Jakarta (20/3) – Pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi keberlangsungan suatu bangsa. Untuk itu, LDII memiliki komitmen untuk membantu menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Terlebih saat pandemi Covid-19, kebutuhan pangan berkelanjutan sangat diperlukan.
Ketua Umum DPP LDII Ir. H. Chriswanto Santoso, M.Sc. menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Ketahanan Pangan Berkelanjutan di Era Pandemi yang digelar oleh DPP LDII jelang Munas ke-9, pada Sabtu (10/03) secara daring diikuti oleh jajaran pengurus DPP, DPW dan DPD LDII se-Indonesia.
Hadir empat narasumber, Dr. Andriko Noto Susanto, Plt. Sekretaris Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian., Dr. Apik Karyana, Plt. Staf Ahli Bidang Pangan dan Energi, Kementerian Lingkungan Hidup, Ir Tisna Umaran, MP., Kepala Dinas Pertanian Kab. Bandung dan Prof. Rubiyo, Peneliti Ahli Utama, Kementerian Pertanian dengan moderator Prof. Sudarsono, Guru Besar IPB yang juga pengurus DPP LDII.
“Pangan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk menjadikan Indonesia stabil. Apalagi kalau kita melihat bahwa pada saat ini tidak semua provinsi memiliki potensi dalam hal pengembangan pangan secara merata,” ujar Chriswanto saat membuka pelaksanaan webinar.
Program dan strategi diperlukan oleh LDII untuk mengimplementasikan sumbangsih kepada pemerintah Indonesia dalam aspek diversifikasi dan ketahanan pangan berkelanjutan.
Sinergi Antar Lembaga Masyarakat Kunci Menjaga Ketahanan Pangan
Dr. Andriko Noto Susanto, mengungkapkan bahwa sinergi antar lembaga masyarakat penting dalam menjaga ketahanan pangan di era new normal.
Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun, hingga saat ini telah memengaruhi situasi ketahanan pangan di Indonesia. “Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, banyak orang yang tidak dapat bekerja dan mengalami PHK, sehingga harus bergantung pada bantuan pangan,” ujarnya.
UU No. 18 tahun 2012 tentang Sistem Pangan Nasional mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar menusia secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan pada kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional.
“Menghadapi tantangan dan dampak pandemi Covid-19, Kementerian Pertanian mempunyai kebijakan meningkatkan produktivitas pangan pokok, memperlancar distribusi pangan, mempermudah akses transportasi, menjaga stabilitas harga dan mengembangkan buffer stock dan intervensi pasar. Target dari kebijakan tersebut adalah ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani,” jelas Andriko.
Penyediaan pangan bukan hanya tugas dari Kementerian Pertanian saja, namun harus terjadi sinergi antara semua lembaga yang ada di masyarakat dalam meningkatkan penyediaan pangan.
Perencanaan Pengelolaan Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Prof. Rubiyo, menegaskan bahwa berbicara pangan berarti memastikan penduduk Indonesia tidak kelaparan. “Bagaimana program kemandirian pangan, kedaulatan pangan, keamanan pangan nasional, dan ketahanan pangan nasional dilaksanakan dengan baik,” ungkapnya.
Peningkatan produksi pangan dapat dimulai dengan melakukan optimalisasi lahan pertanian. “Perlu dibuat model pertanian berkelanjutan yang tepat guna dan ekonomis, sebab selain untuk menghasilkan produk pangan dalam jangka panjang juga dapat menghasilkan produk pangan dalam jangka pendek secara rutin,” urainya.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak pada kapasitas dan produktivitas produk pertanian, produksi pangan, dan akses pemasaran. “Sehingga dapat memberikan dampak pada sektor ekonomi, pengangguran, daya beli, akses terhadap pangan, kemiskinan dan malnutrisi,” ujarnya.
Indonesia perlu tetap berproduksi, meningkatkan konsumsi produk pertanian, meningkatkan kualitas produk pertanian, mengkondisikan harga tidak berpola (stabil), memastikan kelancaran distribusi antar provinsi dan mengatasi kekeringan.
“Sinergi pangan dan energi berdasarkan keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah dapat menjadi jawaban menghadapi tantangan tersebut,” ungkapnya.
Praktiknya, membangun ketahanan pangan dapat dimulai dari aspek pangan mandiri. “Aksinya dapat dimulai dari program pertanian masuk sekolah, pertanian pesantren, dan penguatan lumbung pangan masyarakat,” jelasnya.
Secara sederhana, ketahanan pangan dapat dibangun dari rumah, melalui teknologi vertikultur (budidaya tanaman secara vertical), sistem pot, dan budidaya sayuran di lahan sempit.
