Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Kala susah, sedih dan menderita, ada sekumpulan pribadi yang langsung merasa paling menderita sedunia. Ketika ada yang mau menolong dicurigai. Ada yang empati dicuekin. Ada yang mendekat, disuruh minggat. Pura – pura nggak butuh. Giliran orang lain cuek, tambah mewek dan sakit hati. Timbullah uneg–uneg jelek. Mangkel, dan terus ngancam dan grundel dalam hati. Awas ya, nanti kalau saya sudah enak, sejahtera, ganti tak cuekin, bisiknya. Begitu susah hilang, dunia seakan milik sendiri. Tak mau berbagi. Ketika diingatkan, malah nglantur. Biar saja toh, wong susah, yo susahku sendiri. Makanya, kalau aku lagi senang, ya biar tak rasakan sendiri. Banyak manusia lupa; hidup itu laksana berputarnya roda (urip koyo ubenge roda). Maka nggak salah kalau kita melihat kembali firman Allah dalam kitabnya;
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ (10)
“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada/hati semua manusia?” (QS al-Ankabut:10)
Itu sindiran yang keras. Pedas di telinga, panas di wajah. Sayang banyak yang masih nyinyir dan berpaling. Maka, di ayat lain Allah kembali menyitir;
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (keraguan), maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (murtad). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS al-Hajj:11)
Orang–orang dengan penampakan seperti ini, adalah model orang yang butuh bantuan segera. Sebuah sentuhan dan perhatian seksama. Menuju pencerahan indah penuh makna. Tanda ada masalah serius pada hatinya. Orang yang belum padang pemikirannya. Belum jembar dan nyegoro hati sanubarinya. Sebab saya teringat ketika umur belasan, seperti itulah kondisinya. Suka nggak terima. Gede ambeg-nya. Gak sabaran dan marah – marah sendiri. Padahal intinya caper alias cari perhatian. Atau ada hal lain yang tidak sesuai dengan keinginannya. Hal itu mengindikasikan ada penyakit di dalam hati. Harus segera diobati. Didandani sedikit demi sedikit. Dihilangkan dengan banyak menyelami dan minum air garam kehidupan. Ditetesi terus-menerus dengan tirta suci keheningan. Dan jangan salah sangka, masih banyak jumlahnya orang – orang seperti itu di sekitar kita. Bahkan, kita sendiri pun bisa termasuk di dalamnya. Kalau sedih serasa berat seperti kiamat, kalau senang berlebihan sehingga lupa daratan. Itulah ukuran gampangnya.
Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Secara sederhana pula, Islam mengajarkan; kala sedih sabar dan istirja, dan kala senang juga sabar tapi harus bersyukur. Ilmu yang gampang tapi susah dipraktikkan. Sebagian orang bijak mengatakan; simpel tetapi dalem. Dan perlu waktu yang lama untuk bisa mengaplikasikan dengan benar pada setiap sendi-sendi kehidupan ini. Apalagi bagi kita yang tidak pernah merasa menderita sepanjang hidupnya. Maksudnya, lahir dari keluarga kaya, hidup di lingkungan orang kaya dan selalu berkumpul dengan orang – orang kaya yang selalu tercukupi kebutuhannya. Nlisir, orang bilang. Padahal pada hakikinya semua mengalami pahit – getir, suka – duka dan naik – turun kehidupan ini dengan kadar masing – masing derajatnya. Tak sama antara satu dan lainnya.
اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf:32)
Atas kuasa dan kehendakNya, situasi seperti ini tidak bisa langsung tampak saat berhadap-hadapan. Tak bisa saling melihatnya dalam pandangan mata. Maka, orang Jawa sering mengungkapkan dengan bahasa indah; urip iku sawang – sinawang. Hidup itu cuma berdasarkan pandangan, yang membujuk. Kita melihat para dokter itu lebih enak daripada jadi guru. Padahal para guru melihat, jadi dokter itu lebih enak. Dan para dokter sendiri bilang, jadi arsitek itu lebih enak, dan sebagainya dan sebagainya. Berputar terus, menjadi sebuah siklus yang tak ada habisnya. Mana ekor, mana kepala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا وَفِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al- Hadid: 20)
Cara berani untuk menghentikan siklus tersebut adalah dengan cara memutus mata rantai jaring-jaring kehidupan itu. Satu hal yang patut jadi andalan adalah dengan banyak syukur. Ternyata dengan bersyukur mampu menghentikan siklus itu. Untuk berhenti saat ini dan berani menikmati hidup secara mandiri. Dengannya kita bisa menindih hal – hal negatif yang lain, menarik hal-hal positif serta melanggengkan nikmat kebahagiaan yang ada. Dari sini terbukalah salah satu cara mengepolkan syukur yaitu mencari jalannya syukur, yang berserak di puing – puing kehidupan sekitar kita. Allah mengingatkan;
فَانْظُرْ اِلٰٓى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰىۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Maka perhatikanlah jejak-jejak rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ar-Rum: 50)
Mungkin kisah berikut bisa jadi motivasi selanjutnya. Setelah banyak kemunduran, seorang sahabat dengan berat hati berbagi yang membuat hidupnya kembali bergairah lagi. Sekitar tahun 2000-an ia memutuskan untuk menarik nafas sejenak dengan mengikuti tur wisata ke India. Pencerahan itu datang, tatkala ia melihat tepat di depan matanya sendiri bagaimana seorang Ibu memotong tangan kanan anaknya sendiri dengan sebuah golok. Kita akan bertanya-tanya, kenapa Ibu itu begitu tega melakukan hal itu? Apa anaknya itu mencuri, ‘so naughty’ atau tangannya itu terkena suatu penyakit sampai harus dipotong? Ternyata tidak! Semua itu dilakukan sang Ibu hanya, agar anaknya dapat mengemis. Ibu itu sengaja menyebabkan anaknya cacat agar dikasihani orang-orang saat mengemis di jalanan nanti. Masya Allah.
Kemudian ketika ia sedang berjalan-jalan sambil memakan sepotong roti, ia tidak sengaja menjatuhkan potongan kecil dari roti yang ia makan itu ke tanah. Dalam sekejap mata, segerombolan anak, kira-kira 6 orang anak sudah mengerubungi potongan kecil dari roti yang sudah kotor itu. Mereka berebutan untuk memakannya. Terkejut dengan apa yang baru saja ia alami, kemudian sahabat ini menyuruh guide-nya untuk mengantarkannya ke toko roti terdekat. Ia menemukan 2 toko roti dan kemudian membeli semua roti yang ada di kedua toko itu. Pemilik toko sampai kebingungan, tetapi ia bersedia menjual semua rotinya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia mendapatkan imbalan yang sungguh tak ternilai harganya, yaitu kebahagiaan dan rasa hormat dari orang-orang yang kurang beruntung ini. Ia pun mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, betapa beruntungnya ia masih mempunyai tubuh yang sempurna, pekerjaan yang baik, juga keluarga yang hangat. Juga untuk setiap kesempatan dimana ia masih dapat berkomentar mana makanan yang enak, mempunyai kesempatan untuk berpakaian rapi, punya begitu banyak hal dimana orang-orang yang ada di hadapannya ini amat sangat kekurangan.
Sedulur, banyak hal yang sudah kita alami dalam mengarungi pasang-surut kehidupan ini. Sudahkah kita berusaha terus mengepolkan syukur? Tak perlu pergi jauh-jauh untuk mendapatkan hal itu. Dari yang dekat pun bisa. Dan tidak juga butuh kejadian luar biasa untuk membuka tabir rahasianya. Yang biasa dan remeh pun mampu mengantarkan menuju jalan menemukannya. Tak harus potong tangan. Ataukah kita hanya banyak mengeluh saja dan selalu merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki? Pilihan ada di tangan kita.
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (7) وَإِذَا مَسَّ الإنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ 8
“Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagi kalian kesyukuran itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhan kalian tempat kembali kalian, lalu Dia memberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam hati. Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaratan, dia memohon kepada Tuhannya dengan kembali kepadaNya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudaratan yang pernah dia minta sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan dari jalan-Nya. Katakanlah, “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (QS Az-Zumar:7-8)
The post Potong Tangan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/potong-tangan/