Oleh Anton Koeswoyo, Ketua DPD LDII Tanah Laut, Kalimantan Selatan
Setelah hampir tiga bulan menempuh studi doktoral di Bogor dan tinggal di kos-kosan, baru dua hari ini saya mencoba masak sendiri. Biasanya saya selalu makan di warteg yang tak jauh dari kos. Cukup dengan jalan kaki kurang dari 10 menit sudah sampai warteg.
Tetapi rupanya tiap hari makan di warteg bisa membuat bosan. Meskipun menunya ganti-ganti, bahkan pindah-pindah dari satu warteg ke warteg lainnya. Tetap saja lidah bosan makan masakan warung.
Akhirnya saya memutuskan untuk memasak berbagai sayuran dan lauk sendiri di kos. Pagi itu saya memutuskan untuk masak sayur lodeh. Untuk membeli bahan-bahannya, cukup berjalan kaki. Tidak seberapa jauh dari kos ada pedagang sayur keliling yang mangkal di tepi jalan. Meski masih pagi, tapi sudah ramai dikerumuni pembeli yang mayoritas ibu-ibu.
Saya pun beli bahan baku sayur lodeh: bambu muda alias rebung, kacang panjang, terong, tahu, tempe, dan santan. Adapun bumbunya cukup sederhana: bawang merah, bawang putih, kemiri, lengkuas, kemiri, cabe rawit, cabe besar, daun salam, terasi, gula, dan garam.
Semua bumbu dihaluskan dengan cara diulek, kecuali lengkuas yang hanya dimemarkan, dan daun salam yang tetap dibiarkan utuh. Bumbu ditumis sampai mengeluarkan aroma wangi. Selanjutnya bahan-bahan yang sudah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil dimasukkan ke wajan penggorengan. Beri air lalu rebus hingga setengah matang sebelum akhirnya diberi santan, gula, dan garam secukupnya.
Sayur lodeh yang lezat pun siap dinikmati dengan nasi hangat, ikan sepat goreng, dan sambal terasi.
Sambil menyantap sayur lodeh, saya membayangkan bahwa di balik lezatnya masakan ini, ada bumbu-bumbu yang kalau dimakan satu persatu tanpa diolah, rasanya sangat tidak enak.
Tetapi jika semua bumbu dicampur dengan proporsi tertentu, justru menghasilkan masakan yang sangat lezat.
Demikian pula dengan kehidupan ini. Sebagai orang yang dibekali akal, pikiran, perasaan, dan panca indera ini punya kebebasan untuk meramu berbagai kejadian yang menimpa diri kita. Yang namanya hidup tentu sudah pasti ada duka, kesedihan, halangan, rintangan, cobaan, kegagalan, bahkan musibah. Tetapi juga pastinya diselingi dengan kebahagiaan, kesuksesan, kemudahan, pertolongan, dan lain sebagainya. Semua datang silih berganti atau bahkan terkadang bersamaan mewarnai kehidupan kita.
Pemahaman seperti ini penting bagi kita semua, terutama bagi yang sedang dalam kesulitan, kesusahan, maupun yang sedang dalam masa-masa perjuangan (sekolah, kuliah, mondok, merintis usaha, dll).
Semua kesulitan hidup itu ibarat bumbunya kehidupan. Anda bisa membayangkan rasanya bawang merah mentah, lengkuas, cabe, kemiri, terasi, dan garam jika dimakan satu persatu tanpa diolah terlebih dahulu? Rasanya sudah pasti sangat tidak enak.
Tetapi untuk menghasilkan masakan yang lezat, semua bumbu-bumbu itu diperlukan. Tidak bisa diganti dengan bahan yang lain.
Demikian pula jika saya, Anda, dan kita semua menginginkan keberhasilan, kebahagiaan, dan semua kenikmatan hidup, maka “bumbunya” harus wajib ada dalam kehidupan kita.
Maka jika saat ini kehidupan Anda sedang berat, sulit, bahkan dalam posisi di bawah, ingatlah selalu bahwa itu artinya Anda sedang membangun pondasi kesuksesan Anda. Karakter yang kuat dibentuk melalui kesulitan hidup. Pondasi yang kokoh dibangun melalui kerasnya tantangan.
Yakinlah bahwa kesulitan tidak akan selamanya. Setelahnya pasti akan ada kemudahan dan manisnya kesuksesan akan Anda nikmati.
Sebagaimana janji Allah SWT dalam kitab-Nya:
إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al -Insyirah: 6)
Kita memiliki hati yang bisa diibaratkan kuali atau wajan tempat memasak sayur lodeh. Hati kita ini tempat menampung semua hal: susah-senang, kesulitan-kemudahan, kegagalan -keberhasilan, rintangan-pertolongan, dan lain sebagainya.
Maka kita harus pandai-pandai mengelola hati agar hidup kita lapang, tidak sumpek, tidak mudah putus asa, tidak gampang menyerah. Harus tetap semangat, optimis, terus berusaha, dan yakin kepada pertolongan Allah SWT.
Lebih jauh lagi kita harus senantiasa membersihkan hati kita dari sifat-sifat buruk seperti: iri, dengki, riya’, ujub, tamak, was-was, dan sebagainya.
Karena kondisi hati ini akan memengaruhi perilaku kita. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ.“ رواه البخاري ومسلم.
The post Sayur Lodeh dan Pahit Manisnya Kehidupan appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/sayur-lodeh-dan-pahit-manisnya-kehidupan/