Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Memaafkan

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 06 Mei 2023, 09:38:00

Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Idul Fitri identik dengan hari bermaaf-maafan. Bahkan lagu-lagu yang bergema pun selalu melantunkan tema yang sama; indahnya bermaafan. Namun ternyata, dari ribuan orang merayakan lebaran atau yang berduyun-duyun mudik untuk lebaran, banyak jiwa yang belum bisa memaafkan. Banyak diri yang masih terbakar rasa marah, dengki yang membinasakan. Bukan hanya membakar sekitar, tapi diri sendiri namun tidak merasa. Ada sebuah kearifan tua yang perlu diulang lagi di sini, bunyinya; “Teruslah belajar memaafkan. Bukan karena orang lain penting, tetapi karena kedamaian Anda sangatlah penting.”

Ternyata hal ini terkait erat dengan pelaksanaan ibadah puasa. Karena kita semua masih ingat harapan dengan berpuasa adalah menjadi orang yang bertakwa dan sisi lain dari orang yang bertakwa adalah berani dan suka memaafkan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”(QS Al-Baqarah:183)

وَسارِعُوا إِلى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّماواتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ إِذا فَعَلُوا فاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135) أُولئِكَ جَزاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها وَنِعْمَ أَجْرُ الْعامِلِينَ (136)

“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) manusia. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengumpuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.” (QS Ali Imran:133 – 136)

Boleh dikatakan, di masa sekarang ini, pemahaman manusia akan pentingnya memaafkan terus berkembang bahkan lebih dalam lagi. Memang, tanpa keberanian dan ketulusan untuk memaafkan, jiwa mana pun pertumbuhannya akan sangat terhalang. Seperti pohon yg terhalangi pohon lain, ia tidak akan tumbuh tinggi. Mereka yang gagal memaafkan selama puluhan tahun tubuhnya dikunjungi berbagai penyakit kronis bahkan kanker ganas. Hubungannya dengan orang dekat dibakar oleh masalah. Ada yang mendengar bisikan bunuh diri. Tidak sedikit yang tidak bisa makan kendati uangnya sangat berlimpah. Banyak juga yang sulit mendapatkan rezeki. Kegagalan memaafkan seperti tembok tebal dan tinggi yang membuat seseorang gagal menemukan wajah kehidupan yang indah penuh kesembuhan, keberlimpahan dan kedamaian. Oleh karena itu, dalam hidup ini seharusnya tidak menyisakan pilihan lain selain ruang belajar seni memaafkan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم

Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada orang lain) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).” (HR Muslim)

Memaafkan sepertinya sederhana, tapi bisa jadi sangat membingungkan di lapangan. Jika mendekap orang yang melukai, jangan-jangan ia akan tambah melukai. Bila mendekati orang menghina, bukan tidak mungkin ia akan besar kepala. Seumpama orang mencerca dimaafkan, ia tidak akan tahu kalau yang dilakukan telah melukai hati banyak sekali orang. Ketika memaafkan, hati yang sakit akan terasa tambah sakit. Itulah kebingungan tentang memaafkan yang kerap terjadi di lapangan. Ujungnya, banyak sahabat yang berniat mulia mau memaafkan kemudian mengurungkannya.

Ada tip mujarab agar para sahabat sehat dan selamat, dalam belajar memaafkan. Pertama, bacalah kompas petunjuk arah perjalanan di dalam. Jika di dalam terasa sangat sering terluka, lebih-lebih sangat peka, belajar memaafkan hanya di dalam hati saja. Kenali jejaring penderitaan orang yang melukai. Dari masa kecil yang bermasalah, keluarga yang penuh musibah, sampai sekolah yang bikin tidak betah. Dan di balik rasa sakit yang mereka timbulkan bukan kejahatan, tapi jiwa yang sangat terluka. Jiwa yang sangat terlukalah yang secara tidak sadar membuat orang ini menyakiti Anda. Setelah jejaring penderitaannya terbuka, bisikkan di alam doa semoga orang ini sehat dan selamat. Dari Abu Darda RA, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Tidaklah seorang hamba muslim yang mendoakan saudara (seiman)-nya dengan sembunyi-sembunyi kecuali malaikat akan katakan bagimu seperti apa yang diucapkan.” (HR Muslim)

Doa semacam ini akan menyembuhkan ke luar dan ke dalam, dengan catatan mendalami anatomi rasa sakit di dalam. Seseorang jiwanya terluka tidak saja karena reaksi orang dari luar, tapi juga karena sempitnya ruang-ruang pengertian di dalam. Dari pikiran sempit picik yang memaksa diri selalu benar serta menyebut orang lain selalu salah serta perasaan tertekan dari masa kecil yang membuat para sahabat terlalu mudah terluka. Jika sabar; tidak dendam dan tidak melawan, akan segera tumbuh bunga keindahan dan kedamaian.

