Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِهِمۡؕ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka.” (QS.13:11).
Meminjam istilah yang pernah ditulis seorang pemikir India yang bernama Bhagawan Vyasa, ia menjelaskan bahwa jembatan yang menghubungkan manusia dengan kebenaran itu bernama cerita. Dari sini dan faktor perjalanan pemahaman, ada keindahan dan kesenangan tersendiri kalau bisa bertutur melalui jalur cerita, lelucon atau anekdot. Tidak hanya enak disampaikan, ia terasa lebih mengalir, lebih berkesan. Dan yang penting, saya sendiri menikmati sekali merangkai kata melalui jalan-jalan ini. Kisah cinta dari tanah Cina di bawah ini misalnya, sungguh bisa dijadikan jembatan pemahaman akan arti sebuah perubahan.
لِّكُلِّ نَبَإٍ مُّسْتَقَرٌّ ۚ وَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
“Untuk setiap cerita/berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.” (QS Al-An’am: 67)
Dulu, ada seorang wanita muda cantik yang selalu berdoa untuk mendapatkan suami tampan anak orang kaya. Dengan kesungguhan usaha dan doanya, suatu ketika harapannya itupun terkabul yaitu menikah dengan putra tunggal anak orang kaya. Sesuai dengan pandangan pada umumnya, demikian juga pikiran si wanita menganggap menikah dengan anak orang kaya itu akan selalu bahagia. Nyatanya tidak demikian, bahkan sebaliknya ia bertemu dengan mertua yang sangat galak, cerewet dan membuat dia menderita.
Pada bulan ketiga, si wanita muda ini merasa menyesal menjadi menantu orang kaya dengan ibu mertua yang galak. Dan di bulan keempat, ia memutuskan untuk pergi ke seorang sinche yang sekaligus juga guru spiritual. Tujuannya satu, untuk meminta sinche memberikan ramuan racun yang akan digunakan untuk melenyapkan ibu mertuanya. Tekad sudah bulat.
Sinche yang juga guru spiritual adalah seorang yang bijaksana, ia melihat api kemarahan bergolak pada diri wanita muda itu. Tetapi, ia tetap menyetujui memberikan wanita muda racun untuk diberikan kepada ibu mertuannya tetapi dengan syarat. Yaitu, bahwa racun itu akan bekerja secara perlahan tidak secepat kilat. Racun itupun dijelaskan akan bekerja dengan baik apabila wanita itu mau melayani ibu mertuanya dengan baik melebihi saat melayani dan menyembah Dewi Kwan Im. Menurut, ikhlas dan selalu berbuat baik. Kesepakatan terjadi.
Benar saja, besoknya wanita itu mulai melayani ibu mertuanya dengan sangat baik. Berbeda sekali dengan hari-hari sebelumnya. Bahkan lebih dari pelayanan menyembah Dewi Kwan Im. Ego, marah, sombong dicampakkan agar maksud mencapai tujuan. Namun, tak lupa ia menuangkan pula racun yang diberikan oleh sinche itu. Setelah sebulan melayani ibu mertuanya dengan pelayanan yang baik, berubahlah cara pandang ibu mertua kepadanya. Ia semakin sayang kepada wanita muda itu, bahkan di bulan kedua ibu mertuanya ini lebih menyayangi wanita muda itu melebihi rasa sayang kepada anaknya sendiri (suami wanita muda itu).
Di bulan ketiga, giliran wanita muda itu yang merasa bersalah, jika sampai membunuh mertuanya. Sebab itu artinya sama saja membunuh ibu kandungnya, bahkan lebih bersalah lagi. Itu tak ubahnya seperti telah membunuh Dewi Kwan In. Maka, wanita muda itu segera kembali kepada Sinche yang ia temui saat meminta racun. Kedatangannya kali ini adalah meminta obat penawar racun, agar ibu mertuannya tidak jadi meninggal. Namun apa dikata, sinche itu menolak untuk memberikan penawar racun kepada wanita muda itu. Ia bahkan menjelaskan bahwa ketika racun telah diminum, maka tidak akan bisa diberikan obat penawar lagi dan racun akan tetap bekerja.
Saat wanita muda dirundung rasa bersalah dan menampakkan kegelisahannya, tiba-tiba si Sinche itu tertawa dan membuka rahasia. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak pernah memberikan ibu mertuanya racun, namun racun yang ia berikan itu sesungguhnya adalah multivitamin saja.
Pesan cerita ini sangat jelas, tatkala diri kita berubah, lingkungan sekitar juga berubah. Dan yang mengubah itu tak lain adalah racun kebaikan dan jenu ketulusan kita. Maka, jika kita ingin mengubah sekeliling kita, maka ubahlah dulu diri kita. Dan mungkin, menjadi lebih luas lagi samudra pemahaman kita jika ditambah dengan hikmah pesan tua indah yang satu ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ شِبْرًا اقْتَرَبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah ‘azza wajalla berfirman; Aku bersama dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia berdzikir (berdoa) kepada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus dari mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (Rowahut Tirmidzi) Abu Isa berkata; “Hadits ini derajatnya hasan shahih.”
Fahimtum? Semoga Allah paring kefahaman, hikmah dan barokah kepada kita semua. Amin.
Sumber berita : https://ldii.or.id/esai-ketika-kita-berubah-lingkungan-berubah/