Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Ihsan

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 30 Juni 2022, 05:18:32

Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Ada cerita yang sama, mengalir melalui obrolan dari hati ke hati para sahabat paruh baya, yang hidupnya sudah mapan dan terbilang sukses dalam karir ataupun usahanya. Ada seorang sahabat kaya-raya mengeluh, dulu saat miskin tidak bisa makan daging karena tidak punya uang. Sekarang saat kaya lagi-lagi tidak bisa makan daging karena keburu stroke. Yang jadi pejabat juga serupa. Dulu saat kuliah semangkok soto adalah kemewahan, sekarang semangkok soto adalah pantangan. Apalagi soto betawi yang full santan dan daging asli. Inilah salah satu ciri kehidupan modern saat ini. Menyikapi hal ini seorang sahabat berbaik hati berbagi pesan sarat energi: masa lalu penuh hantu penyesalan, masa depan berisi setan ketakutan, masa kini dikotori racun keluhan. Hasilnya, manusia seolah tidak pernah libur dalam hidupnya. Sibuk berkejaran, berkejaran dan berkejaran. Tidak ada hentinya. Tak pernah istirahat. Tidak menikmati dan kurang mensyukuri. Apa yang diberikan Sang Maha Pencipta belum cukup, belum disadari dan belum dioptimalkan.

وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan sebagian dari rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya (pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur“. [QS Al Qashahs: 73].

Itu sebabnya, hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua kalangan adalah hari libur. Tidak tua, tidak muda, tidak kaya, tidak miskin, yang bekerja, yang nganggur atau pension, tetap saja suka mendengar kata libur. Dalam bahasa Inggris ia disebut holiday. Penafsiran intuitifnya adalah hari suci. Ia disucikan karena menjadi waktu tepat untuk “istirahat”. Terlepas dari beban dan rutinitas yang membelenggu. Bebas melakukan aktifitas sesuai keinginannya. Ada lagi hari di mana nyaris semua manusia libur adalah hari minggu. Bahasa Inggrisnya, Sunday, hari terang-benderang karena batin “istirahat”, setelah enam hari berjibaku dan bergulat secara fisik dan emosi. Semua ini menyingkap makna, peradaban sudah demikian kelelahan mengejar kemajuan dan tingginya kemauan. Serupa mesin, bila terus lari, ada saatnya panas tak terhindarkan. Keadaan batin yang panas inilah yang bertanggung jawab atas penuhnya rumah sakit jiwa, angka bunuh diri yang meningkat, konflik, stres, kriminalitas yang terus memburuk dan angka perceraian yang terus meninggi. Kini saatnya perlu liburan dan istirahat. Banyak yang melupakan dan lupa siklus dan rumus pendek istirahat kehidupan.

وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu di waktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan“. [QS Ar-Rum: 23]

Karena itulah, banyak sahabat di Barat pergi ke Timur, berkenalan dengan meditasi, yoga, dzikir dan ajaran spiritual lainnya. Intinya sederhana, kerongkongan jiwa yang dahaga mencari air jernih spiritualitas. Ironisnya, yang dari Timur justru ke Barat. Itulah putaran kehidupan. Tidak bisa ditolak. Sesuai khithahnya. Tidak saja awam, ilmuwan pun serupa. Carl Jung, Daniel Goleman, Thomas Bien di psikologi, Fritjof Capra dan David Bohm di fisika, Fransisco Varela di biologi hanya sebagian nama yang masuk dalam klasifikasi ini. Dulu psikologi dan biologi menjadi dua disiplin yang nyaris tanpa jembatan, sekarang keduanya terhubung rapi melalui jembatan spiritualitas. Apa pun bentuk dan pendekatannya, semua lapar mencapai keadaan batin yang istirahat. Bahasa kesehariannya, semua mau libur. Padahal, warisan tua sudah terang benderang menjelaskan;

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat“. [QS An Naba: 9]

Di dunia yang penuh nuansa panas ini, ternyata itu belum cukup. Belum cukup atau ketidakmautahuan, itu yang sebenarnya.

Seorang sahabat yang tinggal di Bali bertutur dengan indah. Di sana, berlimpah jumlah sahabat dari Barat yang mencari tempat istirahat. Tidak saja yang bermasalah hidupnya yang mencari tempat istirahat, yang kaya pun mencari tempat istirahat. Dan, sebagaimana diceritakan banyak sahabat dari Barat yang sudah berkali-kali datang ke Bali, selalu saja ada yang kurang dan hilang. Dalam bahasa kejiwaan, the feeling of being incomplete. Perasaan tidak komplet ini sejujurnya mengejar kita sejak berumur kanak-kanak. Mimpi basah saat kanak-kanak, mencari pacar tatkala remaja, mau menikah manakala dewasa, mau lebih dan lebih lagi di tempat kerja, bahkan di tempat berdoa pun masih penuh permintaan, ini semua menjadi ciri utama jiwa yang tidak pernah komplet. Salah satu jiwa dewasa yang pernah lahir di Barat bernama Franz Kafka, ia pernah berpesan: the secret of life is to stop. Rahasia kehidupan baru terbuka tatkala manusia belajar berhenti berkejaran. Dalam hal ini, nasihat Indah ini perlu direnungkan.

