Jakarta (2/4). Kemenag (Kementerian Agama) RI mengumumkan hasil Sidang Isbat untuk menentukan awal puasa atau 1 Ramadan 1443 Hijriah. Berdasarkan hasil sidang yang digelar sejak pukul 18.00 WIB, awal puasa Ramadan 1443 H jatuh pada, Minggu 3 April 2022.
“Secara musyawarah dan mufakat bahwa 1 Ramadan tahun 1443 H jatuh pada hari Ahad 3 April 2022 M,” ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan telekonferensi pers di Gedung Auditorium Kementerian Agama, Jakarta, Jumat malam (1/4).
Hasil sidang tersebut diperkuat dengan pernyataan dari 33 provinsi dari seluruh Indonesia yang juga belum melihat hilal. Terdapat sekitar 101 titik pengamatan hilal dari sejumlah titik yang telah ditentukan untuk pengamatan hilal, termasuk pengamatan dari Pos Observasi Bulan Sukabumi Jawa Barat. Di pos pengamatan tersebut, DPP LDII mengirim Tim Hisab Rukyat dengan koordinatornya, Pahala Sibuea yang juga pengurus DPP LDII.
“Pada pengamatan yang dilakukan di POB Cibeas Pelabuhan Ratu Sukabumi, umur hilal yaitu sekitar 8 menit, dengan kondisi langit sedikit berawan dan ketinggian hilal adalah 2 derajat. Hasilnya tidak tampak adanya hilal, hasil ini juga diungkapkan juga dari teman-teman yang melakukan pengamatan di tempat yang sama,”jelasnya.
DPP LDII telah berpartisipasi dalam Sidang Isbat dan pengamatan hilal sejak 2013. Tim dibagi dalam dua kelompok, yaitu satu tim ke Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Sementara satu tim lainnya, mengikuti Sidang Isbat di Auditorium Kemenag RI Jakarta. Keikutersertaan LDII adalah berdasarkan undangan dari Kemenag RI. Selain dihadiri dari unsur pemerintah, utusan negara asing, anggota DPR, juga dihadiri oleh ormas-ormas Islam termasuk LDII.
Tim yang di lapangan, terdiri dari Pahala Sibuea, Jhony Pamungkas, dan disertai tim LDII News Network (LINES). Sementara tim yang mengikuti SIdang Isbat di Kementerian Agama adalah Wilnan Fatahillah dan Sukarjan. Partisipasi LDII dalam menghadiri undangan ini adalah untuk menyaksikan sidang secara langsung. Dalam sidang tersebut, Kemenag memperoleh masukan dari tim-tim pengamat hilal, yang berada di 101 titik di seluruh Indonesia.
“Selain menyaksikan penetapan sidang, dalam forum itu setiap ormas memiliki kesempatan untuk memberikan tanggapan dan masukkan, terkait dengan penetapan Ramadan sesuai kriteria yang telah disepakati,” ujar Wilnan.
Menurut Wilnan, potensi perbedaan penetapan awal Ramadan 1443 H pada tahun ini sudah terdengar di masyarakat. Perbedaan tersebut karena masing-masing ormas memiliki cara atau metode tersendiri dalam menentukan hilal.
Muhammadiyah mempunyai kriteria wujudul hilal selama hilal itu sudah di atas ufuk, hal tersebut sudah dinyatakan adanya hilal/awal Ramadan. Sementara pemerintah dan ormas lain seperti LDII mengambil kriteria inkanurrukyat, yang sudah disepakati dengan MABIMS, dengan minimal ketinggian hilal adalah 3 derajat. Dengan perbedaan ini kriteria ini pula, tentu berbeda pula penentuan awal Ramadan dan juga Syawal.
Wilnan menuturkan, DPP LDII melihat perbedaan penentuan hari raya itu jangan dijadikan sumber kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Hal itu dikarenakan, setiap ormas Islam memiliki cara masing-masing dalam menentukan hari besar, “Yang penting adalah saling menghormati dan menghargai dan puasa berdasarkan sesuai dengan dalil yang syar’i baik 29 hari maupun 30 hari,” imbuhnya.
Adapun perbedaan hari raya di Indonesia adalah suatu yang unik, karena penghargaan terhadap keyakinan umat beragama. Ke depannya tentu bersama-sama menyatukan kriteria ini menjadi sebuah kedewasaan dan penyeragaman.
Jadi Ajang Silaturahim
Menurut Wilnan, DPP LDII memperoleh manfaat lain dengan memantau hilal, salah satunya bisa bersilaturahim dengan Kementerian Agama Sukabumi dan para pengurus ormas lainnya, “Kami sebelum dan setelah pengamatan hilal, banyak berdiskusi mengenai kemajuan umat Islam,” ujar Wilnan.
Menurutnya, Tim Rukyatul Hilal DPP LDII bersama Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sukabumi, Badan Meteorologi Klimatoligi dan Geofisika (BMKG), dan komunitas-komunitas pengamat hilal, berkumpul di Pos Observasi Bulan (POB) Cibeas Pelabuhan Ratu, Sukabumi, pada Jumat (1/4).
Selain rutinitas, menurut Pahala Sibuea rukyat hilal adalah bagian dari ibadah, bagian dari perintah Rasul, sehingga tampak atau tidak tampak menjadi kewajiban umat untuk untuk melihat hilal itu. “Untuk memastikan kapan kita berhari raya, dan kapan kita melaksanakan puasa Ramadan,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, tim Rukyatul Hilal DPP LDII akan mendorong pembentukan tim rukyatul hilal pada tingkat DPD LDII. Mereka kemudian ditingkatkan kapasitas SDM-nya secara bertahap. “Ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan hisab rukyat yang dilakukan oleh DPP LDII beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Berdasarkan pengamatan bersama, ketinggian sudut hilal di POB Cibeas Pelabuhan Ratu sebesar 2,23 derajat dan elongasinya sebesar 3,4 derajat. Senada dengan Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Rahmat Triyono mengatakan, hilal diseluruh titik pengamatan yang dilakukan BMKG belum terlihat.
Secara umum ketinggian hilal di seluruh POB Indonesia berada di bawah 2 derajat. Hari ini secara keseluruhan di lokasi Cibeas 2 derajat, secara umum di seluruh Indonesia mulai dari Jayapura 1 derajat 7 menit 12 detik, tertinggi di sekitar Mentawai mencapai 2 derajat lebih.
Rahmat Triyono pun menegaskan, Dengan sekitar 3 derajat sebenarnya sudah masuk bulan baru secara hisab. Tapi secara rukyat hilal belum tampak, dari pengamatan BMKG.
The post Soal Perbedaan Penentuan Awal Ramadan, LDII Ambil Sikap Saling Hormati appeared first on Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Sumber berita : https://ldii.or.id/soal-perbedaan-penentuan-awal-ramadan-ldii-ambil-sikap-saling-hormati/