Jakarta (23/12). Advokat Hak Asasi Manusia (HAM) dari STH Indonesia Jentera, Asfinawati menekankan pentingnya toleransi untuk menjaga harmoni dalam keberagamaan pada masyarakat plural. Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2017-2021 itu, mengatakan negara harus mendukung lingkungan keberagamaan yang inklusif di masyarakat.
Hal tersebut Asfinawati sampaikan pada acara Focus Group Discuussion (FGD) Kebangsaan yang diselenggarakan DPP LDII, Jakarta, Sabtu (24/12/2023). Asfinawati mengungkapkan, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan ada dalam pasal 28 dan 29 UUD 1945. Pasal ini berkenaan dengan hak sipil dan politik, dimana kebebasan beragama merupakan salah satu HAM yang berasal dari dalam diri individu. Oleh sebab itu kebebasan berpikir, kebebasan hati nurani dan agama ini tidak boleh dicampuri oleh negara.
“Jadi dalam kacamata hukum internasional, agama tidak bisa dipisahkan dari pikiran yang ada di dalam diri dan hati nurani manusia. Karena itu tidak bisa dipaksa,” ungkapnya.
Ia menukil sebuah riset yang dilakukan di Amerika Serikat (AS) yang mengungkapkan, bahwa negara manapun, dengan agama atau kepercayaan apapun bisa menjaga toleransi. Intoleransi itu bisa dijaga dan tidak merugikan orang lain, ketika negara bisa menjaga kebebasan beragama dan kepercayaan.
Apabila negara memiliki agama tertentu yang menjadi agama resmi negara, maka negara itu tidak boleh mendiskriminasi agama lain, “Kalaupun terdapat agama tertentu yang dianut negara itu, baginya itu tidak masalah. Asalkan negara tersebut tidak mendiskriminasi, membedakan agama-agama lain, atau kepercayaan yang lain. “Karena itu menurut saya HAM adalah jalan tengah, atau dokumen perdamaian,” ujarnya.
Asfinawati menjelaskan dokumen perdamaian adalah ketika semua orang diberikan haknya, dengan harapan ketika sebuah kepercayaan atau agama berkuasa di suatu negara, tidak ada upaya balas dendam atau orang tidak berlomba-lomba memegang kekuasaan di negara itu karena sebelumnya dia merasa pernah didiskriminasi.
Ia juga membedakan toleransi dalam dua definisi, yaitu toleransi yang tidak melanggar hukum dan toleransi yang melanggar hukum. Asfinawati mencontohkan dalam kacamata ilmu sosial mengenai toleransi, orang-orang yang tidak suka di sebelah rumahnya ada orang yang berbeda agama, itu dapat dikategorikan sebagai intoleran.
Asfinawati beranggapan, intoleran itu ada yang harus dibiarkan, dalam artian menjadi hak keberagamaan. Tapi ada juga yang dimana negara tidak boleh diam dan harus mendorong mereka untuk toleran. “Menjadi tugas negara untuk membuka dialog agar perbedaan pandangan dan keyakinan agama ini tidak menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial,” ungkapnya.
Menurutnya banyak sudut pandang filosofis mengenai hak asasi manusia, salah satunya adalah dengan hukum kodrat. Karena hukum kodrat tersebut berasal dari Tuhan, maka tidak mungkin bisa dicabut oleh manusia. “Jika orang dicabut hak-haknya, maka dia akan melawan. Ketika orang diberikan hak-haknya, justru manusia bisa hidup dalam perdamaian dan saling menghormati hak asasi yang lain,” ujarnya.
The post Advokat HAM: Negara Tidak Boleh Diam dalam Persoalan Intoleransi appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/advokat-ham-negara-tidak-boleh-diam-dalam-persoalan-intoleransi/