Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Menjadi tua itu pasti. Namun banyak yang tidak siap menghadapinya. Akhirnya banyak yang bermusuhan dengan umur. Sudah tua, tapi tetap merasa muda. Itulah salah satu tanda jiwa-jiwa yang menuju bahaya. Akibatnya tubuh merespon menjadi lebih tua dari yang seharusnya. Bukan awet muda, tetapi malah cepat tua. Menghadapi keniscayaan seperti ini, banyak yang menganjurkan untuk bersabahat dengan situasi. Tidak perlu takut menjadi tua. Sebab tua itu tanda semakin dewasa, bijaksana dan berwibawa. Hal itu hadir bersama dengan keriput, uban, botak dan kelincahan. Apapun usaha untuk menolak, dipastikan akan sia-sia. Lebih baik menerimanya dengan suka-cita.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kalian sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kalian sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” [QS ar-Rûm:54]
Siklusnya jelas. Semua akan mengalaminya. Sayang di usia muda, banyak yang abai. Mereka mengira kalau cahayanya nanti akan ada di usia tua. Begitu tua, ternyata tubuh lemah dan banyak penyakit yang tak henti berkunjung. Usahanya pun jadi berat dan menjadi luar biasa. Mereka baru tersadar bahwa ada banyak kesempatan di usia muda dulunya yang secara menyesal tidak dimanfaatkan. Hasilnya mudah ditebak, saat muda mereka resah, ketika dewasa gelisah, tatkala tua mereka marah-marah penuh penyesalan. Oleh karena itu, tak salah seorang sahabat selalu mengulang-ulang pituah indah ini. Ghonim bin Qois berkata,
كنا نتواعظُ في أوَّل الإسلام : ابنَ آدم ، اعمل في فراغك قبل شُغلك ، وفي شبابك لكبرك ، وفي صحتك لمرضك ، وفي دنياك لآخرتك . وفي حياتك لموتك
“Di awal-awal Islam, kami saling menasehati: wahai anak Adam, beramallah di waktu senggangmu sebelum datang waktu sibukmu, beramallah di waktu mudamu untuk masa tuamu, beramallah di kala sehatmu sebelum datang sakitmu, beramallah di dunia untuk akhiratmu, dan beramallah ketika hidup sebelum datang matimu.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam).
Setelah digali lebih dalam, akhirnya terkuak juga. Tidak sedikit sahabat gelisah yang berbagi rahasia. Nyaris semua jiwa-jiwa bahaya punya kebiasaan tidak baik dan tidak sehat. Ringkasnya, jauh di kedalaman dirinya mereka sering melakukan penolakan dan pengingkaran. Dalam bahasa percakapan sering berbicara dengan diri sendiri seperti ini: “Saya tidak mau ada di sini dan saat ini.” Itu sebabnya, mudah dimengerti kalau seorang peneliti dari Harvard University mendapatkan kesimpulan mencengangkan, bahwa lebih dari 50 persen waktu manusia modern lari ke masa lalu dan setengahnya lagi ke masa depan. Artinya jarang ada di masa kini. Seolah menguatkan dalil Indah berikut ini.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid:16)
Apa yang ditunjukkan dari penelitian dan ditegaskan dengan perintah di atas adalah untuk segera fokus pada kekinian. Karena, obat terindah sekaligus hadiah terindah ada di masa kini. Seks sebagai contohnya, ia terasa indah karena membuat manusia terhubung rapi dengan saat ini. Makanan, minuman dan hiburan menyenangkan sebagai contoh lain juga serupa. Mereka terasa memberi nutrisi dan gairah karena membuat seseorang terhubung rapi dengan saat ini. Shalat, dzikir, puasa dan amal ibadah rutin lainnya yang penuh kedamaian dan senyuman tidak jauh berbeda. Ia membuat manusia bersahabat erat dengan waktu dan berdekapan rapi dengan saat ini.
Kembali pada permasalahan sebelumnya, benang merah yang bisa diperoleh adalah mari melatih diri untuk bersahabat dengan umur. Terutama karena di setiap umur, dengan konsep kekinian tentunya, ada kesempatan agar jiwa terus bertumbuh dan mekar. Masa kanak-kanak indah karena penuh nyanyian dan permainan. Usia remaja bercahaya karena penuh tawa dan canda. Umur dewasa berisi banyak bunga karena mulai dikelilingi keluarga bahagia. Dan ia yang masa kanak-kanaknya mekar, remajanya mekar, usia dewasanya juga mekar, ada kemungkinan bisa mekar juga menjadi sumber cahaya di usia tua. Dengan kata lain, asal seseorang jernih dan bersih di dalam, di setiap tingkatan umur ada kemungkinan jiwa agar mekar indah. Dalam bahasa puitis, musim hujan adalah waktu bagi rerumputan untuk bertumbuh hijau bercahaya. Musim kemarau adalah saat bagi bunga-bunga untuk mekar indah bercahaya. Menjadi PR-nya kemudian adalah bagaimana membuat manusia jernih dan bersih di dalam?
