Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Mari luangkan waktu sejenak. Duduk santai, sambil ngopi atau ngeteh, untuk menikmati dan meneliti sebuah berkah ayat. Tak lain untuk menambah panjang daftar pemahaman. Juga untuk membuka tabir sisi lain yang indah, yang mungkin belum terjamah selama ini. Mengusir gelap ketidaktahuan dengan cahaya pemahaman yang terang-benderang. Ayat itu adalah ini:
مَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan (sedang-sedang saja) dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba-lomba dalam kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS Fathir: 32)
Menyisir sisi lain dari latar belakang ayat ini, mari komparasikan dengan dinamika kehidupan. Terutama di dunia bisnis dengan korporasi dan sistem kerjanya. Di awal, tengah dan akhir tahun, di dunia korporasi terus-menerus sibuk menghitung pencapaian. Bagian pemasaran sibuk menghitung ceruk pangsa pasar, berapa kue yang didapatkannya. Di bagian penjualan tak kalah sibuk, mereka mengukurnya dengan target minimal sama dengan tahun lalu. Di bagian keuangan membandingkannya dengan bujet, antara realisasi pengeluaran dan estimasi sebelumnya. Di bagian produksi tak lupa selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas, dan sumber daya manusia teliti sekali dengan kepuasan karyawan. Di rumah tangga juga serupa, sebagian besar manusia sibuk sekali membandingkan pencapaiannya dibandingkan dengan orang lain. Kadang malah tidak menyisakan waktu untuk memikirkan yang lain, hanya pencapaian dan pencapaian.
Sebenarnya tidak berbeda juga dalam dunia spiritual melihat kisah indah berikut ini, melengkapi romantika di atas.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ. فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ ». قَالُوا يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلاَ نُعْتِقُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً ». قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »
Dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadis Qutaibah- bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.” Abu shalih berkata, “Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!“ (HR. Muslim)
Demikian besarnya energi manusia di zaman ini untuk disebut lebih dibandingkan yang lain, hingga bisa menjadi hulu bagi banyak petaka kehidupan seperti bunuh diri dan korupsi. Jepang adalah guru bermakna. Kemajuan ekonominya memang fantastis, tetapi di sini angka bunuh dirinya tinggi sekali. Barat adalah guru yang lain. Pencapaian keuangannya tiada bandingan, tetapi krisis Eropa membuka banyak tabir bahwa keuangan bukan segala-galanya. Amerika apalagi, penembakan hampir terjadi setiap hari. China yang gagah dan sedang tumbuh berdiri, juga melengkapi contoh-contoh di atas. Tidak ketinggalan Korea Selatan, yang berrnasib serupa. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” [QS Hûd:15-16]
Sebagian sahabat yang sudah menua secara kejiwaan ataupun spiritual tahu, di titik tertentu manusia memerlukan ukuran pencapaian yang lebih dalam. Pembandingan dengan orang lain memang sejenis energi pemacu, tetapi memeluk lembut setiap pengalaman kekinian dengan kasih sayang adalah gerbang menuju kesempurnaan. Allah berfirman:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)
Dalam filosofi Timur ada cerita tentang pencapaian kehidupan mengagumkan seorang manusia bernama Svetaketu. Ciri dominan Svetaketu adalah hormat sekali pada orang tua. Suatu waktu anak muda ini harus belajar dari seorang Guru atas permintaan orang tuanya. Demikian tekunnya sehingga ia cepat lulus. Merasa harus membahagiakan orang tua, sebelum pulang kampung ia ikut lomba debat di berbagai penjuru negeri. Dan, ia sering menang sehingga terkenal. Begitu terkenal, ia pulang menjumpai orang tuanya dengan harapan melihat orang tua bahagia. Ternyata sesampai di kampung, orang tuanya menangis sedih sekali. Ayahnya berucap tersendat-sendat, “Bukan itu yang Bapak minta pelajari, sekali lagi bukan.” Dengan polos anak muda ini berkata, “Guru menyebutkan bahwa beliau sudah tidak punya lagi hal yang bisa diajarkan.” Dengan tatapan mata manusia bijaksana, Bapak ini mengelus Svetaketu sambil berbisik, “Sekarang balik ke Guru, minta diajarkan hal-hal yang tidak bisa diajarkan.”