Pemanfaatan Hutan untuk Mengatasi Keterbatasan Lahan
Dr. Apik Karyana, mengatakan bahwa untuk mengatasi penyusutan ketersediaan lahan, kawasan hutan sosial dapat dimanfaatkan untuk pangan. “Hutan dapat dijadikan lumbung pangan, contohnya hasil hutan non kayu seperti madu,” ungkapnya.
Dalam sepuluh tahun terakhir, kawasan hutan peruntukkannya lebih banyak ke sektor swasta (korporasi atau perusahaan), sedangkan akses masyarakat itu sendiri hanya sebesar 18,4 persen daripada swasta yang mencapai akses hingga 81,5 persen terlihat dari data tahun 2021. Karena itu perlu perubahan (shifting) dari perubahan kebijakan agar masyarakat baik di kawasan hutan maupun tidak, mendapat akses hingga 30 persen melalui pola kemitraan.
“Kebijakan yang memberikan porsi besar kawasan hutan kepada masyarakat inilah yang disebut kehutanan sosial,” kata Apik.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hutan sosial diberikan untuk pemerataan ekonomi dan reformasi agraria. Pola perhutanan sosial diberikan dalam lima skema, hutan adat, hutan kemasyarakatan, hutan nagari, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan. Dalam bentuk hak pengelolaan kurang lebih tiga puluh tahun dan bisa diperpanjang hingga tujuh puluh tahun. Dengan pemberian ini masyarakat menjadi dapat kepastian hukum, karena rasio masyarakat dalam kepemilikan lahan itu hanya sedikit.
Apik mendefinisikan perhutanan sosial sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya. Diatur dalam regulasi Peraturan Menteri KLHK No. 83 yang telah diubah menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja, sehingga mudah dalam perizinannya.
“Akses legal diberikan langsung dari Menteri dengan nama persetujuan sebagai pembeda dari pemberian akses kepada sektor swasta. Dan perhutanan sosial ini bukan sebagai hak kepemilikan lahan, namun hanya sebatas akses kelola, tidak bisa dialihfungsi, bisa mendapat dana desa dan sebagainya,” kata Apik.
Perhutanan sosial digadang mendukung pengembangan sistem pangan nasional atau disebut juga life support system. Targetnya adalah pengurangan kemiskinan, pengangguran, serta konflik sosial, juga pengendalian hutan berkelanjutan.
“Masyarakat bisa melakukan kegiatan agro-forestry dengan memperhatikan kearifan lokal. Dari kementerian hanya memberikan pola kemitraan, akses modal, akses pasar, dan off taker agar memenuhi target tersebut,” jelas Apik.
Realisasi capaian perhutanan sosial hingga 18 Maret 2021 mencapai 6.899 unit SK hak pengelolaan lahan. Yang terpenting, setelah mendapat SK harus mendatangkan hasil atau kemanfaatan dan produktivitas. Mereka yang lemah dari segala aspek, KLHK juga meminta konvergensi lintas kementerian dan lembaga untuk bersinergi dalam pelaksanaan program ini.
“Ujungnya agar kelompok tani menjadi sejahtera,” ujar Apik.
Sukses Story Pembinaan Petani dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Ir. Tisna Umaran, MP., mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan terganggunya logistik pangan karena keterbatasan aktivitas.
“Pandemi Covid-19 memberikan dampak pada terganggunya sistem logistik pangan karena keterbatasan aktivitas dan rantai pasok yang belum merata menyebabkan masyarakat kehilangan akses dan harga komoditas pertanian karena turunnya permintaan akibat berkurangnya kegiatan masyarakat,” ujar Tisna.
Menanggulangi permasalahan yang terjadi, Dinas Pertanian Kab. Bandung melaksanakan beberapa kegiatan aktif seperti Gelar Produk Pertanian dan penjualan paket sayuran sebanyak 60 ribu paket dengan harga 15-20 ribu rupiah bekerjasama dengan PKK, dharma wanita dan petani produsen.
Program lainnya berupa pemberian bantuan dua ribu paket sayuran dibagikan pada enam kecamatan yang terdampak Covid-19. Pembuatan kesepakatan bersama dengan TaniHub tentang pengembangan ekosistem usaha berbasis pertanian. Memfasilitasi petani dan konsumen melalui pengembangan media layanan pemasaran secara online. Major project korporasi hortikultura bertempat di Ponpes Al Ittifaq, Kec. Rancabali sebagai pelopor santri beragribisnis.
“Major project korporasi kopi untuk menaikkan kelas kopi di Kab. Bandung. Petani milenial, Agro Edu Wisata. Padat karya penanaman kopi, padat karya pembangunan kandang komunal, dan pengembangan teknologi complete feed block, sebagai inovasi pakan ternak terbaru bergizi tinggi yang dapat disimpan lama tanpa harus sering menyabit rumput,” tutupnya.
Sumber berita : https://ldii.or.id/ketahanan-pangan-berkelanjutan-vital-bagi-stabilitas-bangsa/