Oleh Dwi Pramono
Gerhana bulan adalah sebuah peristiwa alam yang terjadi saat bulan, matahari dan bumi berada dalam kondisi tepat atau nyaris membuat garis lurus. Bulan akan tampak kemerahan akibat cahaya yang direfraksikan oleh atmosfer Bumi saat terjadinya gerhana. Okultasi bulan Uranus akan berlangsung selama gerhana.
Berbagai mitos terkait gerhana bulan pun mencuak di permukaan masyarakat Indonesia seperti ibu hamil dilarang keluar rumah, tidak boleh menggunakan pisau dan lainnya.
Namun, Islam menepis mitos dan pandangan primitif abad ke-7 tentang gerhana, sekaligus menekankan dimensi religius, spiritual, dan sosial pada gerhana itu sendiri sebagai misi kenabian Nabi Muhammad. Masyarakat Arab pra-Islam memandang gerhana sebagai sesuatu yang menakutkan.
Gerhana adalah pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi, baik dari kematian maupun kelahiran. Pandangan primitif itu masih hidup saat Islam datang. Ketika putra Nabi Muhammad, Ibrahim, meninggal, yang bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari, mereka mengatakan bahwa gerhana itu terjadi karena kepergian putra Nabi Muhammad.
Dalam konteks itulah Nabi Muhammad bersabda:
عَنْ قَيْسٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا مَسْعُودٍ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا) صحيح البخاري (1/ 353)
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah disebabkan oleh kematian atau kelahiran seseorang, namun keduanya merupakan dua tanda dari kebesaran Allah. Apabila kalian melihatnya, maka salatlah.”
Pertanyaan yang muncul adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam ketika melihat gerhana? Pertama, perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
«فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا) ثُمَّ قَالَ: (يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا)» صحيح البخاري» (1/ 354)
“Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Tata cara shalat gerhana bulan memiliki ketentuan tertentu karena berbeda dengan pelaksanaan shalat pada umumnya. Hukum shalat gerhana adalah Sunnah Muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan.
Anjuran melaksanakan shalat gerhana bulan dijelaskan dalam hadis berikut ini:
حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيْد قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ قَالَ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عِلَاقَةِ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيْرَةُ بْنِ شُعْبَةِ يَقُوْلُ اِنْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ اِبْرَاهِيْمُ فَقَالَ النَّاسُ اِنْكَسَفَتْ لِمَوْتِ اِبْرَاهِيْمُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَأَيَتَانِ مِنْ أَيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُواهُمَا فَادْعُوا اللهِ وَصَلّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami, Abu Al-Walid berkata, telah menceritakan kepada kami, Zaidah berkata, telah menceritakan kepada kami, Ziyad bin ‘Ilaqah, dia berkata: “Aku mendengar Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, “Telah terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka berdoalah kepada Allah dan dirikan sholat hingga (matahari) kembali tampak.” (H.R. Al-Bukhari)
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan
Berniat di dalam hati Takbiratul ihram, yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
Membaca doa Iftitah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah: “Nabi ﷺ menjaharkan (mengeraskan) bacaannya ketika shalat gerhana.”(HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
Kemudian rukuk sambil memanjangkan bacaannya. Kemudian bangkit dari rukuk (i’tidal) sambil mengucapkan ‘Sami’allahu Liman Hamidah, Rabbana Wa Lakal Hamd’
Setelah i’tidal tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang, berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
Kemudian rukuk kembali (rukuk kedua) yang panjangnya lebih pendek dari rukuk sebelumnya. Selanjutnya, bangkit dari rukuk (i’tidal). Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana rukuk, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
Selanjutnya, bangkit dari sujud lalu mengerjakan rakaat kedua. Rakaat kedua ini dilaksanakan sebagaimana rakaat pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya salam
Setelah melaksanakan shalat gerhana, imam menyampaikan khutbah kepada para jemaah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdoa, beristighfar, dan bersedekah.
Perlu diketahui, sebenarnya ada hikmah yang dapat dipetik ketika peristiwa alam sekaligus tanda-tanda kekuasaan Allah itu muncul.
1. Mengingatkan akan kebesaran Allah
Ini ditunjukkan dengan adanya shalat khusuf, dzikir, dan berdoa.
2. Takjub dengan Pesona Ciptaan Allah
Selain memperbanyak istighfar, umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak membaca kalimat takbir, sebagai bentuk rasa kagum dengan kuasa Allah.
3. Sebagai Momen untuk Mengingat-ingat Dosa
Maksudnya, dengan munculnya fenomena ini juga menjadi pertanda alam bahwa akan terjadi bencana serta marabahanya. Untuk itu, orang muslim dianjurkan untuk selalu beristighfar atau memohon ampun kepada Allah.
*) Dwi Pramono adalah mahasiswa doktoral sekaligus anggota Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII
The post Gerhana Bulan, Inilah Mitos, Anjuran, dan Hikmah yang Dapat Diambil appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/gerhana-bulan-inilah-mitos-anjuran-dan-hikmah-yang-dapat-diambil/