Moskow (4/1). Muhammad Abrar Fajri Abel atau Abel merupakan warga LDII asal Jakarta yang saat ini menempuh pendidikan Strata-1 (S1) jurusan Game Design & Virtual Reality (VR) di HSE (Higher School of Economics) University, Moskow, Rusia. Ia diterima di universitas tersebut, melalui jalur Beasiswa Pemerintah Rusia di bawah naungan Kementerian Pendidikan Federasi Rusia.
“Sekarang, saya baru memasuki semester pertama jurusan Game Design & VR di HSE University yang merupakan universitas terbaik nomor dua di Moskow, setelah Moscow State University,” ujarnya ketika diwawancarai via chat, pada Kamis (21/11).
Ia menjelaskan jurusan yang diambilnya, mempelajari bagaimana mendesain games baik secara dua dimensi maupun tiga dimensi, serta mekanisme penggunaan games tersebut. “Untuk VR sendiri lebih ke arah empat dimensi, yang desainnya dibuat seolah-olah berada di dunia nyata,” jelasnya.
Mahasiswa yang juga alumni dari Sulthon Aulia Boarding School (SABS) ini bercerita awal mulanya mendapatkan beasiswa, yakni ketika belum berhasil diterima di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dari berbagai jalur penerimaan. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil gap year satu tahun. Selama itu berlangsung, ia menyadari kalau passion (keinginan) sebenarnya bukan di bidang hukum, melainkan di bidang seni atau desain.
Tidak hanya itu, ia juga kepikiran untuk melamar beasiswa ke luar negeri dengan menyiapkan berbagai persyaratan, mulai dari International English Language Testing System (IELTS) hingga mengikuti American College Test (ACT), “Ini sejenis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) versi Amerika, dan alhamdulillah keterima di delapan universitas di luar negeri,” ujarnya.
Enam universitas di antaranya mewajibkan pengurusan financial aid, yakni bantuan keuangan untuk melanjutkan studi, antara lain: Monash University (Australia), Nuova Accademia di Belle Arti Milano (Italia), University Maine (USA), University of Idaho (USA), Illinois Institute of Technology (USA), dan St. Louis University (USA). “Dan dua universitas lainnya memberikan beasiswa, yakni HSE University (Rusia), dan Northern Illinois University (USA), cerita Abel.
HSE University menjadi pilihannya sebagai tempat untuk menuntut ilmu karena memberikan beasiswa penuh biaya pendidikan meskipun biaya hidup, ditanggung mahasiswa itu sendiri, “Dan juga universitas ini secara kualitas pendidikan termasuk terbaik di Rusia, negaranya tak sebebas dan seliberal di Amerika. Negara ini juga memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi, meskipun tergolong sebagai negara maju,” ujarnya.
Selain itu, universitas tersebut juga terletak di pusat kota Moskow, di mana kota terbesar dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik, serta merupakan kota dengan jumlah bilyuner terbanyak ketiga di dunia setelah kota New York dan Beijing.
Sebelum menempuh pendidikan di Rusia, ia mengungkapkan kalau pernah tercatat juga sebagai mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) di ITB selama tiga bulan melalui jalur penerimaan SBMPTN tahun 2021.
“Orang tua menyarankan untuk diambil terlebih dahulu FSRD ITB, karena saat itu di negara Rusia, kondisinya kurang stabil, di mana virus Covid-19 masih merajalela, dan untuk masuk ke border (perbatasan) negara tersebut sulit, sehingga belum menjamin untuk berangkat di tahun 2021,” ujarnya.
Ternyata di awal November 2021 ini, ia mendapat informasi bahwa sudah diperbolehkan untuk mengurus visa ke Rusia, dan bisa berangkat di bulan Desember. “Hal ini tentu membuat dirinya segera mempersiapkan keberangkatan ke Rusia, serta mengurus surat pengunduran diri dari ITB,” lanjutnya.
Pertama kali tinggal di negara Rusia, ia bercerita kalau budaya di negara tersebut sangat cepat dan terorganisir. “Segala sesuatunya dilakukan dan diselesaikan, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selain itu, mereka sangat menghargai waktu dan privasi dari setiap orang. Kemudian, mereka mengekspresikan sebuah senyuman itu hanya untuk orang-orang terkhusus, seperti: anggota keluarga, kerabat terdekat, dan sebagainya,” ujarnya.
