Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Ayo Menjadi Lotus

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 11 Oktober 2021, 03:18:44

Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Ada cerita simbolik dari zaman Socrates tempo dulu. Konon, ada seorang pekerja seks komersial mengunjungi Socrates kala sedang berdialog dengan segelintir muridnya. Betapa terkejutnya wanita pekerja seks ini, tatkala melihat pengikut Socrates hanya segelintir orang. Padahal pengunjung kawasan pekerja seks komersial demikian berlimpah.

Berikutnya ada cerita epik, ketika raja mengunjungi pertapaan-pertapaan Guru Agung Zen Lin Chi. Sang Raja heran karena melihat lebih dari 10.000 petapa tinggal bersama Guru Agung itu di sana. Karena raja ingin tahu berapa persis jumlah petapa di situ, ia pun bertanya, “Berapa banyakkah muridmu?” Lin Chi menjawab, “Empat atau paling banyak lima.”

Di dalam kitab al-Zuhd, ada kisah masyhur pula. Imam Ahmad bin Hanbal menuturkan riwayat indah ketika Nabi Isa dan Nabi Yahya mendatangi sebuah daerah.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أبِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ قَالَ: كَانَ يَحْيَى وَعِيسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ يَأْتِيَانِ الْقَرْيَةَ، فَيَسَأَلَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَنْ شِرَارِ أَهْلِهَا، وَيَسْأَلُ يَحْيَى عَنْ خِيَارِ أَهْلِهَا، فَيُقَالُ لَهُ: لِمَ تَنْزِلُ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ؟ قَالَ: إِنَّمَا أَنَا طَبِيبٌ أُدَاوِي الْمَرْضَى

Abdullah bercerita, ayahku bercerita kepadaku, Sufyan bin ‘Uyainah bercerita, ia berkata: (Suatu saat) Yahya dan Isa ‘alaihimassalam mendatangi sebuah desa. Isa ‘alaihissalam menanyakan tentang penduduk desa yang jahat-jahat, sedangkan Yahya menanyakan penduduk desa yang baik-baik. Kemudian Isa ditanya: “Kenapa kau pergi (mencari) orang-orang jahat?” Nabi Isa menjawab: “Sesungguhnya aku tabib (dokter) yang (ditugaskan untuk) menyembuhkan orang-orang yang sakit.” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd)

Bagi banyak kepala, bisa menafsirkan dengan bebas kisah cerita di atas. Namun, dengan bahasa yang lugas menurut pikiran jernih orang-orang yang tercerahkan, orang seperti Socrates, Lin Chi, Nabi Isa dan Nabi Yahya itu ibarat bunga lotus (teratai), sementara manusia kebanyakan seperti lalat. Lalat menyukai bau busuk. Dan lalat pasti lari dari bau wangi bunga lotus. Segelintir lalat tidak saja lari dari bunga lotus, tapi juga melukai bunga lotus. Itu sebabnya Socrates dibunuh, Nabi Isa dikejar-kejar, Nabi Yahya dipenggal dan banyak orang-orang yang berbuat baik; mencegah kemungkaran dilenyapkan. Ada yang ditembak, ada yang dipenjara, ada yang diusir.

Kembali pada pertanyaan Nabi Isa yang menghentak kesadaran; “Kenapa kau pergi (mencari) orang-orang jahat?” Nabi Isa menjawab: “Sesungguhnya aku tabib (dokter) yang (ditugaskan untuk) menyembuhkan orang-orang yang sakit.” Jika orang-orang sakit, kotor, sampah masyarakat, dalam hal ini orang yang belum baik, dijauhi dan ditinggalkan, mereka tidak akan menjumpai obatnya. Seringkali orang-orang yang masih sakit, tidak terlintas sedikit pun di pikiran mereka bahwa mereka sedang sakit, bahwa mereka membutuhkan seorang penyembuh. Mereka hidup sebagaimana mestinya dari hari ke hari tanpa berusaha menjadi baik. Karena mereka memang tidak merasa sedang sakit. Belum lagi jika “sakit” itu dikaburkan oleh hardikan dan cacian orang-orang di sekitarnya. Jangan dianggap hardikan itu memperjelas “sakit” yang mereka derita, tidak. Hardikan, semakin sering mereka terima, semakin menyamarkan “sakit” mereka, hingga mereka tidak merasa diri mereka sedang sakit. Karena kemarahan yang mereka rasakan menutupi penyakit yang mereka derita. Yang dilakukan Nabi Isa adalah upaya menyembuhkan “sakit” mereka. Ia diutus untuk menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, salah satunya dengan cara mengentaskan mereka dari belenggu penyakit moral yang mereka derita, apalagi menurut Nabi Isa pengamalan ihsan yang baik bukan sebatas berbuat baik kepada orang yang baik, tapi lebih jauh dari itu, berbuat baik kepada orang yang jahat. Ia mengatakan:

