Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Eksotiknya Daun Katuk Sebagai Pangan Fungsional

Kategori : LDII News, Opini, Ditulis pada : 12 Oktober 2021, 05:09:04

Oleh Dedin Finatsiyatull Rosida*

Pangan fungsional merupakan salah satu alternatif yang banyak dicari dan dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan yang dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional, haruslah bisa dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman. Sekaligus bermanfaat untuk kesehatan dengan karakteristik tidak memberikan kontradiksi, maupun efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Masyarakat saat ini semakin sadar terhadap pentingnya kesehatan, sehingga menempatkan produk pangan fungsional menjadi kebutuhan pangan masa kini.

Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia. Katuk biasanya digunakan daunnya untuk memperbanyak produksi ASI. Katuk memiliki banyak kandungan komponen bioaktif yang memiliki efek farmakologis. Daun katuk merupakan alternatif pengobatan yang potensial. Senyawa aktif yang efektif pada kandungan daun katuk antara lain: glikosida, saponin, tanin, flavonoid, sterois, alkaloid,  kalsium, fosfor, vitamin A, B dan C. Komponen ini dapat berfungsi sebagi antidiabetes, antiobesitas, antioksidan, menginduksi laktasi, antiinflamasi, antimikroba, mengobati demam, borok dan bisul. Obesitas, sering disertai dengan adanya oksidasi stress, hingga aktivitas daun katuk sebagai antioksidan dan imunostimulan berkaitan dengan aktivitas daun katuk sebagai antiobesitas. Fitosterol dan alkaloid yang terkandung dalam daun katuk mempengaruhi penurunan kadar glukosan dan kolesterol total. 

Daun katuk juga bermanfaat untuk mengobati penyakit kulit, mengatasi sembelit, menyembuhkan luka, menurunkan demam. Manfaat lainnya, sebagai bahan makanan tambahan, daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) di konsumsi dalam bentuk sayur atau lalap untuk menu sehari-hari dan aman dikonsumsi untuk ibu yang sedang menyusui. Daun katuk merupakan tanaman yang memiliki kandungan karotenoid tinggi dan kandungan zat aktif papaverin. Kandungan karoten dalam daun katuk segar lebih tinggi dari tanaman sayuran lainnya, yaitu sebesar 10.020 μg per 100 gram daun katuk segar. Daun katuk merupakan sayuran yang bergizi tinggi dengan kandungan protein sebesar 33,68% (Azis dan Muktiningsih, 2006). Tingginya kandungan karoten dan protein dapat digunakan sebagai pakan ternak unggas, sehingga menghasilkan kuning telur dengan warna yang bagus.

Katuk, selama ini sering dimanfaatkan untuk melancarkan ASI oleh masyarakat indonesia. Padahal katuk memiliki banyak manfaat yang lain yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif dalam pengobatan. Untuk itu, akan dibahas efek farmakologi dari tanaman katuk. 

Katuk sebagai Pangan Fungsional

Dedin F Rosyida, peneliti.

Ekstrak daun katuk memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri klebsiela pnemoniae dan staphylococcus aures. Ekstrak etanol daun katuk menunjukkan zona hambat yang lebih banyak pada bakteri klebsiela pnemoniae dibandingkan dengan staphylococcus aureus (Paul dan Beena, 2011). Ekstrak dari bagian daun lebih efektif daripada ekstrak bagian batang dan akar. Pada ekstrak metanol dan etanol memiliki nilai penghambatan yang signifikan terhadap bakteri proteus vulgaris, bacillus cereus dan staphylococcus aureus. Ekstrak daun katuk juga dapat digunakan sebagai antibakteri salmonella typhi. (Winarsih et al., 2015). Bakteri-bakteri ini banyak menginfeksi manusia dan menyebabkan mual dan diare.