عَنِ البَرَّاء بنِ عَازِب، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (( إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأْ وُضُوءَكَ للصَلاةِ، ثُمَّ اضْطَّجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلْ: اللهُمَّ إِنِّي اَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَ فَوَضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَ أَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَ رَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَا منك إَلاّ إِلَيْكََ ، أَمَنْتُ بِكِتَابٍكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْتَ وَ اجْعَلْهُنَّ آخِرَ كَلاَمِكَ فَإِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ على الفِطْرَة))

Dari al-Barra bin Azib, bahwa Rasululah SAW bersabda,”Jika engkau hendak menuju pembaringanmu, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlahlah di rusukmu sebelah kanan lalu ucapkanlah doa:” Ya Allah sesungguhnya aku menyerahkan jiwaku hanya kepadaMu, kuhadapkan wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya kepadamu, kusandarkan punggungku kepadaMu semata, dengan harap dan cemas kepadaMu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi yang Engkau utus” dan hendaklah engkau jadikan doa tadi sebagai penutup dari pembicaranmu malam itu. Maka jika enkau meninggal pada malam itu niscaya engkau meninggal di atas fitrah.” (HR Bukhari)

Dan itu juga sebabnya, salah satu arti meditasi adalah seni berhenti. Berhenti berkelahi dengan masa lalu, masa depan dan masa kini. Untuk kemudian memeluk lembut kekinian dengan ungkapan terima kasih. Arti lain meditasi adalah the art of total acceptance. Makanya saat meditasi, tidak ada hantu masa lalu yang perlu ditakuti, tidak ada setan masa depan yang mesti ditendang, tidak ada keluhan kekinian yang perlu didengarkan. Yang ada hanya istirahat di saat ini. Pengertian istirahat tentu bukan berarti mengundurkan diri dari tempat kerja, berhenti bersekolah, menutup perusahaan, kemudian semuanya bertapa di hutan. Sekali lagi, bukan! Apa saja yang terjadi di saat ini – dari rapat resmi di kantor, dering bunyi telepon, makan, kerja, hingga doa – asal dilakukan sebagai sarana kebersatuan dengan saat ini, ia menjadi sarana istirahat secara meditasi. Minum teh sebagai contoh, ia menjadi sarana istirahat bila kita sepenuhnya ada di saat ini bersama secangkir teh, seolah-olah secangkir teh itulah pusat semesta. Dalam ajaran indah Islam, semua ini terwujud dalam ritual ibadah yag disebut dengan salat. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata berkata kepada Bilal :

يَا بِلَالُ, أَقِمِ الصَّلَاةَ ! أَرِحْنـــَا بِهَا

“Wahai, Bilal. Kumandangkan iqamah shalat. Buatlah kami tenang dengannya”. [Hadits hasan, Shahihu al Jami’ : 7892]

Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا بِلَالُ ! أَرِحْنـــَا بِالصَّلَاة

“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan salat.” (HR. Ahmad no. 23088 dan Abu Dawud no. 4985).

Dengan gambaran seperti ini, kadang ada yang kepo terus bertanya apa ciri batin yang sepenuhnya sudah istirahat? Meminjam salah satu pencapaian agung di Timur, ia disebut Sat-Chit-Ananda. Sat adalah yang dicintai. Chit adalah yang mencintai. Kebersatuan keduanya menghasilkan Ananda (keindahan). Sat adalah yang diketahui. Chit adalah yang belajar mengetahui. Pertemuan keduanya menghasilkan pengetahuan tentang keindahan. Pengertian tersederhana, Sat adalah segelas air bersih, Chit adalah kerongkongan yang haus. Tatkala keduanya berjumpa, tidak ada hal lain selain keindahan. Dalam hal ini, islam mengajarkan apa yang disebut ihsan. Puncak perjumpaan dan keindahan. Rasululluah shalallahu ‘alaihi wa sallam berdialog dalam hadist Jibril :

قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

Jibril bertanya; “’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim)

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan ihsan (berbuat baik), memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS Aan-Nahl: 90)

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-Baqarah: 195)

Inilah liburan setiap hari. Di dalam islam 5 kali dalam sehari, di dalam shalat yang khusyu dan ihsan. Terutama karena yang dicintai dan yang mencintai sudah menyatu, yang diketahui dan yang mengetahui sudah berpelukan, kemudian dahaga jiwa pun menghilang. Bali memang damai dengan alamnya yang indah, Swiss memang indah dengan teramat sedikit sejarah tentang perang, Himalaya memang sejuk dengan saljunya, tetapi siapa saja yang sudah “istirahat” (baca ihsan) di saat ini menemukan semua tempat adalah keindahan dan kenikmatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ {} الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya.” [QS Al-Baqarah: 45-46]

The post Ihsan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.


Sumber berita : https://ldii.or.id/ihsan/

built with : https://erahajj.co.id