Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Pohon ini tumbuh di sisi lapangan komplek perumahan, persis sebelum masuk ke gang rumah. Selain rindang, pohon ini juga menjulang. Dan yang saya suka adalah kondisinya yang sekarang meranggas. Karena itu menandakan sesuatu, tentang alam dan sekitarnya. Biasanya masuk panca roba. Dialah pohon mahoni, yang pantas dijadikan renungan di waktu senggang.
Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35–40 m dan diameter mencapai 125 cm. berasal dari Hindia Barat. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Anak saya suka memainkan biji buah ini yang piawai terbang untuk mainan.
Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47 – 69 persen, sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air. Sayang, cuma ada sebatang yang tumbuh besar.
Buah mahoni mengandung flavonoid dan saponin. Buahnya dilaporkan dapat melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini sebagai obat, mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas, mencegah penyakit sampar, mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah. Yang jelas pahit jika dicecap.
Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah tanaman yang baru, karena sejak zaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, Pohon Asam, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan yang dibangun oleh Daendels antara Anyer sampai Panarukan. Sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak. Ekstrak biji pohon mahoni juga dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama pada pertanaman kubis, yaitu Plutella xylostella dan Crocidolomia binolalis khususnya pada saat hama berada pada stadia larva. Penggunaan insektisida botani merupakan salah satu alternatif pengendalian yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintetik yang tidak bijaksana.
Banyak manfaat, dari yang tak terlihat. Banyak guna dari yang tak bermakna. Allah menciptakan sesuatu tidaklah sia-sia. Hanya perlu merenung dan sedikit usaha untuk membukanya. Semoga dalil ini menggugaj untuk menanam pohon-pohon lain selain mahoni di sekitar kita. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَ مُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda, “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Ma’bad berkata, “Seorang muslim.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat.” (HR Muslim)
The post Mahoni appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/mahoni/