Begitu Gurunya mendengar pesan demikian, pemuda yang sempat congkak karena cepat lulus, pintar, menang debat dan terkenal ini kemudian diminta pergi ke hutan rumput yang jauh dan tanpa penghuni bersama dua pasang domba. Kapan saja dombanya sudah berjumlah seribu, baru ia boleh balik, demikian permintaan Gurunya. Tentu saja, anak muda ini frustrasi. Bulan pertama ia menghabiskan waktu hanya memaki. Tahun pertama, kebanyakan menangis. Namun, di tahun kedua ia mulai mengenal bahasa domba; di tahun ketiga, bersentuhan dengan hukum rerumputan; di tahun ke empat, mengerti bahasa-bahasa langit; dan di tahun ke lima, mulai mengerti rahasia-rahasia cahaya. Anehnya, setelah rahasia cahaya terbuka, dombanya dihitung ternyata berjumlah seribu. Begitu balik membawa semua domba, giliran Gurunya sujud hormat sambil tiarap di kaki Svetaketu karena sudah mengalami pencapaian agung yang bahkan Gurunya pun belum mencapainya.
Sementara banyak orang bingung (kaya salah miskin salah, pintar salah bodoh apa lagi), dalam kehidupan seorang Svetaketu, semua kegelapan kebingungan lenyap ditelan cahaya terang benderang pemahaman mendalam. Beda paling mendasar cuma satu, kebanyakan orang mau memahami hanya dengan mendengar, berdebat, membaca. Namun, orang dengan pencapaian kehidupan yang mengagumkan seperti Svetaketu, pemahaman ditemukan melalui pelaksanaan. Sebuah wajah pemahaman yang paling dalam. Bila pemahaman orang kebanyakan mudah sekali diterjang ombak lupa, dibawa pergi oleh kebencian dan kemarahan, ditelan habis oleh ambisi pribadi yang rendah, dalam pemahaman melalui pelaksanaan semuanya tegak dan kokoh. Serupa akar pohon bambu, tidak ada angin yang bisa mencabutnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ فُلَانَةً تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ، وتفعلُ، وتصدقُ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا؟ فَقَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا خَيْرَ فِيهَا، هِيَ من أهل النار قَالُوا: وَفُلَانَةٌ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ، وَتَصَّدَّقُ بِأَثْوَارٍ، وَلَا تُؤْذِي أَحَدًا؟ فَقَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Dikatakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang wanita) rajin mendirikan shalat malam, gemar puasa di siang hari, mengerjakan (kebaikan) dan bersedekah, tapi sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka.” Mereka (para sahabat) berkata (lagi): “Fulanah (lainnya hanya) mengerjakan shalat wajib, dan bersedekah dengan beberapa potong keju, tapi tidak (pernah) menyakiti seorang pun.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dia adalah penghuni surga.” (HR Bukhari, al-Adab al-Mufrad)
Untuk itu, mudah dipahami bila sejarawan agama terkemuka tingkat dunia Karen Amstrong dalam karya terakhirnya berjudul Compassion berpesan, compassion (kasih sayang) sebagai sumber kesembuhan, kedamaian dan kebebasan hanya bisa dimengerti mendalam oleh ia yang melaksanakannya. Dalam bahasa orang tercerahkan, ada perbedaan mendasar antara ingin pergi, sudah pergi serta telah sampai. Pemahaman intelek sejujurnya baru ingin pergi. Pelaksanaan dengan penuh ketekunanlah yang membuat seseorang sudah pergi. Dan, ciri orang yang telah sampai sederhana, yakni memeluk lembut kekinian dengan kasih sayang. Dalam bahasa Konfusius, “Bila mau membangun diri sendiri, cobalah temukan cara melalui membangun orang lain.” Inilah wajah ganda pencapaian agung (pencerahan). Begitu keheningan di dalam terbuka rahasianya, ia melahirkan kerinduan untuk berbagi dan menyayangi. Di puncak rukun islam yang kelima, mengenai haji, kita bisa membaca dengan terang-benderang maksud dari semua ini, sebagaimana diriwayatkan sahabat Jabir.
عن جابر رضي الله عنه قال : سئل رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ما بر الحج ؟ قال : ” إطعام الطعام ، وطيب الكلام “
Dari Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.” (HR Hakim).
The post Svetaketu appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/svetaketu/