Inilah kali kedua, umat Islam merayakan Ramadan dalam masa pandemi. Ramadan hadir membuat hati gembira sekaligus sedih karena situasi pandemi yang belum kunjung berakhir.
Kasus positif Covid-19 terus melonjak, bahkan untuk pertama kalinya positivity rate atau rasio jumlah kasus positif di Sumbar mencapai 16 persen. Itu angka tertinggi dan terburuk yang tercatat di provinsi ini.
Bagi sebagian warga (khususnya yang sedang dirawat atau menjalankan isolasi mandiri akibat Covid-19) tidak dapat mengoptimalkan keberkahan Ramadan seperti salat tarawih berjamaah di masjid, sahur dan berbuka puasa bersama bahkan beri’tikaf di 10 akhir Ramadan.
Semua tidak lain dalam rangka ikhtiar memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. Banyak umat Islam telah menyuarakan keprihatinan tentang bagaimana mereka akan mempraktikkan Ramadan tahun ini.
Janganlah bersedih Saudara-saudariku…
Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari).
Riwayat yang lain dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَبْدَ إِذَا كَانَ عَلَى طَرِيقَةٍ حَسَنَةٍ مِنَ الْعِبَادَةِ ثُمَّ مَرِضَ قِيلَ لِلْمَلَكِ الْمُوَكَّلِ بِهِ اكْتُبْ لَهُ مِثْلَ عَمَلِهِ إِذَا كَانَ طَلِيقاً حَتَّى أُطْلِقَهُ أَوْ أَكْفِتَهُ إِلَىَّ
“Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah, padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR. Ahmad).
Mengomentari hadits tersebut, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan,
وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فَمَنَعَ مِنْهَا وَكَانَتْ نِيَّته لَوْلَا الْمَانِع أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا
“Hadits tersebut berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan (amal ibadah) lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin.” (Fath Al-Bari, 6: 136)
Jangan sedih Saudaraku…
berdasarkan Sabda Rasulullah itu, bagi kita pada Ramadan sebelumnya rutin tarawih ke masjid atau beri’tikaf, serta ibadah jama’i lainnya yg terhalang di tahun ini إن شاء الله tetap dicatat pahala.
Ketentuan ini dapat diraih sepanjang kita tetap usaha menjaga tarawih di rumah atau tempat isolasi. Serta bersungguh-sungguh mengoptimalkan ibadah 10 malam akhir Ramadhan dalam rangka meraih Lailatul Qadar.
Ingatlah, meraih Lailatul Qadar tidak harus di masjid….
Ada yang bertanya, Ustadz bukankah dua hadits tersebut khusus untuk orang yang safar dan orang yang sakit?
Jawab…. dalam kondisi wabah dengan status pandemi saat ini, diri kita dan semua orang dianggap sakit atau setidaknya berpotensi membawa virus penyakit. Nabi melarang kita membahayakan diri sendiri dan orang lain
…. لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
Menghindari kemudaratan lebih diutamakan dari pada mengejar kemanfaatan.
Ada rahasia di balik setiap ujian yang Allah berikan kepada setiap makhluk-Nya.
Laa tahzan….
M. Ari Sultoni, S.H., M.H Ketua DPW LDII Sumatera Barat
The post Tak Patut Sedih Saat Ramadan Ini appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/tak-patut-sedih-saat-ramadan-ini/