إِنَّ الْإِحْسَانَ لَيْسَ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ إِنَّمَا تِلْكَ مُكَافَأَةٌ بِالْمَعْرُوفِ وَلَكِنَّ الْإِحْسَانَ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ

“Sesungguhnya ihsan itu bukan (ketika) kau berbuat baik kepada orang yang membaikimu, karena itu adalah balasan (kebaikan) dengan kebaikan, tetapi ihsan adalah (ketika) kau berbuat baik kepada orang yang menjahatimu.” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd)

Dalam bahasa suci lainnya, tanpa lumpur, maka tidak ada bunga lotus. Sejujurnya masyarakat itu serupa lumpur. Sekarang tergantung cara pandangnya. Bagi ia yang suka hidup bersih dan steril – setidak-tidaknya merasa diri bersih, maka ia akan lari jauh dari lumpur. Karena kotor, jelek, penuh ketidakgunaan, maka harus dijauhi. Tapi ada sudut pandang ke dua yang menakjubkan; lumpur adalah tempat bertumbuhnya bunga lotus yang indah. Di sini, mungkin kita baru sadar arti indah sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

المؤمنُ الذي يخالطُ الناسَ ويَصبرُ على أذاهم خيرٌ منَ الذي لا يُخالطُ الناسَ ولا يصبرُ على أذاهمْ

“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR. At Tirmidzi 2507, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 388, Ahmad 5/365)

Meminjam pendapat orang baik lainnya, dalam air yang terlalu steril dan terlalu bersih tidak pernah ada ikan. Mungkin sebagian orang masih menyangsikan hal seperti ini, tetapi alam semesta memang berjalan mengikuti kaidah sedemikian rupa. Bagi yang hafal cerita lokal Syaikh Jangkung mungkin akan protes keras. Sebab ikan ada di mana-mana, walau di dalam air steril sekalipun. Bahkan di dalam air kelapa muda pun ada ikan. Begitu ceritanya. Tapi lupakanlah, itu hanya cerita.

Kembali ke petuah luhur di atas, dengan cara yang sama, masyarakat memang tempat berkumpulnya banyak hal yang busuk – dari korupsi, prostitusi hingga sakit hati, tapi di sana tersedia lahan luas untuk bertumbuh, menebar harum semerbak wangi bunga. Ia yang dalam penggaliannya, secara jantan, akan memilih tinggal di masyarakat. Tidak untuk ikut busuk, tapi untuk menyebar bau wangi di sana dengan menjadi bunga lotus. Sadar dengan pengertian kedua inilah, dan disadari ruh hadits di atas, seorang pembaharu rela meninggalkan Mekah-Madinah dan menyebar bau harum di tanah air Indonesia. Kita tahu siapa itu. Allah berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran:146)

Pikiran biasa yang menderita memang membuat perbedaan mencolok antara lumpur dan bunga. Bunganya dipegang, lumpurnya ditendang. Namun, di tingkat pandangan terang terlihat, bunga di hari ini akan jadi sampah di hari kemudian. Sampah di hari ini bisa jadi bunga kemudian. Semuanya berputar dengan hukum dan alirannya masing-masing. Walau tidak dipungkiri ada doktrin uzlah – menyendiri – menghindari kejelekan, kezaliman dan kebiadaban yang sangat di dalam masyarakat. Tapi, perlu terus diingat amar-ma’ruf nahi mungkar punya roh yang diterbangkan oleh sayap-sayap yang lebih kuat bukan? Jangan dimatikan. Jadilah bunga lotus! Terus beramar ma’ruf nahi mungkar.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مُرُوْا بِاْلمَعْرُوْفِ وَ انْهَوْا عَنِ اْلمُنْكَرِ قَبْلَ اَنْ تَدْعُوْا فَلاَ يُسْتَجَابَ لَكُمْ. ابن ماجه

Dari ‘Aisyah dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Lakukanlah amar ma’ruf dan nahi munkar sebelum kalian berdoa namun doa kalian tidak dikabulkan.” (HR Ibnu Majah)

The post Ayo Menjadi Lotus appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.


Sumber berita : https://ldii.or.id/ayo-menjadi-lotus/

built with : https://erahajj.co.id