Gorontalo (28/8). Sejak NKRI belum dibentuk, banyak agama yang masuk ke Indonesia dari para pendatang. Rakyat hidup berdampingan dan hal itu membuktikan bahwa sudah ada toleransi. Sejarah mencatat, mayoritas umat Islam di Indonesia tidka pernah memaksakan persatuan atas dasar kesamaan agama.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, saat menjadi narasumber di siaran TVRI ‘Gorontalo Menyapa’ yang membahas mengenai “Moderasi Beragama Sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa” bersama dua narasumber lain, Anggota DPRD Komisi II Bidang Pertanian, Perikanan, UMKM Gorontalo, Indriani Dunda dan Anggota DPRD Komisi IV Bidang Pendidikan dan Keagamaan, Adnan Entengo.
KH Chriswanto menjelaskan bahwa perbedaan yang dimiliki NKRI adalah kekuatan. “Ketika Indonesia stabil, beribadah dan berdakwah akan terasa nyaman. Hal yang sangat kami syukuri, sikap umat Islam sudah sangat toleran sebelum terbentuknya NKRI. Buktinya dalam sejarah bangsa ini, mayoritas umat Islam tidak pernah memaksakan Indonesia bersatu dengan dasar kesamaan agama,” ujarnya.
“Pendiri LDII menyadari, kita lahir di Indonesia, hidup di Indonesia, dan insya Allah mati juga di Indonesia. Sehingga tidak boleh meninggalkan ke-Indonesia-an ini. Sebagai warga negara, kita hidup dalam keberagaman. Buktinya, para founding fathers ketika mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas dasar perbedaan bukan kesamaan,” terang Chriswanto.
LDII sebagai organisasi keagamaan sejak awal berdirinya adalah lembaga dakwah, yang sudah menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi sebelum perubahan Undang-Undang No. 8 tahun 1985. Undang-undang tersebut mewajibkan organisasi kemasyarakatan (ormas) berasaskan Pancasila. Tentunya memiliki kepentingan yang sama dengan pemerintah dan masyarakat umum agar Indonesia berada dalam kondisi yang stabil.
Chriswanto mengingatkan, tidak perlu terburu-buru alergi dengan istilah moderasi beragama. Meskipun ini istilah baru, sikap dan jiwa toleran sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Terbukti tidak ada masalah dengan banyaknya agama yang masuk di Nusantara. Sejatinya, warga Indonesia sudah terbiasa dan terbentuk atas dasar perbedaan.
“Maka tujuan moderasi beragama bukan untuk politik identitas yang justru mengkotakkan dan menjadikan kita terpecah. Namun di sisi lain tidak mungkin bagi kita semua mengadopsi pemahaman bahwa semua agama itu sama. Sebab dalam agama ada ranah yang bersifat partikular, ada yang general,” ujarnya.
Partikular dalam hal ini adalah spesifikasi suatu kelompok, bukan untuk dibawa ke ranah publik. Sebaliknya secara general misalnya sosialisasi urusan kemasyarakatan, kesejahteraan, keadilan, ekonomi, kerjasama, gotong royong, dan kerukunan antar umat beragama. Moderasi beragama bermaksud menyamakan yang bisa disamakan, tapi tidak perlu membicarakan sesuatu yang menjadi kekhususan dari agama itu sendiri.
Chriswanto menggambarkan di Gorontalo contohnya, meskipun umat Islam menjadi mayoritas ternyata dapat memberi ruang terhadap kelompok lain, sehingga keberhasilan tidak didasarkan mayoritas-minoritas. “Gorontalo memiliki contoh masyarakat pekerja keras, mereka menyadari kemampuannya masing-masing, hal tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan bukan sebab basis agama melainkan berbanding lurus dengan upaya yang telah dilakukan,” jelasnya.
Sosialisasi Moderasi Agama Perlu Dilakukan Terus-Menerus
Upaya moderasi beragama yang dilakukan sebaiknya tidak hanya antar agama namun juga pada internal agama. “Di antara umat Islam sendiri, penentuan Syawal terkadang dapat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Namun di satu sisi, kita turut menghargai partikular yang menjadi dasar kebijakan mereka,” ujar Chriswanto.
Perihal itu Chriswanto menambahkan, “Moderasi beragama ini perlu disosialisasikan terus oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas seperti para pimpinan ormas dan tokoh-tokoh masyarakat. Terutama kepada umat harus diberikan penjelasan yang benar. Bukan hanya sikap fanatisme tapi dijelaskan bahwa dibalik partikular ini, kita hidup di negara yang heterogen. Sehingga mampu menerima perbedaan yang ada,” tambahnya.
Senada dengan KH Chriswanto, Indriani mengatakan, keanekaragaman adalah anugerah dari Allah yang harus benar-benar disyukuri dengan lebih bermoderasi. “Gorontalo memiliki 98 persen penduduk muslim, meski demikian beberapa sektor-sektor usaha didominasi oleh agama lain. Dengan bersatu dan tidak melihat keanekaragaman itu sebagai ganjalan maka ekonomi masyarakat akan berjalan,” ujarnya.
Ia melihat bahwa Gorontalo memiliki keterbukaan dan menerima berbagai macam agama. “Gorontalo jadi lebih aman karena moderasi agama sudah terbentuk walaupun belum disadari. Ini membantu pemulihan ekonomi dan menjadi perekat bangsa,” terangnya.
“Kita perlu mensosialisasikan moderasi beragama kepada masyarakat. Seperti yang disampaikan pak Chriswanto, jangan sampai terkotak-kotak, dengan mengerti moderasi agama kita bisa sama-sama berjuang dan bersatu untuk kesejahteraan bangsa Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Adnan Entengo berpendapat, isu moderasi harus menjadi hal yang dikuatkan. “Peran organisasi masyarakat kedepannya sangat diperlukan hadir di ruang publik untuk andil dalam mengedukasi masyarakat guna terwujudnya negara yang aman, nyaman dan sejahtera dengan negara sebagai pengelolanya,” kata Adnan.
Ia juga mengatakan, DPRD Gorontalo pun mendorong silaturrahim antar ormas maupun antar pemuka agama dari berbagai agama yang ada perlu untuk dilaksanakan berkelanjutan sebagai upaya menjaga dan merawat keutuhan negara.
Menurut Adnan, perbedaan yang lahir adalah rahmat Tuhan Yang Maha Esa. “Konteks moderasi beragama, yakni menyepakati beragam agama dan suku merupakan potensi dan kekuatan bagi kita untuk membangun negara dan melahirkan kesejahteraan. Ini isu yang harus kita angkat bersama. Jangan sampai terjadi benturan,” ungkapnya.
Dengan adanya moderasi beragama dapat menuntaskan kendala komunikasi dalam pluralisme agama. Saya merasa kehadiran ormas seperti LDII ini dapat menjadi penguat prinsip moderasi beragama di Indonesia,” kata Adnan. (Nisa/LINES)
The post KH Chriswanto: Umat Islam Toleran Jauh Sebelum Indonesia Lahir appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/kh-chriswanto-umat-islam-toleran-jauh-sebelum-indonesia-lahir/