Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Menjalin Ukhuwah, Merajut Kebersamaan

Sejarah LDII Tabanan: Bikin Batako Sendiri, Ada Didi Petet, dan Jaga Menyama Braya

Kategori : Artikel, Berita, LDII Bali, Lingkungan, LDII, Kisah, Berita Daerah, Ditulis pada : 18 September 2021, 10:41:56

SEJARAH keberadaan warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kabupaten Tabanan tak bisa dilepaskan dari peranan almarhum Didi Widiatmoko atau lebih dikenal dengan Didi Petet.

Aktor yang lekat dengan peran Si Kabayan dan Kang Bahar dalam sinetron Preman Pensiun itu, ikut andil dalam pembelian tanah Gedung Sekretariat LDII Tabanan di Jalan Tarumanegara, Banjar Malkangin, Desa Dajan Peken.

“Waktu itu tahun 1985, Didi Petet dan pengurus LDII pusat datang ke Bali. Beliau mendengar warga LDII Tabanan mau beli tanah. Akhirnya dilihat ke sini (Tabanan), dan tanahnya dibeli,” ujar Agus Hariyanto, salah satu pengurus LDII Tabanan ditemui Jumat (17/9/2021) siang.

IMG-20210918-WA0002.jpg

Agus Hariyanto, 47, (kiri) dan Slamet Riyadi, 50, dua saksi sejarah perkembangan LDII Tabanan

Agus merupakan salah satu saksi hidup sejarah perkembangan LDII Tabanan. Saat Didi Petet singgah ke Tabanan, Agus masih remaja. Agus menceritakan, waktu itu di sekitaran Jalan Tarumanegara masih banyak lahan kosong ditumbuhi ilalang.

Dua tahun setelah pembelian tanah, warga LDII Tabanan mulai membangun gedung sekretariat. Masih lekat dalam ingatan Agus, karena tidak memiliki cukup dana, warga LDII bahu membahu membuat batako sendiri. “Tua muda semua semangat gotong royong bikin batako,” tutur pria 47 tahun itu.

Pembangunan gedung dilakukan secara bertahap dari 1987 sampai 1989. Perlahan namun pasti, gedung sekretariat yang diimpikan berdiri. Gedung itu menjadi tempat belajar anak-anak.

Pada 1990, struktur organisasi DPD LDII Tabanan resmi terbentuk. Posisi ketua DPD dijabat Ahmad Bustomi. Bustomi menjabat selama lima periode, dari 1990 – 2015.

“Pak Tomi (Bustomi) ini termasuk tokoh awal LDII di Tabanan. Beliau dikenal luwes dan suka menjalin silaturahmi dengan semua kalangan, sehingga LDII bisa diterima baik,” tutur Slamet Riyadi, pengurus LDII lainnya.

Waktu terus bergulir, pada Musyawarah Daerah (Musda) ke-6, H. Sunoto didapuk menjadi ketua periode 2015-2020. Selanjutnya, pada Musyawarah Daerah (Musda) LDII VII pada November 2020, menetapkan Maulana Sandijaya sebagai Ketua LDII Tabanan periode 2020-2025.

IMG-20210918-WA0003.jpg

Warga LDII menyerahkan tong sampah dan alat kebersihan lainnya pada Klian Dinas Banjar Malkangin

Sebagai warga negara yang taat hukum dan peraturan perundang-undangan, selain terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri, LDII juga terdaftar resmi di Pemkab Tabanan. Dari tingkat banjar atau dusun, desa, hingga kabupaten menerima baik keberadaan LDII.

Ngejot dan Mejenukan, Bukti Menyama Braya LDII

Keberadaan warga LDII pun turut mewarnai keharmonisan kehidupan beragama di Kabupaten Tabanan, Bali. Sejarah mencatat, warga LDII pertama kali ada di Tabanan sejak 1983.

Saat itu warga LDII ada di Jalan Gunung Agung, Desa Dajan Peken, seputaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Tabanan.

Menurut Agus, sejak dulu LDII bisa diterima baik oleh krama atau masyarakat setempat. Ini karena kegiatan warga LDII tidak hanya di bidang dakwah, tapi juga sosial kemasyarakatan. Warga LDII selalu menjunjung tinggi toleransi.

“Bahasa Bali-nya kami ini selalu menyama braya atau menjaga tali persaudaraan dengan siapapun,” imbuh Agus.

Slamet menambahkan, bukti konkret menyama braya warga LDII yaitu menjaga tradisi ngejot dan mejenukan. Ngejot adalah tradisi saling berbagi makanan pada tetangga. Sedangkan mejenukan yaitu ikut berkabung saat ada tetangga meninggal.

“Setiap Idul Adha, kami berbagi daging kurban pada lingkungan sekitar. Itu kami lakukan sejak dulu,” kata Slamet.

Pun ketika ada warga lain yang meninggal, warga LDII langsung datang ke rumah duka. Tak heran jika persaudaraan warga LDII dengan krama Bali di Malkangin begitu kental. Tidak hanya dengan krama Bali, warga LDII juga menjalin hubungan baik dengan warga Kristen yang ada di Malkangin.

“Pas pemilu, kami pernah dilibatkan menjadi petugas TPS. Pas Agustusan, kami juga ikut lomba. Walau berbeda keyakinan, kami ini sudah menyama (bersaudara),” tegas pria kelahiran 16 Agustus 1971 itu.

Warga LDII juga ikut menjaga kebersihan lingkungan dengan mengadakan kerja bakti secara berkala.

Klian Dinas dan Klian Adat Mengapresiasi

Sementara itu, Klian Adat Banjar Malkangin, Ketut Agus Suteja, 37, mengaku senang dengan kerukunan antarumat beragama di Malkangin. Menurutnya, Banjar Malkangin yang terletak di jantung Kabupaten Tabanan merupakan etalase kehidupan harmonis antarumat beragama.

“Semua umat beragama di sini menjaga toleransi, saling menghormati dan rukun. Kami sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada umat muslim,” tegas Agus.

Hal senada diungkapkan Kelian Adat Banjar Malkangin, I Komang Gede Wijaya. “Saya sudah 25 tahun menjadi prajuru (pengurus) adat di Banjar Malkangin. Saya menyaksikan dari dulu sampai sekarang tidak pernah ada masalah. Benar-benar Bhinneka Tunggal Ika,” tutur Wijaya.

IMG-20210918-WA0004.jpg

Pengurus LDII Tabanan mejenukan di rumah krama Bali yang meninggal dunia

Pria 56 tahun itu berharap semua pihak bisa mempertahankan kerukunan dengan warga setempat. Wijaya pun siap membantu keamanan dengan melibatkan pecalang atau keamanan adat jika dibutuhkan.

Kabupaten Tabanan sendiri, pada Februari 2017 menerima Harmony Award atau anugerah kerukunan umat beragama dari Menteri Agama RI. Hal itu membuktikan kehidupan beragama di Tabanan sangat harmonis. (m. sandijaya)

built with : https://erahajj.co.id