegradasi limbah yang kita berikan,” ujarnya.
Untuk mendegradasi limbah organik, Prof. Rubiyo menambahkan, pemanfaatan bak pengompos bisa dikombinasikan dengan cacing untuk menyuburkan tanaman. “Yang terpenting, sampah yang masuk harus sampah organik. Sehingga membiasakan kita untuk memilah-milah sampah,” ujarnya.
Masalah sampah bisa menjadi fenomena gunung es di masa depan jika tidak ditangani dengan baik. Lewat bak pengompos Sabdo, kita bisa mengurangi limbah rumah tangga yang dihasilkan. untuk itu, kita harus memiliki kebiasan untuk memilah-milah sampah dimulai dari rumah tangga. (Khoir/Lines).
The post Ini Cara Pakai Bak Komposter SABDO, Tidak Bau dan Ramah Lingkungan! appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/ini-cara-pakai-bak-komposter-sabdo-tidak-bau-dan-ramah-lingkungan/