Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, mengingatkan bahwa Indonesia akan menjadi negara besar jika mampu mengelola keberagaman dengan baik. Dengan lebih dari 1.300 suku dan 700 bahasa, perbedaan seharusnya menjadi kekuatan, bukan sumber konflik.
“Keunikan ini hanya dimiliki Indonesia. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, perbedaan bisa menjadi bencana, terutama dengan adanya pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (19/3).
Ia meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh hoaks dan fitnah di media sosial yang menyerang atau membenturkan ormas Islam. “Selama masih dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jamaah dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis, tidak perlu dipermasalahkan,” tegasnya.
Singgih juga menegaskan bahwa beragama adalah hak asasi yang fundamental. Setiap umat Islam bebas memilih ormas keagamaan tanpa adanya intimidasi dari pihak lain. “Memecah belah bangsa dengan isu agama tidak relevan dalam era demokrasi dan reformasi,” katanya.
Ia mengingatkan para pemuka agama agar tidak berselisih, karena konflik di tingkat elite dapat menimbulkan keresahan di masyarakat dan menghambat pembangunan nasional.
Senada dengan hal itu, Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menegaskan bahwa perbedaan dalam memahami agama adalah hal wajar, terutama di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. “Kita harus memperkecil jurang perbedaan dan menyamakan cara pandang agar bangsa tetap bersatu,” ujarnya.
Menurutnya, setiap agama—bahkan dalam internal agama itu sendiri—memiliki perbedaan. Namun, tujuannya tetap sama, yaitu menjaga keutuhan NKRI dengan menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, dan kebhinnekaan.
Chriswanto juga mengingatkan bahwa setiap ormas memiliki doktrin masing-masing untuk memperkuat keyakinan komunitasnya. “Masalah muncul ketika ruang privat ormas disebarluaskan ke media sosial dengan niat tidak baik, yang justru dapat memecah belah bangsa,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat dan para pemuka agama untuk lebih bijak dalam menanggapi informasi negatif di media sosial. “Tidak seharusnya sesama ormas menindas satu sama lain atas nama agama. Kebenaran yang dilihat hanya dari kacamata mayoritas dapat berujung pada ketidakadilan terhadap minoritas, yang bertentangan dengan nilai agama dan Pancasila,” tutupnya.
- Bertutur Kata yang Baik sebagai Fondasi Akhlakul Karimah
- Ketua Umum DPP LDII Apresiasi Kebijakan Presiden Prabowo Terkait Penyelenggaraan Ibadah Haji
- Setiap Orang Menjadi Guru, Setiap Rumah Menjadi Sekolah
- Silaturahim Syawal, Ketum LDII Soroti Peran Media dalam Menghadapi Era Post Truth
- Pererat Silaturahim, Ketua LDII Bali Hadiri Halalbihalal MUI Bersama Gubernur dan Tokoh Lintas Agama
- Sejarawan Undip: Indonesia Harus Tetap Jadi Pemain Strategis di Tengah Ketegangan Global
- LDII Kerahkan 450 Personel untuk Rukyatul Hilal Awal Ramadan dan Syawal 1446 H
- Gelar Salat Idulfitri, Ketua LDII Bali Ingatkan Akhlak yang Baik Dimulai dari Perkataan yang Baik
- Pesan Idul Fitri dari Ponpes Wali Barokah Kediri: Dukung Visi dan Program Kepala Daerah Lewat Kontribusi Nyata
- Ketua Umum DPP LDII Ajak Masyarakat Manfaatkan Idul Fitri untuk Membangun Demokrasi dan Akhlak Bangsa