Hasil penelitian Mulyani et al (2017) didapatkan ekstrak daun katuk terhadap bakteri propionibacterium acnes kurang efektif, sedangkan pada staphylococcus epidermis cukup menghambat bakteri. Sehingga ekstrak daun katuk dapat digunakan sebagai obat jerawat yang disebabkan staphylococcus epidermis namun tidak dapat digunakan pada jerawat yang disebabkan propionibacteriuum acnes. Selain digunakan dalam bentuk ekstrak langsung, daun katuk juga dapat digunakan dalam bentuk salep (konsentrasi ektrak 20%) untuk menghambat pertumbuhan staphylococcus (Zukhri et al., 2018). 

Senyawa yang berperan sebagai anti bakteri meliputi alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Flavonoid memiliki mekanisme menghambat sintesis protein sehingga akan menyababkan membran bakteri rusak. Saponin bekerja dengan merusak membran dengan cara mengganggu permeabilitasnya. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan menghambat pembentukan bakteri yang menyebabkan bakteri menjadi rusak dan mati. Tanin merusak dinding sel dan menghambat pertumbuhan bakteri sebagai mekanisme antibakteri. Tanin merupakan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan kapang, bakteri dan kamir. Jika aktivitas katuk sebagai antibakteri dibandingkan rosela, maka dauk katuk menghasilkan penghambatan terhadap candida albican lebih kecil dari bunga rosela (Kusumanegara et al., 2017). 

Ekstrak daun katuk memiliki efekivitas yang relatif sama dengan natrium diklofenak dalam penyembuhan radang (anti inflamasi). Dengan menggunakan dosis ekstrak 400 mg/kg BB, terjadi penghambatan peradangan berkisar 66,67- 100% (Desnita et al, 2018). 

Klorofil dari daun katuk memiliki potensi sebagai alternatif pengobatan anemia hemolitik dengan adanya peningkatan kadar Hb dan ferritin. Klorofil daun katuk dapat meningkatkan ferritin dalam darah. Klorofilnya berpotensi dapat digunakan sebagai antioksidan akibat stres oksidatif.

Meningkatkan Produksi ASI 

Ibu menyusui yang mengkonsumsi ekstrak daun katuk dengan dosis dua kali atau tiga kali sehari memiliki pengaruh yang bermakna, terhadap kadar hormon prolaktin dalam darah. Hasil riset menunjukkan ibu menyusui yang mengkonsumsi ekstrak daun katuk, sebanyak 70% terjadi peningkatan produksi ASI. Sementara ibu yang tidak mengkonsumsi daun katuk, hanya 6,7% yang mengalami kenaikan produksi ASI (Suwanti, E dan Kuswati, 2016). Produksi ASI meningkat karena dalam daun katuk mengandung alkaloid dan sterol.

Mengkonsumsi ekstrak daun katuk dan daun kelor saat hamil akan mempercepat keluarnya kolostrum. Kualitas ASI tidak dipengaruhi dengan adanya pemberian ekstrak katuk pada ibu. Kadar protein dan lemak dalam ASI tetap terjaga walaupun ibu mengkonsumsi daun katuk. 

Umumnya, pemberian air susu ibu (ASI) terhadap bayi tidak hanya memberikan efek positif terhadap bayi tetapi juga terhadap ibu. Faktor yang berpengaruh dalam produksi ASI biasanya disebabkan oleh faktor anatomis dan fisiologis, faktor psikologis, faktor hisapan bayi, faktor istirahat, faktor nutrisi, dan faktor obat-obatan atau ramuan dari tumbuhan. Dengan pemberian ekstrak daun katuk pada ibu menyusui, dapat mempengaruhi peningkatan produksi ASI. Adanya kandungan alkaloid dan sterol yang terdapat didalam ekstrak daun katuk itulah yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi ASI. 

