Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Sebagian dari guru-guru kehidupan, dengan kedalaman kontemplasinya, sering berujar penuh kewibawaan perihal gambaran kehidupan. Misalnya dalam menyikapi dan mendalami pemahaman ayat indah berikut;
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imraan:14)
Ada yang mengambil jalan kehati-hatian dalam meniti kehidupan ini. Jangan sampai salah atau terjebak dengan muslihat di dalamnya. Maka, salah satunya berujar dengan menggambarkan perputaran roda kehidupan ini semacam alun gelombang di laut. Ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Naik-turun, bergerak, bergoyang, menggelinding dan terus bergerak. Dan pada akhirnya, terhempas indah dihamparan lembut pasir pantai, pelukan rindu akan terminal akhir daratan pemberhentian. Kemudian datang ombak yang lain. Silih berganti. Yang naik disebut masa-masa senang penuh kebahagiaan, sedangkan yang turun, orang cenderung menyebutnya masa-masa sulit, penuh penderitaan.
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.“ (QS Al-Fajr : 15-16).
Oleh karena itu, bisa dipastikan setiap orang pernah mengalami masa-masa sulit dalam kehidupan ini. Ada masa sulit dalam membina rumah tangga; dimulai dengan susah mencari pasangan, ketika dapat ternyata tidak bisa akur dengan istri, direcoki mertua terus, kesulitan mendidik anak-anak atau ketemu tetangga yang berisik dan usil. Ada juga yang mengalami masa sulit dalam meretas karir; tidak naik-naik jabatan, digeser melulu atau dipindahkan ke tempat “buangan”. Bahkan ada yang dibangkupanjangkan, tanpa sebab yang jelas. Ada masa sulit menjaga kesehatan, ada masa paceklik berusaha, atau kehidupan pribadi lain yang menjengkelkan, plus meresahkan. Kebanyakan setuju, kalau masa-masa sulit ini bukanlah keadaan yang diinginkan.
إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ (7) وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada kebaikan/harta.” (QS Al-Aadiyat: 6-8)
Sebagian orang bahkan berdoa, agar sejarang mungkin dikunjungi oleh keadaan-keadaan sulit, susah, sedih dan sejenisnya. Walau sebenarnya bukan itu maksud diajarkannya doa-doa perlindungan itu. Namun, tidak mengapa punya persepsi yang demikian. Sebagian lagi, yang dihinggapi oleh kemewahan hidup ala anak-anak kecil, malah mau membuang jauh-jauh, atau lari sekencang-kencangnya dari godaan hidup bernama kesulitan dan penderitaan ini. Dalam praktiknya sering melempar kesalahan kepada pihak lain, alih-alih menerima dan bertanggung jawab.
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran (kebaikan), mereka berkata, “Ini adalah karena (usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Al-A’raf:131)
Sayangnya, sekencang apapun kita menjauh dari yang namanya kesulitan, serapat apapun kita bersembunyui dari penderitaan, sedalam apapun kita mengubur kesusahan, dengan maksud menghindar, ia tetap akan menyentuh badan dan jiwa ini. Kesulitan dan penderitaan pasti menyapa di waktu-waktu ketika ia harus datang berkunjung. Tanpa pemberitahuan dan undangan, tentunya. Rumus besi kehidupan seperti ini, memang berlaku pada semua orang, bahkan juga berlaku untuk seorang raja dan penguasa yang paling berkuasa sekalipun. Tak terkecuali, namun dengan kadar dan level yang berbeda.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid:22)
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ () الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ () أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Dan niscaya sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqoroh 155-157).
Sadar akan hal inilah, saya sering mendidik diri untuk sabar dan ikhlas, ketika kesulitan datang berkunjung. Tetap tegar dan ceria. Syukur-syukur bisa tersenyum di depan kehidupan sambil memeluk kesulitan, sebagai buah kesabaran dan kembangnya istirja. Tidak dibuat sakit dan frustrasi saja, sudah sangat bersyukur dan bahagia. Pelukan-pelukan kesabaran dan kebajikan seperti inilah yang diperlukan ketika cobaan, musibah, kesulitan, penderitaan atau apalah semacam itu datang berkunjung. Besar maupun kecil. Sakit, sulit dan sedih memang, tapi karena ia sudah saatnya datang berkunjung, dan kita tidak punya pilihan lain terkecuali membukakan pintu rumah kehidupan, maka seterpaksa apapun hanya kesabaran dan keikhlasanlah satu-satunya modal berguna dalam menghadapi semua ini.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At-Taghobun:11)
Senyum penerimaan terhadap kesulitan memang terasa kecut di bibir. Berasa asam di mulut dan terdengar panas di telinga. Dan sebagaimana logam yang sedang dibuat menjadi ornament indah, kesulitan memang terasa seperti semprotan panasnya api mesin las, ngilunya dihajar oleh godam berkali-kali, kencangnya cubitan tang yang menyayat, menyakitkannya goresan-goresan amplas kasar, atau malah tidak enaknya bau cat yang menyelimuti seluruh badan ornament logam. Semua tahu, kalau badan dan jiwa ini kemudian akan menjadi ‘ornament logam’ yang lebih indah, lebih tinggi derajatnya dari sebelumnya.
( إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ ) رواه أبو داود
“Sesungguhnya seorang hamba ketika didahului kedudukan di sisi Allah, dimana amalannya tidak sampai (kepadaNya), maka Allah akan mengujinya di badan atau harta atau anaknya.” (HR. Abu Dawud)
Tetapi tetap saja ada sisa-sisa ketakutan, trauma, keengganan yang membuat kita manusia ingin selalu menghindar dari kesulitan. Kalau bisa. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan doa, diiriingi sikap yang amat sempurna dalam hal ini; yakin dengan khaufan wa thama’an. Teladan indah dalam hal ini tentulah kisah Ummi Salamah sebagai periwayat hadits berikut ini. Ketika Abi Salamah meninggal dunia, Ummi Salamah pun mengamalkan doa ini. Dan sebagai jawaban dari mustajabnya doa ini, akhirnya Ummi Salamah diperisitri Rasulullah, sebagai gantinya Abi Salamah.
“مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أجُرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها، إلا آجَرَهُ اللَّهُ مِنْ مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا” قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفي أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ: رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Seorang hamba yang ditimpa musibah, lalu mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahumma’jurni fi mushibati wa akhlif li khairan minha (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita dikembalikan. Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku ini dan berilah ganti kepadaku dengan yang lebih baik darinya), niscaya Allah akan memberi ganjaran padanya dalam musibahnya dan akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya.” (HR Muslim).
Setelah diskusi panjang tentang alun penderitaan dengan model dan dinamikanya, seorang sahabat yang sudah tercerahkan dengan jujur mengirim kesimpulan indah menyejukkan; ‘Manusia menderita itu biasa, tetapi menarik pelajaran dari penderitaan itu baru luar biasa’. Subhanallah…! Semoga kita semua benar-benar menjadi hamba yang ihsan, penuh pertolongan dan perlindungan dariNya. Amin.
The post Alun Penderitaan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/alun-penderitaan/