Pilihan kedua dengan cara mencari sisi positif; husnudhon billah, belajar komunikasi telepatik yang sehat. Praktisnya, sesering mungkin bayangkan sisi baik dari orang yang melukai. Entah pernah dikasih uang, dipinjami barang, diajak makan, atau malah pernah diselamatkan. Panggil memori indah bersama orang melukai ini sesering mungkin. Para sahabat yang suka berdoa cobalah panggil lagi memori indah tentang orang yang melukai. Lebih terang memori itu muncul lebih bagus. Bayangkan bibirnya yang tersenyum. Visualisasikan wajahnya yang tulus saat membantu Anda. Ingat juga rasa bahagia Anda ketika dibantu. Itu sangat membantu. Persis seperti cara doa tiga orang yang terjebak di dalam gua. Dalam model seperti ini, tidak sedikit orang yang menghina, mencerca, menimbulkan luka, malah datang tanpa diudang, kemudian menceritakan rasa bersalah serta meminta maaf secara sangat mendalam. Inilah bentuk solusi memaafkan yang menang-menang. Kedua belah pihak terasa terang, tenang dan menang. Jangan lupa untuk terus menjaga tren positif jenis ini dengan selalu husnudhon billah; menjaga pikiran baik serta indah di sepanjang perjalanan.

Ketiga, selama di dalam masih terbakar dan terluka, jauhi tempat dan lingkungan yang memungkinkan seseorang mengingat kembali luka jiwa yang ada. Ingatkan diri lagi dan lagi, ketika Anda menjauh dari orang melukai, Anda tidak saja sedang menjaga diri. Tapi juga menjaga orang lain dari kemungkinan untuk melukai. Dengan kata lain, dampak positifnya terjadi di kedua belah pihak. Kondisi ini mirip sekali dengan psikologi taubatnya seorang pembunuh yang membunuh 100 orang, kemudian meninggal di perjalanan menuju kampung shalih. Atau secara umum seperti gambaran wasiat Rasulullah yang indah ini.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Muslim)

Ada sebuah cerita seorang yang lama jiwanya terluka, menyembuhkan diri selama bertahun-tahun dalam kesendirian, bersahabatkan istirahat dan jeda serta memaafkan alhamdulillah sembuh total. Ia menunggu sampai pihak yang melukai punya acara super penting. Ketika orang yang pernah sangat melukai mantu (putrinya menikah), ia datang tanpa diundang sama sekali. Tidak sedikit orang yang kaget di sana. Tapi jiwa yang sembuh karena memaafkan membuat sahabat ini sangat tenang. Kemudian berbagi vibrasi indah tidak saja pada jiwa di dalam, tapi juga bervibrasi indah pada lingkungan sekitar. Ini yang sering disebut sebagai berceramah melalui sikap yang indah. Ceramah tanpa suara namun berbagi banyak cahaya.

Di tengah dunia yang ditandai oleh banyak kekerasan mengerikan, tanpa kearifan memaafkan tentu semakin banyak perjalanan jiwa jadi celaka. Tanpa keberanian spiritual untuk memaafkan, mata rantai kekerasan ini akan terus berlanjut tanpa henti. Bahkan bisa memproduksi kekerasan dalam skala yang jauh lebih besar. Makanya di dunia memaafkan, sering terdengar pesan seperti ini: “Memaafkan memang tidak mengubah masa lalu. Tapi memaafkan secara meyakinkan bisa mengubah masa kini jadi jauh lebih indah dan damai.”
Semoga dari sini kita memahami sepenuh hati, kenapa di malam I’tikaf untuk mendapatkan lipatan amal 1000 bulan di malam qadar, kita diperintahkan membaca doa ini, yang hanya berisi maaf, maaf dan permaafan.

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau mencintai permaafan, maka maafkanlah hamba –Mu ini.” [HR at-Tirmidzi].

Dan tak lupa, di kesempatan baik ini, diri yang hina ini, plentis yang tak tahu budi, yang sering menulis tanpa kendali dan basa-basi, sehingga banyak yang tersakiti, mohon maaf yang hakiki, lahir dan batin. Taqabbalallhu minna waminkum. Semoga kita semua terus istiqamah dan berpacu dalam kebaikan, sampai husnul khatimah. Amin.

The post Memaafkan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.


Sumber berita : https://ldii.or.id/memaafkan-2/

built with : https://erahajj.co.id