Ia juga menilai jumlah muslim di negara tersebut cukup banyak, “Karena banyaknya muslim pendatang yang bekerja di negara tersebut, seperti negara dari Post-Soviet (negara-negara pecahan Uni Soviet), antara lain: Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, Armenia, sehingga tidak terlalu sulit untuk beribadah dan mencari sesuatu yang halal disana,” ungkapnya.
Ia juga bercerita mengenai perang Rusia-Ukraina yang terjadi, menurutnya, secara general dampak itu tidak terlalu dirasakan, karena perang itu terjadi bukan di negara Rusia, melainkan di negara Ukraina. “Dan dampak dari perang di Ukraina itu pun, jauh dari zona kependudukan di Kota Moskow, sehingga dirinya tidak tahu apa yang terjadi di sana, hanya mengetahui informasi melalui berita saja,” ujarnya.
Namun yang ia ketahui perekonomian di Rusia semakin meningkat, dikarenakan semenjak terjadinya perang, pemerintah Rusia meminta negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang berada di Eropa Barat, untuk membeli minyak, gas, dan hasil tambang Rusia melalui rubel (mata uang Rusia), sehingga value atau nilai rubelnya naik.
Dan untuk mahasiswa internasional yang berkuliah disana, tetap aman, karena tidak diikutsertakan dalam perang tersebut. “Mereka tetap fokus belajar, karena memang itu bukan kewajibannya. Bahkan mahasiswa asal negara Ukraina yang kuliah di HSE University pun, tetap dirangkul, tidak ada perbedaan antar satu sama lainnya,” lanjutnya.
Kemudian ia juga aktif di berbagai kegiatan, di antaranya tergabung serta aktif dalam komunitas islam The Association of Muslims in the Netherlands (AMIN). “Jadwal komunitas tersebut cukup banyak, saya hanya bisa mengikuti pengajian rutin yang dilakukan secara online di malam rabu dan malam sabtu,” ujarnya.
“Untuk hari Sabtu hingga Minggu, biasanya mengikuti kegiatan komunitas mahasiswa internasional yakni pertemuan pertukaran bahasa, kami saling mempelajari bahasa satu sama lainnya. Dan juga ada kegiatan namanya Russian Speaking Club, dimana kami datang ke universitas, latihan bahasa Rusia bersama mahasiswa perantau dari negara lainnya,” lanjutnya.
Ia merasa bersyukur memiliki keluarga, para guru serta teman-teman di lingkungan sekolah SABS yang selalu mendukung apapun cita-citanya, dan percaya ia mampu menggapainya.
Ia juga berharap kepada generasi muda LDII agar mampu menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Menurutnya pemahaman agama yang baik, bila memahami persoalan dunia dengan baik, “Contohnya dengan mempelajari bahasa asing, bisa berdakwah lebih luas. Selain itu, generasi muda LDII yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik, akan mengharumkan nama LDII. Sehingga LDII dikenal dan dijangkau oleh masyarakat luas,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban yang disertai dengan niat lillahi ta’ala. “Menuntut ilmu merupakan bagian dari ibadah, yang nantinya akan diamalkan serta disampaikan kembali melalui profesi atau bidang keahlian yang dimiliki masing-masing,” ujarnya.
Menurutnya dengan bersekolah di luar negeri itu dapat membuka pengetahuan tentang perkembangan islam di dunia, mempelajari perbedaan budaya di setiap negara. Dan mencegah masuknya budaya yang tidak sesuai norma/adat istiadat di negara Indonesia, serta mempelajari bagaimana cara berdakwah dengan bahasa dari negara itu sendiri,
“Nantinya juga diharapkan, LDII semakin berkembang dengan semakin tersebar luasnya generasi muda LDII yang merantau ke luar negeri,” tutupnya. (TY/LINES).
The post Cerita Generasi Muda LDII Raih Beasiswa di Kota Moskow appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/cerita-generasi-muda-ldii-raih-beasiswa-di-kota-moskow/