Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Makna Istirahat

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 12 Maret 2021, 23:29:17

Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Jaya Suprana, pada tahun 1985, pernah membuat kejutan dengan konser pianonya yang unik dan dahsyat. Dengan gubahan bertajuk Mediasi, ia mempromosikan dengan hebat: menyajikan unsur hakiki yang sering dilupakan dalam musik. Dan, banyak yang terkecoh dan tertarik datang menyaksikannya. Ternyata yang hebat dan dahsyat itu adalah jeda atau pause. Maka dalam konsernya, ia memulai dengan mengetuk satu tut nada, kemudian berhenti sejenak. Senyap. Penonton pun termangu. Menunggu. Setelah beberapa lama baru disambung dengan rangkaian nada-nada dalam gubahannya. Dalam keterangan persnya setelah konser, dia menyebutkan bahwa jeda atau pause adalah hal yang paling penting dalam bermusik. Apa jadinya jika tidak ada jeda, pasti tangga nada yang tersusun jadi berantakan. Di sinilah arti pentingnya jeda. 

Jika binatang di hutan mengalami kelelahan, mereka menyegarkan diri dengan rehat sejenak. Diam, istirahat, menikmati suara hening angin, maka bugarlah seluruh badan. Kapan saja binatang di hutan mengalami luka, mereka pun mengobati diri cukup dengan istirahat. Anehnya, tidak sedikit binatang di hutan yang sembuh melalui langkah sederhana ini. Istirahat total dan kepasrahan yang sempurna dengan kesendirian dalam keheningan. Itu salah satu pesan simbolik yang terlihat terang benderang dari kehidupan ini.

Jika pesan ini dipadukan dengan pengalaman manusia-manusia masa kini, pesan simbolik ini terlihat ada benarnya. Banyak sekali sahabat-sahabat dengan masalah hidup yang rumit, penyakit-penyakit yang kronis, luka jiwa yang sangat dalam, bahkan ada yang sudah mencoba bunuh diri berkali-kali. Di sana terlihat, melalui mata mereka, kalau mereka tidak bisa dan tidak pernah istirahat. Bagaimana mau istirahat, kalaulah mereka tidak berjumpa dengan orang-orang yang melukai, mereka selalu berjumpa dengan mimpi buruk yang berisi marah dan dendam pada saat tidur. Sebagian bahkan bercerita kalau mereka tidak bisa tidur sama sekali. Ini semua menjadi masukan, betapa pentingnya belajar seni istirahat dalam kehidupan.

Sebagai jembatan pemahaman, dalam cerita rekayasa dikisahkan bahwa suatu ketika para binatang ingin mendirikan sekolah sebagaimana manusia. Tempat belajar disediakan, kurikulum berbasis kompetensi disusun dan guru pun ditunjuk. Lengkap dengan kepala sekolahnya. Dan gratis, karena dorongan kuat kebersamaannya. Mata kuliah memanjat diajarkan orang utan. Pelajaran lari dibimbing serigala. Kurikulum terbang dikoordinir oleh burung. Dan pelajaran berenang diajarkan oleh ikan. Dan setelah sekian tahun lewat, apa yang terjadi? Sekolahnya ditutup. Kenapa? Sebab yang bisa memanjat hanya famili monyet, yang larinya kencang golongan serigala, yang bisa terbang hanya kelompok burung dan yang pandai berenang hanya jenis ikan saja.

Pelajarannya sederhana, untuk bisa istirahat sepenuhnya dalam kehidupan sangat-sangat penting untuk menemukan ilmu “tahu diri”. Yang dalam perkembangannya kemudian ada yang menyebut tahapannya dengan jeda atau pause. Dan sebagai manusia kita harus tahu bagaimana tubuh kita dicipta oleh Sang Pencipta. Dalam manual tertulis bahwa istirahat yang sempurna dari seorang hamba, adalah jika dia bisa bangun malam di setiap kesunyian gelap hutan malam yang hadir menyapa. Tidur tidak terus-terusan, tetapi ada pemisah di antaranya dengan jeda sholat/bangun malam. Meniti waktu, menikmati heningnya malam. Hidup tidak hanya bermodal keinginan-keinginan saja, tak pernah bisa bangun malam. Ia mudah membuat kehidupan jadi roboh. Bila tak ada keinginan sama sekali, itu namanya malas yang menyengsarakan.

Allah mengingatkan dengan firmannya yang indah:

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (15) تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (16) فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS Sajdah: 15-17).

Rasul-Nya menegaskan dengan kalimat padat dan cermat:

عَنْ بِلَالٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ

Dari Bilal bahwasanya Rasulullahbersabda: “Selalu menetapilah kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allâh, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan.” (HR Tirmidzi).

Dan tak ketinggalan, Sang Bijak – Guru Selamat menguatkan dengan menukil penjelasan Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa. Nasehatnya;

الناس في آخر اليل يكون في قلوبهم من التوجه و التقرب و الرقة ما لا يوجد في غير ذالك الوقت

“Manusia pada akhir malam, keadaan hatinya akan fokus dan dekat kepada Allah serta lembut, di mana tidak didapati keadaan ini kecuali pada waktu tersebut.”

Di sinilah rahasianya. Titik istirahat yang mendekati sempurna bisa ditemukan kalau seseorang belajar menemukan keseimbangan dalam kehidupannya. Istirahat tidak ditentukan oleh kuantitas lamanya tidur, tetapi lebih kepada kualitas bagaimana ia tidur. Harus ada jeda, sebelum bersambung. Tidur semenjana, bangun sholat malam, kemudian tidur sejenak dan bangun ketika shubuh tiba. Sebagaimana keseimbangan menaiki sepeda, titik keseimbangan lebih mungkin ditemukan kalau seseorang terus menerus berlatih untuk bertumbuh ke depan. Dan ciri jiwa yang sudah bisa istirahat itu sederhana, yaitu bisa melihat semuanya sebagai tarian kesempurnaan yang indah dari Sang Pencipta, laksana keheningan hutan yang dapat menyembuhkan setiap penyakit satwa. Demikian juga dengan kehidupan manusia, ketika sudah mengerti makna istirahat dengan jeda di dalamnya. Allahu Akbar.


Sumber berita : https://ldii.or.id/makna-istirahat/

built with : https://erahajj.co.id