Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Dalam KBBI, lema jawil atau menjawil diartikan menyentuh dengan ujung jari (supaya diperhatikan dan sebagainya); mencolek; menggamit. Berikutnya, dalam kamus Indonesia-Jawa, ditemukan kata jawilan yang diartikan sebagai undangan tanpa surat (undangan resmi). Nah, di daerah Pantura, terutama sekitar wilayah Cirebon, sudah tidak asing lagi dengan istilah jawilan. Bukan merujuk definisi di atas, tetapi maksudnya adalah pekerja serabutan yang nongkrong di lokasi tertentu yang siap menerima order atau panggilan setiap saat. Umumnya pekerja non skill. Uniknya mereka selalu ada kapan dibutuhkan, sehingga dijadikan solusi kala terjadi kelangkaan tenaga kerja. Mau pagi, siang, sore selalu ada. Tanpa agen, tanpa broker. Nah, oleh para user, tipe pekerja ini disebut dengan jawilan. Tinggal jawil, bereslah urusan. Pekerja untung mendapatkan upah, pengguna untung terpenuhi kebutuhannya.
Mengambil spirit jawilan di atas, sebenarnya ada semacam “undangan” yang di alamatkan kepada kita manusia setiap hari. Ia memang bukan layaknya panggilan adzan atau iqomat. Ia juga bukan panggilan-panggilan yang keras terdengar. Ia adalah jawilan-jawilan indah. Sentuhan-sentuhan lembut. Mesra penuh tanda. Dengan kelembutan dan keheningan yang senyap-menyergap. Di balik bayangan malam yang gelap. Penuh harap dan haru. Sedu dan sedan memenuhi waktu dengan bahasa-bahasa menyentuh indera dan kalbu. Hanya saja banyak orang terkalahkan dan gagal menangkap nuansanya untuk memenuhi undangan itu.
Simaklah tatkala Allah memanggil;
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (١) قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا (٢) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا (٣) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا (٤) إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلا ثَقِيلا (٥) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا (٦)
“Wahai orang yang berselimut. Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS al-Muzammil ayat 1 – 6).
Namun manusia, bukannya bangun melempar selimut, justru kian rapat memeluknya. Dan ketika ada seruan lain memperkuat pesan di atas yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ ” .
Dari Abi Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda; “Pada setiap malam Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun ke langit dunia, ketika sepertiga malam yang akhir tiba. Lalu Allah memanggil; ‘Barangsiapa yang berdoa kepadaKu niscaya Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepadaKu niscaya aku berikan dan barangsiapa yang meminta ampunan kepadaKu, niscaya akan Aku ampuni.” ( Rowahu Muslim)
Justru banyak orang yang lupa menyambutnya.
Memang panggilan itu ghaib. Mata dan telinga tak bisa menangkapnya. Tapi ia benar-benar ada, lewat tanda-tanda kuasaNya. Hati dan sanubari yang jernih pasti mampu merasakannya. Jiwa-jiwa yang resik pasti mampu menelisiknya. Ia memang tak kasat mata. Namun ia betul-betul hadir menyapa isi bumi dengan syahdunya. Dan panca indera ini bisa menangkap getaran frekuensinya. Ketahuilah, gelombang-gelombang panggilan itu terus mengalun ke segala penjuru, menyampaikan pesan dan membuka mata hati yang di dada ini, menyambungkan pada Yang Punya langit bumi ini. Dan sejujurnya, tubuh ini juga merespon dengan ingin pergi ke belakang, tanda penyesuaian dan kesetimbangan. Sayang banyak yang belum tergerakkan.
Ingatlah, colekan itu adalah datangnya dingin malam mengganti gerah. Sadarilah, jawilan itu adalah tetesan embun pagi yang turun setetes demi setetes. Sambutlah, bahwa ajakan itu adalah mengalirnya angin potongan malam menyentuh pori dan sendi. Lepasnya kepenatan, runtuhnya kemarahan dan terusiknya kantuk di ujung hari yang sepi. Perhatikanlah, senggolan itu adalah lembutnya air menerpa wajah. Pada setiap basuhan dan usapan yang penuh arti. Hati pun meluruh, suasana lembut menyentuh, mengantar diri untuk bersimpuh.
Belum terasakah jawilan itu di dalam hati sanubari ini? Ayo terus berpacu, mengasah relung hati. Karena Allah dan Rasul tak pernah ingkar janji. Jangan sampai datang jawilan lain yang banyak orang benci. Yaitu jawilan Malaikat Izrail yang tanpa kompromi.
Sumber berita : https://ldii.or.id/jawilan/