Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Seiring zaman yang terus maju-melaju, bergerak-berputar, dengan generasi tangguh yang dilabeli milenial, realitasnya masih terlalu banyak bibit-bibit kekerasan yang tertabur di masyarakat. Tak terhitung di media, banyak di lingkungan sekitar, ada di dalam keluarga bahkan masuk ke bilik-bilik jiwa.
Bagi jiwa-jiwa yang sadar dan selalu waspada, situasi ini tidak memberikan pilihan lain kecuali mengimbangi bibit-bibit kekerasan ini dengan benih-benih lain yang bernama kedamaian. Dan tidak usah menunggu lama-lama untuk beraksi; menunggu sampai uang cukup, anak lulus sekolah, punya ini, itu dan lain-lain agar damai, tetapi sebaliknya belajarlah menemukan kedamaian di setiap langkah kehidupan. Entah saat makan, waktu kerja, dalam doa, lagi mandi, selalu lihat sisi-sisi damai dari setiap penggalan kisah pengalaman kekinian. Kedamaian adalah senyuman yang penuh rasa syukur di sepanjang perjalanan. Kedamaian bukanlah keadaan tanpa suara, melainkan kemampuan untuk tersenyum pada semua suara. Menikmatinya.
عن أبي ذر جندب بن جنادة، وأبي عبد الرحمن معاذ بن جبل، رضي الله عنهما، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: “ اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن” ((رواه الترمذي وقال حديث حسن )
Dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal radhiallahu’anhuma, dari ‘Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘” (Rowahut Tirmidzi).
Kehidupan; baik di dalam maupun di luar, bak air yang terus mengalir tidak ada yang bisa menghentikannya. Mirip siang dan malam, terus berputar sampai pada waktu yang telah ditentukan. Karena tidak bisa dihentikan, satu-satunya pilihan adalah menyatu dengan sang aliran waktu. Melawan aliran kehidupan, itulah penderitaan. Mengalir bersama waktu sang aliran, itulah kedamaian. Itu sebabnya, di tingkat kesempurnaan, istiqomah berarti istirahat di saat ini apa adanya. Pengertian istirahat sederhana, memeluk kekinian dan mendekap diri di sini, saat ini, apa adanya. Dalam bahasa lain, para guru sering menjelaskan sehingga bisa merasakan setiap matahari terbit adalah nyanyian harapan, dan ketika matahari tenggelam menjadi nyanyian kedamaian.
Bukan tanpa makna, kenapa dua per tiga bumi dicipta sebagai lautan. Ia penuh dengan maksud. Ia sarat petunjuk, penanda kehidupan. Yang Maha Kuasa menitahkan: “Dan jadikanlah (wahai Muhammad) kepada mereka tentang perumpamaan kehidupan dunia seperti air yang Kami turunkan dari langit,..” (QS Al-Kahfi:45).
Air, turun dari langit, jatuh ke bumi, berkumpul di sungai dan mengalir jauh yang akhirnya bermuara di laut. Kehidupan menyerupai samudera yang luas. Di permukaan ia memang penuh gelombang. Tapi di kedalaman yang dalam, yang ada hanya kedamaian yang menawan. Terinspirasi dari sini, belajarlah meninggalkan kehidupan yang penuh gelombang di permukaan seperti sedih-senang, duka-suka, dicaci-dipuji. Kemudian mulailah menyelam dalam-dalam ke dalam diri.
Caranya, setiap kali riak-riak, gelombang-gelombang pikiran dan perasaan itu muncul, saksikan mereka dengan penuh senyuman. Olahlah keriuhan kehidupan sebagai vitamin, bukan racun kehidupan, sehingga keriuhan memperkuat perjalanan spiritual. Menjadi spiritual adalah menjadi tenang dan damai. Hanya dalam ketenangan dan kedamaian kita bisa melaksanakan lebih banyak kebaikan dan kasih sayang. Kesuksesan adalah gelombang tinggi, kegagalan adalah gelombang rendah. Dan keduanya merunduk rendah diri begitu sampai di tepi memeluk pantai kedamaian yang sama.
Untuk itu, agar keseharian senantiasa damai, para guru bijak berpesan untuk mengalir bersama aliran sang kehidupan. Meminjam filsuf Heraclitus, tidak ada yang bisa melangkah di sungai yang sama dua kali. Simpelnya, setiap detik air sungai berganti. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan. Setiap detik kehidupan berganti. Dan mengalir membuat seseorang menyatu rapi dengan setiap berkah kekinian.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: «كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ» . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حياتك لموتك. رَوَاهُ البُخَارِيّ
Dari Abdullah Ibnu Umar beliau berkata: Rasululloh (ﷺ) pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau menyeberangi jalan (musafir).” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (Rowahul Bukhori)
Seni kedamaian adalah seni mengalir. Saat Anda sepenuhnya mengalir, Anda tidak saja mengalami kedamaian, tapi juga mengalami pencerahan serta kebersatuan. Semoga dengan kedamaian ini kita semua semakin tahu makna indah di balik Kalam Ilahi: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’du: 28)
Sumber berita : https://ldii.or.id/esai-mengalir/