Sahabat penggali ke dalam diri yang penggaliannya sudah dalam mengerti, begitu manusia berhenti mengidentikkan dirinya dengan sang pemikir di dalam, kolam di dalam mulai belajar jernih dan bersih. Ada kecerdasan yang jauh lebih dalam mulai muncul dalam kehidupan seseorang. Dalam bahasa seorang kawan, pikiran lengkap dengan salah-benarnya adalah salah satu bagian sangat kecil dari seluruh kecerdasan yang ada dalam diri manusia. Apabila bergantung pada hal yang kecil di dalam, maka mudah sekali membuat hidup jadi kerdil. Untuk itu, alokasikan lebih banyak waktu untuk berjarak dengan pikiran keras yang membela yang benar, bermusuhan dengan yang salah. Menggenggam yang baik, menendang yang buruk. Setiap kali ada energi dari dalam yang membela apa yang disebut benar, marah karena disebut salah, cepat sadari kalau itu adalah hasil tipuan pikiran. Dorongan hawa nafsu. Konkritnya, bersikaplah tenang dan kalem, dengan energi yang sama baik menghadapi benar dan salah untuk mendapatkan berkah dan hikmah di dalamnya. Jangan sampai karena kebenaran jadi ujub, dan sebab kesalahan jadi arogan dan pecundang. Ingatlah selalu Firman Allah Ta’ala:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ () وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepada kalian kemudian kalian tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Dalam keadaan seperti ini, seorang sahabat pun suka hati berbagi pedoman praktis keseharian, dengan tiga tips sederhana namun mendalam. Pertama, belajar merasa aman dan nyaman tatkala Anda tidak tahu. Jangan terobsesi menjadi superior, super hero. Itu semua ilusi. Manusia yang mengetahui segala-galanya tidak ada. Selalu saja ada bagian yang tidak diketahui. Hanya Allah Yang Maha Tahu segala-galanya dan Maha Kuasa. Kedua, latih diri untuk mengatakan “ya” pada kekinian. Cara ini tidak saja menentramkan, namun juga dalam. Terimalah dengan suka cita apa saja berkah kehidupan yang diberikan kepada kita. Ada kalanya senang dengan banyak syukur, ada saatnya bahagia dengan bersabar. Ketiga, sebagaimana seks dan hiburan yang mudah membuat seseorang terhubung dengan saat ini, senyuman juga bisa melaksanakan tugas serupa. Untuk itu, jangan pernah lelah berbagi senyuman. Karena senyuman adalah perlambang bahwa kita sadar telah menjadi tuan untuk diri sendiri.
Begitu seseorang sering berlatih berjarak dengan pikiran keras lengkap dengan tembok salah-benarnya, di sana ada benih-benih indah tumbuh di dalam. Awalnya seseorang akan lebih pemaaf pada diri sendiri. Kemudian bertumbuh menjadi lebih pemaaf pada orang lain. Awalnya seseorang akan bisa menerima diri sendiri. Kemudian bertumbuh menjadi menerima orang lain. Tadinya seseorang akan lebih toleran dan menghargai pada diri sendiri. Kemudian bertumbuh menjadi lebih toleran dan menghargai pada orang lain. Dengan santun dan luhurnya. Begitu benih-benih indah ini tumbuh menjadi pohon yang menyejukkan ke luar dan ke dalam, di sana seseorang bisa mengerti pesan tetua; “Bloom in your age.” Jiwa Anda bisa mekar di umur sekarang. Persisnya, di sepanjang perjalanan jiwa bisa mekar.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hasyr 18-19)
Memahami ayat indah ini dan dalil-dalil lain serupa, seorang sahabat sampai pada kesimpulan menyejukkan; “Tatkala saya mencari Tuhan, saya berjumpa diri saya sendiri. Tatkala saya mencari diri saya sendiri, saya berjumpa Tuhan.” Karena ayat-ayat Allah juga bersemayam dalam diri setiap insan. Inilah jiwa yang mekar sangat indah. Dengan jiwa jenis ini, seseorang sedang membuat tubuh manusia sebagai tubuh yang paling bercahaya di muka bumi.
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di dunia ini dan di dalam diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar.” (QS Fushilat:53)
Sebagai rangkuman uraian di atas, mencari tanda jiwa yang mekar, memang susah-susah mudah. Namun jangan berkecil hati, setidaknya 5 hal ini bisa jadi kiblatnya. Yang terus akan menjaga sehingga tidak layu sebelum berkembang. Dengan pertolongan dan perlindunganNya, insya Allah semua akan dipermudah.
عن ‘مرو بن ميمون ابن مهران أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لرجل وهو يعظه اغتنم خمسا قبل خمس شبابك قبل هرامك، وصحتك قبل سقمك، وفراغك قبل شغلك، وغناك قبل فقرك، وحياتك قبل موتك
Dari Amru bin Maimun bin Mahran sesungguhnya Nabi ﷺ berkata kepada seorang pemuda dan menasehatinya, “Jagalah lima hal sebelum lima hal (1) Mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) sehatmu sebelum datang masa sakitmu, (3) waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, (4) kayamu sebelum miskinmu, (5) hidupmu sebelum matimu.” (HR Al-Hakim)
Semoga kita semua bisa mekar dengan umur yang barokah.
The post Mekar appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/mekar/