Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Esai Tentang Kupu-Kupu (Leadership)

Kategori : LDII News, Nasehat, Ditulis pada : 05 September 2020, 14:04:05

Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang

Pada suatu hari, seseorang menemukan sebuah kepompong yang terjatuh dari pohon dan memungutnya untuk dipelihara. Setelah beberapa saat, muncullah lubang kecil dari kepompong tadi. Orang itu duduk, lalu mengamati apa yang selanjutnya terjadi dengan kepompong itu. Ada pergerakan dari dalam – yaitu seekor calon kupu – kupu sedang berjuang keras keluar dari kepompong melewati lubang kecil di ujungnya. Kemudian kupu-kupu itu berhenti setelah berjam – jam bergerak – bergelogetan – mendesak keluar.

Kelihatannya kupu-kupu itu sudah kelelahan, setelah berusaha semampunya sekian lama dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia ambil sebuah gunting dan memotong kekangan lubang dari kepompong itu. Dan akhirnya kupu-kupu itu keluar dengan mudahnya.

Namun, ada hal tak terduga yang terjadi? Kupu – kupu itu memang sudah keluar dari kepompongnya. Ia sekarang bebas. Kupu – kupu itu tergeletak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap kecil yang mengkerut. Orang tersebut dengan telaten, terus – menerus mengamatinya karena sangat berharap, pada saat berikutnya, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu mengangkat tubuh kupu-kupu itu untuk terbang ke awan. Sayang, semua itu tidak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya dengan jalan merangkak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Kupu-kupu itu tidak pernah bisa terbang selamanya. Karena tidak melewati proses yang seharusnya. Yang tidak pernah dimengerti dari kebaikan orang tersebut adalah bahwa lubang kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Allah untuk memaksa cairan dari kupu-kupu itu masuk ke dalam sayap-sayapnya sedemikian rupa sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kungkungan kepompong tersebut. Tubuhnya ramping dan sayapnya indah berwarna, mempesona.

Banyak orang yang masih mempunyai anggapan klasik bahwa menjadi pemimpin itu instant. Maksudnya bisa dipelajari, disiapkan dan dicetak. Maka mucullah pelatihan – pelatihan leadership bak jamur di musim hujan. Bahkan dijadikan syarat, bahwa untuk duduk di sutau jabatan tertentu harus lulus training kepemimpinan level ini dan itu. Apa yang terjadi? Tidak banyak dihasilkan kepemimpinan dari metode seperti ini. Yang ada hanya manajerial saja. Mereka tahu cara memimpin tetapi tidak tahu bagaimana mengaplikasikannya. Mereka faham, tapi tidak ada kekuatan untuk melakukannya. Begitulah kehidupan merangkak, banyak orang yang tidak mau berkaca pada kearifan sunnatullah yang disebut hukum alam ini, sebagaimana cerita di atas.

Cerita kepompong dan kupu-kupu adalah gambaran proses percepatan atau sering disebut dengan karbitan. Itulah realitanya, sebuah hasil jika pemimpin diformat secara instan. Waktu memang tidak bisa ditipu. Dan pengalaman memang tidak akan tergantikan. Pengalaman adalah guru terbaik, yang memberikan kesempurnaan pada kehidupan ini. Pengalaman memberikan nilai kepada pelakunya, baik gagal maupun berhasil. Sedangkan pelatihan membuat pelaku mencari nilainya sendiri, kadang bahkan hanya untuk mengejar predikat lulus. Maka, entah kebetulan atau tidak, serasa dalil di bawah ini sungguh – sungguh mengena di hati saya.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Makkiy telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Yahya dari kakeknya dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi ﷺ bersabda, “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembalakan kambing”. Para sahabat bertanya, “Termasuk engkau juga?” Maka beliau menjawab, “Ya, aku pun mengembalakannya dengan upah beberapa qirat (keping dinar) milik penduduk Makkah.” (Rpwahu Bukhary)

Hadits ini secara tersirat menjelaskan sebuah hakikat pendidikan kepemimpinan, bagaimana ia tumbuh dan berkembang melewati semua scenario yang seharusnya ditempuh. Tidak meloncat dan kelewat. Tetapi satu per satu harus ditempuh sampai waktunya tiba; didaulat sebagai pemimpin yang sebenarnya. Bukan hanya terampil memimpin diri sendiri, tetapi melampauinya. Sebab tuntunan dan runutannya sudah paripurna, seperti gambaran di atas, menjadi kupu – kupu yang sukses bermetamorfosa, bisa terbang dan mempesona dengan keindahan warna sayapnya. Itulah dinamika kepemimpinan yang dengan bijak memberikan peringatan kepada kita semua bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan atau dipercepat dengan sebuah rekayasa.


Sumber berita : https://ldii.or.id/esai-tentang-kupu-kupu-leadership/

built with : https://erahajj.co.id