Pemberian daun katuk lebih efektif dalam bentuk ekstrak dibandingkan dengan pemberian lainnya, seperti lalapan rebus, campuran sayur dan campuran nasi tim. Peningkatan produksi ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi bayi, yang sangat membutuhkan ASI eksklusif pada enam bulan pertama sejak kelahiran

Efek Spermatogenesis

Dengan mengkonsumsi daun katuk sebagai obat herbal, mempunyai manfaat dalam menghambat proses spermatogenesis tanpa menurunkan hormon androgen, murah, dan bersifat reversible (dapat kembali). Banyak penemuan obat anti spermatogenik dapat melenyapkan aktivitas spermatogenesis tanpa mempengaruhi libido, peristiwa ejakulasi dan tingkah laku seksual. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) memiliki potensi yang bisa dikembangkan sebagai bahan hormonal pria.

Dari hasil penelitian Erystiadi (2013) didapatkan seduhan daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) pada hewan percobaan kelinci jantan (Oryctolagus cuniculus) yang diberi seduhan daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) pada dosis 5g/kg bb, dalam seduhan 50% sebanyak 15 ml/ekor, p.o, sehari 1 kali, selama 14 hari terdapat penurunan kualitas spermatozoa yang signifikan. Penurunan ini disebabkan steroid yang bersifat androgenik, di mana senyawa ini dapat mensekresi hormon seks, yaitu testosteron. Steroid ini akan meningkatkan sekresi hormon testosteron. 

Namun jika daun katuk diberikan terus menerus maka kadar hormon testosteron dalam darah akan tinggi dan sifatnya menetap, yang pada gilirannya akan memberikan umpan balik negatif pada hipofisis anterior, yaitu tidak melepaskan FSH dan LH. Penurunan kadar LH menyebabkan gangguan terhadap sekresi hormon testosteron. 

*Dr Dedin Finatsiyatull Rosida, STP, MKes adalah Dosen Teknologi Pangan UPN Veteran Jawa Timur sekaligus anggota LISDAL DPP LDII

Referensi

Azis, S. dan Muktiningsih S. R.. 2006. Studi manfaat daun katuk (Sauropus androgynus). Cermin Dunia Kedokteran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. DepartemenKesehatan Republik Indonesia, Jakarta. No.151:48-50.

Desnita,R l. 2018. Antiinflammatory Activity Patch Ethanol Extract of Leaf Katuk (Sauropus Androgynus L. Merr).Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol.16 No.1:1-5 

Eristyadi, Taufan. 2013Efek daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) terhadap kualitas spermatozoa kelinci jantan (Oryctolagus cuniculus) secara histologi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013) 

Kusumanegara. 2017. The difference of inhibitory zone between katuk (Sauropus androgynous L. merr.) leaf infusion and roselle (Hibiscus sabdariffa L.) petals towards oral Candida albicans. Journal of Dentistry 2017;29(2):118-122. 

Majid, Tiara Salsabila dan Muchtaridi Muchtaridi.2018. Aktivitas farmakologi ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 2 . p. 398-4

Mulyani, Yuli Wahyu Tri . 2017. Ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) sebagai antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan staphylococcus epidermis. Jurnal Farmasi lampung vol.6. No.2: 46-54

Paul, Mariya and Anto, K. Beena. 2011. Antibacterial activity of Sauropus androgynus (L.) Merr.. Internat. J. Plant Sci., 6 (1): 189192. 

Suparmi et al. 2016. Anti-anemia Effect of Chlorophyll from Katuk (Sauropus androgynus) Leaves on Female Mice Induced Sodium Nitrite.Pharmacognosy journal Vol 8(4):375-379. 

Winarsih, et al. 2015. Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi secara In Vitro Mutiara medika. Vol. 15 No. 2:96- 103. 

Wiradimadja,R. 2006. Peningkatan Kadar Vitamin A pada Telur Ayam melalui Penggunaan Daun Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) dalam ransum. Jurnal Ilmu Ternak Vol.6 No.1 

Zukhri,S et al. 2018. Uji Sifat Fisik dan Antibakteri Salep Ekstrak Daun Katuk (sauropus androgynus (l) merr.). JIK Vol XI, No 1. 

 

The post Eksotiknya Daun Katuk Sebagai Pangan Fungsional appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.


Sumber berita : https://ldii.or.id/eksotiknya-daun-katuk-sebagai-pangan-fungsional/

built with : https://erahajj.co.id