Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Esai: Corona 1

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 31 Agustus 2020, 11:35:03

Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang

Menghadapi hiruk-pikuk kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, rasanya perlu membaca atsar indah berikut ini. Semoga dengan membaca tuntunan ini, membuka wawasan dan memiliki pemahaman yang paripurna. Bagaimana bersikap, seperti apa bertindak, sampai bagaimana berkomentar dan berbicara tentangnya. Sedikit panjang tapi sungguh mencerahkan.

Abdullah bin Abbas mengisahkan kala Umar bin al-Khaththab melakukan perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, beliau ditemui oleh para amir(pemimpin) kota-kota wilayah Syam, Abu Ubaidah dan para sahabatnya. Mereka mengabarkan bahwa wabah tha’un sedang melanda Syam. Umar berkata, “Kumpulkan kepadaku sahabat muhajirin yang pertama!” Umar memberitahu mereka bahwa wabah tha’un telah berjangkit di Syam lalu meminta pendapat mereka. Ternyata sahabat Muhajirin berselisih pendapat.

Sebagian mereka berkata, “Engkau pergi untuk suatu urusan dan kami tidak sepakat jika engkau kembali.” Sebagian lainnya berkata, “Bersamamu masih banyak rakyat dan para sahabat. Kami tidak sepakat jika engkau membawa mereka menuju wabah tha’un.” Umar berkata, “Tinggalkanlah aku. Tolong panggilkan sahabat-sahabat Anshar!” Aku pun memanggil mereka. Ketika dimintai pertimbangan, mereka berbeda pendapat seperti halnya orang-orang Muhajirin.

Umar berkata, “Tinggalkanlah aku!” Lalu ia berkata, “Panggilkan sesepuh Quraisy yang dahulu hijrah pada waktu penaklukan (Fathu Makkah) dan sekarang berada di sini!” Aku pun memanggil mereka. Mereka ternyata tidak berselisih. Mereka semua berkata, “Menurut kami, sebaiknya engkau kembali bersama orang-orang dan tidak mengajak mereka mendatangi wabah ini.” Umar berseru di tengah-tengah manusia; “Sungguh, aku akan mengendarai tungganganku untuk pulang esok pagi. Hendaknya kalian mengikuti!”

Abu Ubaidah bin al-Jarrah bertanya, “Apakah untuk menghindari takdir Allah?” Umar menjawab, “Kalau saja bukan engkau yang mengatakan itu, wahai Abu Ubaidah. Ya, kita lari dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Apa pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta yang turun di sebuah lembah yang memiliki dua lereng, salah satunya subur dan yang kedua tandus. Jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, bukankah engkau menggembalakannya dengan takdir Allah? Begitu pun sebaliknya. Kalau engkau menggembalakannya di tempat yang tandus, bukankah engkau menggembalakannya juga dengan takdir Allah?”

Ibnu Abbas berkata, “Tiba-tiba datanglah Abdurrahman bin Auf, yang sebelumnya tidak hadir karena keperluannya. Ia berkata, ‘Sungguh, aku memiliki ilmu tentang masalah ini. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika engkau mendengar wabah tha’un di sebuah negeri, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah tha’un terjadi di negeri yang engkau tinggali, janganlah engkau meninggalkan negerimu karena lari dari tha’un.” Ibnu Abbas berkata, “Lantas Umar memuji Allah, terus meninggalkan majelis. (Rowahu Shohihain)

Ketika ada tindakan pelarangan bepergian, sekarang kita faham. Ketika ada tindakan tidak evakuasi, kita jadi mengerti. Bahkan ketika ada ajakan untuk berjaga-jaga dan antisipasi, berbagi doa, pun kita memaklumi. Semua masuk ranah ikhtiar, bukan menentang qodar Ilahi.  Di tengah-tengah situasi seperti inilah kita, insya Allah dimampukan untuk memandang kejadian dengan sebenar-benarnya; sebagai azab, cobaan, musibah atau berkah.

Nah, sebagai selingan dalam situasi ini menarik menyimak obrolan anak saya, si kecil dan kakaknya. Dia tidak pusing dengan tetek-bengek terkait virus corona ini, dia hanya pusing satu hal, dari berbagai berita yang dia dengar dan baca. Katanya; “Mas, sejak kapan Co (Corona) dibaca Ko?” Kakaknya pun diam tak bersuara. Ada yang bisa bantu jawab?


Sumber berita : https://ldii.or.id/esai-corona-1/

built with : https://erahajj.co.id