Oleh Faizunal A. Abdillah, Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Terkadang hal kecil bisa menjadi jalan penerang untuk hal yang besar. Sesuatu yang sederhana menjelma menjadi bintang pencerah kehidupan. Simaklah dalil yang sering dibacakan pada acara-acara pernikahan dan kerap tertera dalam surat undangan pernikahan sekalipun, berupa Surat Ruum ayat 21. Allah berfirman;
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Apa yang menarik dari ayat itu? Tentu saja bukan hanya ucapan sakinah, mawadah warohmah atau yang sering disingkat samawa. Bukan. Atau ada yang berpikir ayat itu menunjukkan tentang pasangan (azwaja) bagi lelaki. Banyak yang mendefinisikan banyak/jamak: istri-istri. Itu juga bukan. Mungkin akan menarik jika kita bisa memahami dibalik hikmah ayat Allah dalam maksud prosesi bersuami-istri. Nah, sebagai jembatan pemahaman, mari kita simaklah cerita inspiratif berikut ini.
Sang Guru Bijak menguji salah seorang muridnya yang sudah berkeluarga dengan sebuah permainan kecil tak terduga. Di pengajaran itu, sang bijak memanggil salah seorang murid kesayangannya ke depan. Menghadap papan tulis dengan kapur tulis di tangan, Sang Guru Bijak berkata; “Coba tuliskan 10 nama orang yang kamu anggap paling dekat di kehidupan ini.”
Sang murid menulis 10 nama seperti yang diminta Sang Guru Bijak dengan cepat dan mudah. Dari daftar itu, ada nama tetangga, teman kerja, orang tua, istri dan anaknya. Mempunyai teman 10 orang tentu cukup membahagiakan dalam kehidupan ini. Kemudian Sang Guru Bijak meminta kepada sang murid untuk mencoret 3 nama dari 10 nama orang yang ingin diajak hidup terus bersamanya. Sang murid mulai memilih nama untuk dicoret sesuai perintah Sang Guru Bijak. Walau agak lama memilih, akhirnya tiga nama tercoret dari 10 nama yang ada.
Permainan terus berlanjut. Sang Guru Bijak meneruskan; “Sekarang coret lagi 2 nama dari 7 nama orang yang dekat denganmu.” Pilihannya semakin sulit, tetapi masih terdapat pilihan nama yang dicoret dari 7 nama itu. Sekarang tersisalah 5 nama. Belum lagi si murid ambil nafas, Sang Guru Bijak segera meminta untuk mencoret 2 nama lagi dari 5 nama tersisa. Dengan susah payah, akhirnya sang murid menyisakan 3 nama terakhir yaitu orang tua, istri dan anaknya. Pilihan yang sangat logis dan bisa diterima.
Di sinilah maksud pengajaran Sang Guru Bijak mulai terasa. Suasana jadi hening, semua yang hadir mulai mereka-reka apa selanjutnya. Dan benar, Sang Guru Bijak meminta mencoret 1 nama dari 3 nama yang ingin diajak terus bersama dalam hidup ini. Sang murid itu pun perlahan mengambil pilihan yang amat sulit, lalu mencoret nama orang tuanya secara perlahan. Entah benar apa salah, tapi itulah yang terbersit dalam benaknya. Dan klimaksnya, Sang Guru Bijak sekali lagi meminta untuk mencoret 1 dari 2 nama tersisa antara anak dan istrinya. Hati sang murid menjadi limbung. Tapi lambat laun, ia memutuskan mengangkat kapur dan mencoret nama anaknya. Tinggallah nama istrinya. Dan seketika itu pula sang murid tersedu, seolah memahami sistuasi sebenarnya dan mengalami pencerahan yang luar biasa.
Setelah suasana tenang, Sang Guru Bijak bertanya; “Kenapa kamu tidak memilih orang tua yang membesarkanmu? Tidak juga memilih anak dari darah dagingmu? Sedangkan istri itu bisa dicari lagi? Orang selalu berkata ada bekas istri atau bekas suami. Tapi tidak ada bekas anak dan bekas orang tua.” Sang murid itu menjawab, “Seiring waktu berlalu, orang tua saya akan pergi dan meninggalkan saya. Sedangkan anak jika sudah dewasa, ia akan menikah lalu pergi juga meninggalkan saya. Sedangkan yang benar-benar menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya. Orang tua dan anak bukan saya yang memilih, tapi Allah yang menganugerahkan. Sedangkan istri, sayalah yang memilih atas izin-Nya.”
Sang Guru Bijak pun membenarkannya sambil menambahkan pesan indah dalam mencari pasangan hidup. Pesannya; “Carilah pasangan, yang berjanji akan membangunkanmu, ketika fajar belum tiba.” Hikmah yang perlu pembuktian dalam pelaksanaannya, seiring doa indah Rasulullah ﷺ untuk pasangan yang berbahagia ini.
عن أَبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى وَأيْقَظَ امْرَأَتَهُ ، فَإنْ أبَتْ نَضَحَ في وَجْهِهَا المَاءَ ، رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّتْ وَأيْقَظَتْ زَوْجَهَا ، فَإن أبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ المَاءَ )) رواه أَبُو داود بإسناد صحيح
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang perempuan yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya.” (HR. Abu Daud, sanadnya sahih)
Tanpa mengurangi respek terhadap dalil birrul walidain dan tanpa mengurangi gebyar kewajiban mendidik anak yang sholih, semoga kita semua sadar peran pasangan; istri atau suami dalam kehidupan ini. Dan tentu kesadaran seperti ini akan lebih cepat membawa situasi samawa dalam keluarga. Dengan percikan-percikan air kasih sayang. Yang tulus dan murni. Bukan percikan kemarahan dan emosi. Hasilnya bahagia di dunia, dan sejahtera di surga. Insya Allah.
Sumber berita : https://ldii.or.id/pasangan/