Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Dalam buku al-Mustathraf karya Syihabuddin Muhammad, dikisahkan seorang perempuan yang tidak pernah berbicara kecuali dengan menggunakan ayat Alquran. Abdullah bin Mubarak mengisahkan bahwa suatu ketika ia berniat untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah dan menziarahi makam Nabi Muhammad SAW. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan seorang perempuan tua yang mengenakan kain wol. Aku menyapanya, “Assalamu alaiki warahmatullahi wabarakatuh”. Nenek tersebut menjawab, “(Kepada mereka dikatakan): Salam, sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang” (QS 36: 58). Kemudian aku bertanya kepadanya, “Semoga Allah mengasihimu, apa yang engkau lakukan di tempat ini?” Dia menjawab, “Barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak ada orang yang memberikan petunjuk kepadanya. (QS 7: 186) Dalam hatiku aku bergumam bahwa dia tersesat dari jalan. Aku bertanya kepadanya, “Hendak kemanakah engkau, wahai nenek?” Dia menjawab, “Mahasuci Zat yang memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (QS 17:1). Aku bertanya kepadanya, “Sejak kapan engkau berada di sini?” Ia menjawab, “Selama tiga malam dalam keadaan sehat” (QS 19:10). Aku bertanya, “Aku tidak melihat engkau membawa makanan yang dapat kau makan.” Dia menjawab, “Dia memberikan makan dan minum kepadaku (QS 26: 79). Aku bertanya, “Dengan apakah engkau berwudhu?” Dia menjawab, “Bila kalian tidak menemukan air maka bertayamumlah dengan debu yang bersih.” (QS 4: 43)
Aku berkata kepadanya, “Aku membawa makanan. Apakah engkau mau makan?” Dia menjawab, “Kemudian mereka menyempurnakan puasa sampai malam” (QS 2: 187). Aku berkata, “Bukankah ini bukan bulan Ramadan?” Dia menjawab, “Dan barangsiapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebajikan lagi Maha Mengetahui” (QS 2: 158). Aku berkata kepadanya, “Dalam perjalanan kita dibolehkan untuk berbuka puasa”. Dia menjawab, “Dan berpuasalah adalah lebih baik bila kalian semua mengetahui.” (QS 2: 184) Aku bertanya kepadanya ihwal gaya bicara sang nenek, “Mengapa engkau tidak berbicara denganku sebagaimana aku berbicara kepadamu?” Dia menjawab, “Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS 50: 18) Aku bertanya, “Dari golongan apakah engkau?” Dia menjawab, “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai pertanggung jawabannya.” (QS 17:36). Aku berkata, “Aku telah berbuat salah, maafkanlah aku.” Dia menjawab, “Pada hari ini tiada cercaan buat kamu. Mudah-mudahan Allah mengampunimu.” (QS 12: 92) Aku bertanya kepadanya, “Apakah engkau berkenan untuk menaiki untaku, sehingga engkau dapat bertemu dengan kafilah/rombongan-mu? Dia berkata, “Dan apa yang kau kerjakan berupa kebaikan diketahui Allah.” (QS 2: 197)
Lalu Abdullah bin Mubarak pun merendahkan untanya agar nenek tersebut dapat menaikinya. Lalu sang nenek berkata, “Katakan kepada orang-orang beriman, tundukkanlah pandangan mereka” (QS 24:30). Aku tundukkan pandanganku darinya dan kukatakan kepadanya, “Naiklah.” Saat dia akan naik, unta itu meloncat sehingga pakaiannya robek. Dia berkata, “Dan musibah yang menimpa kalian semua adalah karena usaha kalian.” (QS 42: 30). Aku berkata kepadanya, “Sabarlah, sehingga unta ini akan kuikat.” Dia berkata, “Maka kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat).” (QS 21: 79)
Aku mengikat unta itu dan berkata, “Naiklah!” Kemudian tatkala dia menaiki unta, dia berkata, “Mahasuci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasaninya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (QS 43: 13-14)
Setelah sampai di tempat tertentu, Abdullah berkata kepadanya, “Kita telah sampai di kubah-kubah. Dari golongan manakah engkau?” Dia menjawab, “Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih.” (QS 4: 125) Dan Allah telah berfirman kepada Musa dengan firman yang sebenarnya.” (QS 4: 164), Hai Yahya, ambillah kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (QS 19: 12). Lalu Abdullah memanggil, “Wahai Ibrahim, Musa, dan Yahya.” Tiba-tiba muncul para pemuda , seakan-akan mereka rembulan yang menghadap. Ketika mereka telah duduk, nenek itu berkata, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakan yang lebih baik, maka hendaklah dia berlaku lemah lembut.” (QS 18: 19). Kemudian salah seorang di antara mereka pergi dan membeli makanan kemudian dihidangkan untukku. Nenek itu berkata, “Kepada mereka dikatakan, Makan dan minumlah dengan sedap karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (QS 69: 24) Aku berkata, “Makananmu tidak akan ku makan, sampai kalian ceritakan tentang perempuan ini.” Mereka berkata, “Dia adalah ibu kami yang sejak 40 tahun yang lalu tidak berbicara, kecuali dengan ayat Alquran karena takut tergelincir dan mendapat murka Allah.
The post Catatan Ramadhan (26) : Nenek yang Bicara dengan Qur’an appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/catatan-ramadhan-26-nenek-yang-bicara-dengan-quran/