DPP LDII Ingatkan Pers Kawal Transisi Kepemimpinan dengan Jernih
Jakarta (9/2) - Hari Pers Nasional (HPN) 2024, yang bersamaan dengan masa Pemilu, menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan keberpihakan. Hal ini disebabkan oleh konglomerat media yang tidak hanya mengonsolidasi media, tetapi juga menjadi elit partai serta mendukung calon presiden dan wakil presiden.
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, mengomentari tema HPN 2024 yang berjudul "Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa". HPN yang diperingati pada tanggal 9 Februari juga merupakan hari di mana Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) didirikan pada tahun 1946.
“Tema HPN tahun ini sangat relevan dengan situasi Pemilu. Pers memiliki tanggung jawab untuk mengawal transisi kepemimpinan nasional, sebagaimana perannya sebagai penjaga demokrasi. Oleh karena itu, pers harus mengawasi Pemilu dengan objektif, tanpa adanya kepentingan tertentu,” ungkap KH Chriswanto.
Meskipun demikian, idealisme pers dihadapkan pada tantangan besar. Menurut KH Chriswanto, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa konglomerat pemilik media cenderung mendukung elit partai, calon presiden, bahkan menjadi pendiri partai. Ini mengakibatkan idealisme pers bertabrakan dengan kepentingan pemilik perusahaan pers.
Namun, KH Chriswanto tetap optimis bahwa pers masih dapat menjadi pengawas Pemilu dengan lebih baik daripada masyarakat umum. “Pers harus memainkan peranannya dalam mengawal proses demokrasi ini. Mereka tidak boleh hanya fokus pada lawan politik pemilik modal, tetapi juga harus mengawasi pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik pers atau rekan sejawat mereka,” pesannya.
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengomentari Hari Pers Nasional 2024.
Foto: LINES.
Dia juga mencatat bahwa dalam demokrasi, hal yang biasa jika pers memiliki preferensi politik. Namun, preferensi tersebut harus selaras dengan idealisme pers yang tercermin dalam kebijakan redaksionalnya. Contohnya, pers di Amerika Serikat terbagi antara yang mendukung Partai Republik dan Demokrat, tetapi tetap mengawal proses Pemilu.
Menurut KH Chriswanto, peran penting pers adalah mengawasi pelanggaran dalam Pemilu, baik oleh partai yang mereka dukung maupun yang tidak. Dia menyebutkan berbagai jenis pelanggaran yang mungkin terjadi, seperti kampanye di luar jadwal, laporan dana kampanye palsu, pemasangan alat peraga kampanye yang melanggar aturan, hingga politik uang.
“Ada setidaknya 77 jenis pelanggaran Pemilu menurut UU Pemilu. Oleh karena itu, pers harus kritis dalam memantau. Saya yakin tidak ada partai politik atau calon presiden yang menginginkan kecurangan dalam Pemilu. Mereka semua adalah pemimpin dan putra terbaik bangsa,” jelas KH Chriswanto.
Menanggapi Pemilu 2024, Ketua DPP LDII Bidang Komunikasi, Informasi, dan Media (KIM) Rulli Kuswahyudi menyatakan bahwa Pemilu tersebut adalah kesempatan bagi generasi muda untuk belajar politik, demokrasi, dan komunikasi, serta bagaimana media massa dan media sosial digunakan oleh calon presiden dan calon legislatif.
Rulli menekankan bahwa generasi milenial dan Z memegang peranan penting dalam Pemilu 2024, karena jumlah mereka mencapai lebih dari 113 juta pemilih atau sekitar 56,45 persen dari total pemilih.
Belajar tentang politik dan komunikasi dalam Pemilu juga berarti belajar tentang sejarah bangsa. Hal ini diharapkan dapat melindungi mereka dari manipulasi informasi, revisi sejarah, propaganda, dan hoaks sebelum membuat keputusan politik mereka.
Dalam era post-truth, kebenaran tidak hanya didasarkan pada fakta tetapi juga pada persepsi. Ini merupakan ancaman serius bagi demokrasi dan persatuan bangsa. Rulli menekankan bahwa Pemilu adalah pesta demokrasi yang harus disambut dengan kegembiraan, bukan divisikan oleh fitnah. Persatuan dan kesatuanlah yang membuat Indonesia tetap kokoh.
"Saya ajak kita semua untuk bersatu demi Indonesia yang lebih baik," tambahnya.
Ini adalah beberapa refleksi dari pernyataan DPP LDII dalam menghadapi tantangan dan harapan di sekitar Pemilu 2024. Semoga pers dan masyarakat dapat bersinergi untuk menjaga integritas dan transparansi dalam proses demokrasi bangsa.