Oleh: H. Wilnan Fatahillah, Anggota Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII
Puasa Asyura, tepatnya pada hari kesepuluh di bulan Muharram, merupakan ibadah yang sudah lama dilakukan sebelum Islam. Pada masa jahiliyyah, suku Quraisy sudah meaksanakan puasa ini. Selama 13 tahun kenabian di Mekkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta umat Islam pun mengerjakannya. Hal ini tertera dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ’Aisyah Radhiyallahu ’anha, beliau berkata :
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِه
Artinya: “Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari Asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.”(HR. Bukhari)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi, juga berpuasa Asyura. Mereka berpuasa itu, sebagai bentuk pengagungan terhadap agama mereka, untuk mengenang dan memperingati momentum kemenangan Nabi Musa dan Bani Israil atas Firaun. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, merasa lebih berhak untuk mengagungkan puasa tersebut daripada orang-orang Yahudi.
Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan kepada umat Islam saat itu untuk melaksanakan puasa Asyura. Sampai akhirnya pada tahun ketiga Hijriyah, turunlah kewajiban berpuasa di Bulan Ramdahan dan puasa Asyura menjadi puasa sunnah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّه بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ
Artinya : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu mementingkan untuk dapat mengerjakan puasa Sunnah pada tanggal 10 Muharram atau yang dikenal dengan puasa Asyura. Bahkan beliau bercita-cita menambah satu hari lagi, yakni tanggal 9 Muharram. Namun, beliau belum sempat melakukakannya karena wafat menghadap Allah SWT. Sebagaimana riwayat hadits berikut ini:
صَامَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.”(HR. Muslim)
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Artinya: “Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan.”(HR. Muslim)
Berpuasa Sunnah Asyura, bukan hanya sekedar menghidup-hidupkan sunnah, namun dapat melebur dosa-dosa satu tahun sebelumnya. Sebagai umat Islam, disamping bangga dengan puasa Sunnah ini, juga diharapkan dapat melaksanakan cita-cita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga merupakan bagian dari Sunnah.
Sunnah tersebut berpuasa pada tanggal 9 Muharram, sekaligus menjadi pembeda puasa Asyura umat Yahudi dengan umat Islam. Sebagaimana hadits dibawah ini:
عَنْ عَطَاء أَنَّهُ سَمِعَ ابْنِ عَبَاسٍ يَقُوْلُ: وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا التَّاسِعَ وَ الْعَاشِرَ
Artinya : “Dari ‘Atha’, dia mendengar Ibnu Abbas berkata: ”Selisihilan Yahudi, berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh.” (HR. Abdurrazak
The post Perkuat Sunnah dengan Puasa Asyura appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/perkuat-sunnah-dengan-puasa-asyura/