Bekasi (4/11). DPP LDII mendampingi Badan Kerja Sama Antar Umat Beragama (BKSAUA) Kota Bitung, Sulawesi Utara, studi banding di Kampung Sawah, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Mayoritas umat Islam di Kampung Sawah menjunjung tinggi toleransi beragama, serta menjaga persaudaraan satu sama lain, sehingga dijadikan percontohan Kampung Pancasila.
“Sama dengan kami di Sulawesi Utara yang mayoritas Kristen, tapi menjalankan kerukunan umat beragama. Kami bersyukur bisa melakukan studi yang difasilitasi LDII ini,” ungkap Pendeta Robby Kawengian, Sekretaris BKSAUA Kota Bitung, Kamis (4/11).
Gereja Katolik Servatius, Gereja Kristen Pasundan, dan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi di Kampung Sawah berdiri berdampingan membentuk segitiga emas. Letak tempat ibadah yang saling berdekatan itu tidak hanya menjadi bukti keberagaman, tetapi juga bentuk toleransi yang tinggi.
Kerukunan dan Lima Ruas Jari
Tokoh Agama yang pertama ditemui rombongan adalah KH Rahmaddin Afif, pinisepuh Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi. Menurutnya, kerukunan bisa tercipta jika memiliki hati nurani yang dewasa dan memahami sistem hidup berupa aturan agama, pemerintah, dan masyarakat.
“Ketika tiga hal ini diikuti dengan disiplin yang baik dan legawa, maka jadilah perekat kerukunan berlandaskan Pancasila. Kalau sebagai Islam, sejak kecil saya sudah diajarkan rukun agama, rukun Islam, rukun nikah, dan sebagainya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, kerukunan yang ada di Kampung Sawah telah diwariskan secara turun-temurun. “Niat hidup kita memang untuk rukun. Orang tua saya sejak saya masih anak-anak mengajarkan, meski orang lain beda agama mereka tetaplah saudara kita. Orang tua harus benar-benar menjadi orang tua, bukan malah menjadi provokator,” ujarnya.
Rahmaddin memberikan perumpamaan, kerukunan tercipta jika lima jari bertindak. “Jempol melambangkan aparat pemerintah yang mengayomi, telunjuk melambangkan orang kaya membantu orang yang kesulitan ekonomi, jari tengah sebagai pemuka agama yang adil, jari manis sebagai pemuda generasi penerus bangsa, dan jari kelingking sebagai anak-anak yang harus dijaga,” ujarnya.
Kerukunan umat beragama di Kampung Sawah tidak hanya simbol dan semboyan, akan tetapi terbukti dari praktik yang dilakukan warga dalam berbagai hal. Namun ia menggaris bawahi satu hal.
“Kecuali soal akidah, kita harus tahu mana yang menjadi kebersamaan dan mana yang ketidakbersamaan. Artinya, dalam masalah akidah kita masing-masing ”lakum dinukum waliyadin”. Tapi masalah di luar agama adalah masalah bersama. Silahkan datang ke Kampung Sawah yang sudah diresmikan menjadi Kampung Pancasila untuk belajar kerukunan,” ujarnya.
Sesama Ciptaan Tuhan
Usai beraudiensi dengan KH Rahmaddin Afif, rombongan menemui Romo Yohanes Wartaya SJ, tokoh Gereja Katolik Santo Servatius Kampung Sawah. Gereja Katolik yang berdiri tahun 1896 ini dikenal dengan adat Betawi yang melekat dan budaya “Sedekah Bumi”.
Yohanes menjelaskan prinsip “Pohon Persaudaraan” atau sering disebut segitiga emas yang terdiri dari Gereja Katolik, Gereja Pasundan dan Masjid Agung Al-Jauhari.
Umat Paroki Kampung Sawah sarat kemajemukan, tidak hanya terbatas pada etnis Betawi, namun etnis Jawa, Flores, Batak, Tionghoa dan lainnya.
“Kami saling silaturahmi. Ketika ada acara bersama, kami membuat relasi satu dengan yang lain. Kami ngeriung alias sarasehan bareng yang tujuannya untuk kebangsaan. Kita sama-sama dilahirkan di Indonesia dan dilahirkan sebagai manusia. Maka kemanusiaan menjadi titik tolak persaudaraan,” ujarnya.
Rombongan kemudian beraudiensi dengan Pendeta William Alexander sebagai tokoh agama Jamaat Gereja Kristen Pasundan. Ia menjelaskan, masyarakat di Kampung Sawah selalu hidup berdampingan tanpa ada gesekan. Kondisi ini, sudah terjalin sejak ratusan tahun lalu.
“Kerukunan menjadi satu hal yang biasa dilakukan, bukan hanya dalam hari tertentu saja, tetapi dalam keseharian. Bagi saya orang yang dari luar Kampung Sawah datang ke sini, penerimaan dan keterbukaan menjadi kunci adanya kerukunan. Sehingga orang bisa terbuka dan menerima mereka yang berbeda,” ujarnya.
Kerukunan diwujudkan dengan kegiatan kolaborasi. Bahkan Gereja Kristen Pasundan mendirikan forum nasional Bhinneka Tunggal Ika. Di forum ini, anak-anak muda memiliki visi untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai kerukunan.
“Ada kemah kebangsaan yang dilakukan. Lalu kita mengaktifkan suara Kampung Sawah yaitu radio dan juga menjalin hubungan dengan sesama di hari raya besar,” tambahnya.
William menaruh harapan pada generasi muda, karena merupakan kunci melestarikan kerukunan umat beragama. “Kelak, jangan sampai kerukunan menjadi cerita belaka, akan tetap harus terus dihidupkan dalam kehidupan bersama,” harapnya.
Selain Pendeta Robby, rombongan terdiri dari KH. Ust Hairuddin Bandu, Presidium BKSAUA Kota Bitung dari Islam yang juga Wakil Ketua DPW LDII Sulawesi Utara, dan I Ndngah Artaya, Presidium BKSAUA Kota Bitung dari Hindu, ditemani anggota FKUB DKI Jakarta sekaligus Kadep HAL DPP LDII Tri Gunawan Hadi dan Ketua DPD LDII Kota Bekasi Ari Wijanarko.
Rombongan BKSAUA menilai, ketiga tokoh agama memiliki visi kerukunan yang kompak dan saling menghormati satu sama lain. Di Kampung Sawah, puluhan ribu umat Islam dan Kristiani, serta agama lain dapat hidup rukun, berdampingan dan saling menghargai (NK/Lines).
The post LDII Dampingi BKSAUA Kota Bitung Belajar Kerukunan di Kampung Sawah appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/ldii-dampingi-bksaua-kota-bitung-belajar-kerukunan-di-kampung-sawah/