Pertunjukan angklung menghibur pembukaan Kembesnas Sako SPN. Panitia berharap generasi muda tak lupa budaya
Bunyi angklung menggema mengalun indah memenuhi Aula Bale Ageung. Bangunan semi luar ruang yang mampu menampung 800-an peserta Kemah Besar Nasional (Kembesnas) 2022 Satuan Komunitas Pramuka Sekawan Persada Nusantara (Sako SPN). Acara kepramukaan yang dihelat pada Rabu (14/9) di Sumedang, Jawa Barat itu, seperti membawa peserta dalam buaian musik berbahan bambu.
Bukan sorak sorai ala Pramuka yang mengiringi acara itu. Dan di satu titik, di antara ratusan peserta, berdiri seorang pria berbusana baju pangsi hitam lengkap dengan Totopong atau ikat kepala khas Sunda. Penampilannya bak seorang Kabayan, yang semakin menguatkan jati dirinya sebagai salah satu putra Bumi Pasundan.
Dengan piawainya, ia mampu memandu peserta Kembesnas melantunkan lagu “Tanah Airku” gubahan Ibu Sud. Alunan merdu yang tercipta dari benturan badan bambu membentuk harmoni yang indah. Suaranya bersahutan. Hebatnya, Si Kabayan KW itu piawai memandu peserta Kembesnas, padahal mungkin saja mereka baru sekali menyentuh alat musik Angklung saat itu.
Teknik yang ia lakukan saat memandu cukup unik. Sang instruktur angklung, Robby Murphy namanya. Ia mengelompokkan peserta menjadi beberapa kelompok dengan nama-nama Pulau Nusantara. Di bawah arahannya, peserta yang sebelumnya asing dengan alat musik Sunda itu, seakan lihai mengikuti tangga nada yang diisyaratkan melalui gerakan tangan sang Instruktur.
“Di Saung Angklung Udjo itu, Alhamdulillah yang datang domestik banyak, asing juga banyak. Untuk itu, kami mengenalkan Metode Pengenalan Pulau,” ujarnya.
Sorak-sorai dan gemuruh tepuk tangan terdengar sangat meriah, bahkan mereka sesekali bersiul saat berhasil mengalunkan nada irama membentuk sebuah harmoni lagu. Salah satu peserta, Dimas Abdurrahman misalnya, ia terpukau dengan bunyi unik angklung yang memiliki daya tarik tersendiri.
“Main angklung itu menyenangkan, saya menyukai salah satu musik tradisional dari Jawa Barat ini,” curhatnya.
Bagi Robby, angklung adalah segalanya. Ia bersama Tim Saung Angklung Udjo dan aktivis Angklung lainnya berhasil meremikan Angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Nonbenda dari UNESCO, lebih dari satu dekade silam.
“Kami Saung Angklung Udjo berjuang bersama aktivis Angklung pada tahun 2010 telah mengenkripsikan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia,” jelas Robby.
Perjuangan mereka menduniakan angklung tidaklah secepat merebus mie instant. Tahun 1996 silam, Saung Udjo hanyalah sebuah rumah petak seluas 100 meter persegi milik Udjo Ngalagena dan istrinya. Rumah petak itu bahkan dahulu ditinggali oleh 10 orang anak.
“Saung Angklung Udjo itu tahun 60-an hanya rumah kecil. Mang Udjo, dengan pertunjukan yang sederhana saat itu, ia yakin suatu saat pertunjukannya akan mendunia,” jelasnya.
Namun, layaknya pepatah yang mengatakan “Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil”, keyakinan dan tekad yang kuat berhasil membawa Saung Mang Udjo berkeliling dunia dan membumikan musik khas Bumi Pasundan itu, melalui penampulan musikal hingga ke-lima benua.
“Sekarang Saung Angklung Udjo telah menjadi tempat penghasil pertunjukkan Angklung terbanyak di dunia. Walupun Angklung sudah mendunia, namun kaki ini tetap berpijak pada Ibu Pertiwi,” ucap Robby.
Pertunjukan angklung pada perhelatan Kembesnas bukanlah sebuah keisengan belaka. Pasalnya, Majelis Pembimbing (Mabi) Sakoda SPN Jawa Barat, Dicky Harun mengungkapkan, pihaknya ingin mengenalkan kebudayaan Sunda kepada generasi muda sebagai pewaris kebudayaan.
“Angklung ini budaya yang sudah diakui oleh UNESCO sudah menjadi warisan dunia dan ini kita berkewajiban untuk memperkenalkan juga tidak hanya dunia internasional yang tahu, tetapi generasi penerus kita. Para peserta ini juga tahu dan bisa memainkan,” tanggap Dicky. (Fitri/LINES Jabar)
The post Angklung, Harmoni Bilah Bambu Nan Merdu appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/angklung-harmoni-bilah-bambu-nan-merdu/